Sunday, September 24, 2006

KSW Gagal Lagi Rebut Academic Award





Meski mengantongi 2 nama predikat mumtaz dan 13 nama predikat jayyid jiddan untuk jenjang S1, KSW kembali harus gigit jari dalam perebutan PPMI Academic Award. Seperti tahun sebelumnya, KMM kembali mempertahankan gelar itu setelah mengumpulkan nilai tertinggi. Bahkan, tahun ini KSW tergeser ke peringkat ketiga, setelah HMM berhasil menyodok ke posisi runner-up.

Dalam Malam Anugerah Prestasi dan Wisuda Sarjana yang diselenggarakan DPP-PPMI, Kamis (21/9/2006) di Auditorium Shalih A. Kamil, terlihat beberapa pengurus KSW. Tentu berharap-harap cemas, barangkali dewan juri dapat memberikan nilai tertinggi pada KSW. Sayangnya, ketika tiba saatnya pengumuman, KMM kembali menggondol gelar itu untuk yang keempat kalinya dari lima kali penyelenggaraan. Sementara satu gelar lagi pada tahun 2004 dapat direbut KMNTB.

Kegagalan KSW ini, meski cukup banyak memperoleh poin dalam kategori mahasiswa berprestasi, rupanya terpengaruh oleh banyaknya warga KSW yang gagal naik tingkat. Ditilik dari mahasiswa berprestasi, KSW masih merajai dengan menguasai Wisudawan Terbaik (atas nama M. Abdul Ghofur), Wisudawati Terbaik (Ida Azimahwati), Mahasiswi Tingkat 2 Terbaik (Subi Nur Itsnaeni) dan Pelajar Ma'had Tingkat 1 Terbaik (Abdul Majid).

Sementara, KMM dapat kembali meraih Academic Award karena memang sedikit anggotanya yang tidak bisa naik kelas. Bahkan menurut sebuah sumber, di antara sekitar 30-an anggota keputrian KMM, hanya 1 orang yang rosib. Belum lagi DPD PPMI Zaqaziq yang menjadi DPD Terbaik, ternyata mayoritas warganya adalah anggota KMM.

Sementara itu, untuk kategori senat terbaik, diraih Senat Fakultas Syariah Qonun, sedangkan almamater terbaik berhasil dipertahankan Misykati (MAKN Solo). Menurut data yang terkumpul di DPP PPMI, pada tahun akademik 2005-2006 ini, dari 3976 pelajar/mahasiswa terdapat predikat mumtaz 5 orang (0,15%), jayyid jiddan 85 orang (2,64%), jayyid (13,77%), maqbul (6,46%), manqul (25,00%), tasfiyah (1,99%), rosib (48,81%) serta tidak terdata (1,15%).

Untuk dapat merebut gelar Academic Award, tentunya KSW harus bekerja lebih keras lagi. Terutama pendampingan pada bimbingan belajar untuk mahasiswa tingkat 1. Kalau perlu, jika mau meniru sistem yang digunakan KMM, di setiap rumah selalu ada seorang senior yang dengan intens melihat perkembangan belajar anggota rumahnya. Dengan demikian, dapat menguragi kemungkinan berleha-leha atau sikap meremehkan anggota KSW atas prestasi akademik mereka sendiri.(aghi)


Bawabah III, 24 September 2006

Talkshow Pendidikan Minim Hadirin


Miris, acara yang tadinya digadang-gadang sebagai titik-tolak kesadaran pentingnya prestasi akademik justru minim pengunjung. Bahkan, acara pun jauh molor dari waktu yang ditentukan.

Rabu (20/9/2006) lalu, bertempat di Auditorium Fakultas Kedokteran Universitas Al-Azhar, ICMI Orsat Kairo mengajak PCI-NU, PCIM dan KBRI menggelar acara bertajuk "Talkshow Pendidikan". Acara yang bertemakan "Membangun Kualitas Pendidikan Bangsa" ini sedianya dimulai pukul 18.00, tapi baru pukul 20.30 pembawa acara tampil di panggung.

Sebelum MC memulai acara, terlebih dahulu tim rebana dari PCI-NU Mesir menghibur dan menyedot hadirin untuk masuk ke dalam ruangan acara. Membawakan 3 buah lagu, tim rebana PCI-NU tampil cukup meyakinkan, membawa suasana auditorium yang cukup melompong menjadi lebih meriah.

Dalam sambutannya, pihak penyelenggara menyatakan bahwa sebenarnya bukan hadirinnya yang sedikit, tapi tempatnya yang memang terlalu luas. "Yang datang banyak pun bisa tetap kelihatan sedikit," tambah M. Arifin, MA., Ketua ICMI Kairo sebagai penyelenggara acara. Kontak, pernyataan ini pun mengundang gerr hadirin yang baru berjumlah 78 orang.

Selain sambutan dari penyelenggara, sebelum acara talkshow dimulai juga ada sambutan dari Presiden DPP PPMI, Nur Fuad Shofiyullah. Menurutnya, acara semacam talkshow pendidikan semacam ini sangatlah urgen. Hal ini agar Masiko melek betapa akhir-akhir ini prestasi belajar Masiko cenderung merosot tajam. "Pada 2001, sebuah survei lembaga independen yang bermarkas di Swiss, menyatakan Indonesia berada pada urutan buncit dari 49 negara yang disurvei dalam hal mutu pendidikan," ceritanya.

Ia menambahkan, "Ini berbanding terbalik dengan banyaknya gelar juara yang diraih putra-putri Indonesia dalam setiap olimpiade matematika atau fisika." Hal ini tentu saja tak jauh beda dengan Masiko, dimana yang mendapatkan predikat Mumtaz atau Jayyid Jiddan teramat banyak, tapi jauh lebih banyak lagi yang masih gagal dalam akademis. Maka, adanya talkshow pendidikan bisa dianggap sebagai salah satu alternatif bagus untuk menyadarkan Masiko supaya dapat meningkatkan kualitas akademik.

Atase Pendidikan KBRI Kairo, Drs. Slamet Sholeh, M.Ed., yang memberikan keynote speaker, memaparkan lebih detail prestasi belajar Masisir. Dalam makalahnya yang 4 halaman, disebutkan bahwa dalam 3 tahun terakhir, prestasi kelulusan Masisir tidak pernah melewati angka 50 persen.

Ada banyak hal yang menurutnya mempengaruhi merosotnya prestasi belajar Masisir. Termasuk di dalamnya adalah rendahnya daya juang mahasiswa dalam meyelesaikan studinya. Kalau mau dirunut lebih jauh, tentunya hal ini juga dipengaruhi banyak faktor. Selain itu, sebagian besar Masisir juga belum dapat memanfaatkan atau memanage waktu dengan baik untuk kegiatan yang mengarah pada peningkatan mutu akademik mereka.

Menurut data dari staf Atase Pendidikan KBRI Kairo, selama tahun 2005, hanya ada 40% kegiatan mahasiswa yang mengarah pada bidang akademik. Sisanya kegiatan sosial/politik (20%), kesenian/budaya (25%) dan rekreasi (15%). Sementara tingkat penyelesaian studi Masisir cukup memprihatinkan. Dari 9,37% pada 2003 (lulus 189 orang dari 2016 mahasiswa), kemudian sedikit meningkat tahun berikutnya menjadi 9,62% (235 dari 2442), lalu merosot tajam pada tahun 2005 yang hanya 7,26% (289 dari 3976).

Dalam makalahnya, Atdikbud juga memberikan beberapa alternatif solusi untuk menghadapi permasalahan yang sebenarnya pelik tapi sering dianggap "biasa" oleh Masisir ini. Selain KBRI mendukung pembinaan akademik dan intelektual dengan seminar, bimbingan studi menghadirkan pakar, bedah buku dll, juga pembinaan kesejahteraan seperti apresiasi pada mahasiswa berprestasi, beasiswa dan biaya peneltian serta ujian S2 dan S3.

Setelah keynote speech Atdikbud itu, baru acara inti berupa talkshow dipandu Saiful Bahri, Lc. Dengan mengetengahkan pembicara dari masing-masing ketua ICMI, PCI-NU dan PCIM, talkshow berlangsung gayeng. Masing-masing narasumber mengurai hal-hal yang berkaitan dengan fluktuasi prestasi akademik Masisir. Baik hubungannya dengan banyaknya aktifitas ekstrakurikuler, maupun kebiasaan kurang baik Masisir dalam memanage waktu. Sayang, sesi tanya-jawab hanya diberikan pada 4 hadirin. Walhasil, acara pun buru-buru ditutup karena memang sudah diisyaratkan harus berhenti oleh pengelola gedung.

Sampai acara selesai, yang hadir tercatat hanya ada 124 orang, padahal panitia sebelumnya menyediakan 450 porsi makan malam. Tentu saja, saat pulang ke rumah masing-masing, banyak hadirin yang menenteng makanan yang belum terjamah yang jumlahnya masih ratusan.(aghi)


Bawabah III, 24 September 2006.