Sunday, December 31, 2006

10 Ekor Hewan Kurban di KBRI Cairo


Cairo, Sabtu (30/12/2006) pagi. Hawa dingin sekitar 12 derajat celcius yang menutupi udara, tak menyiutkan nyali mahasiswa dan masyarakat Indonesia untuk berbondong-bondong mendatangi KBRI di kawasan Garden City. Sejak pukul 7.30 atau sekitar setengah jam dari terbitnya matahari, banyak rombongan keluarga maupun yang datang sendiri-sendiri mulai memenuhi pelataran parkir yang disulap jadi tempat shalat.

Setengah jam kemudian, meski udara sangat dingin dan setiap mulut berbicara mengeluarkan asap semacam kabut, arena shalat idul adha sudah dipenuhi jamaah. Maka tepat pukul 08.00, sesuai jadwal shalat idul adha masyarakat Indonesia di Cairo dimulai. Bertindak sebagai imam adalah Ust. Taufikurrahman, S.Ag., bapak tiga anak asal Tegal yang sedang menyelesaikan pendidikan S2-nya di Universitas Al-Azhar.

Setelah shalat 2 rakaat yang diikuti ratusan orang, khutbah idul adha disampaikan oleh Ust. Zain An-Najah, MA., calon doktor yang berasal dari Klaten. Dalam khutbahnya, pria yang mengenyam pendidikan S1-nya di Madinah, Arab Saudi ini menguraikan ayat-ayat Alquran yang ada pada surat Al-Shaffat ayat 99-111.


Sesuai dengan gayanya yang cukup nyentrik, satu demi satu ayat itu dijelaskan, menceritakan perjalanan Nabi Ibrahim dalam mengorbankan anak kesayangannya Nabi Ismail, sesuai perintah Allah. Mulai dari doa-doa Nabi Ibrahim yang terus dipanjatkan selama puluhan tahun untuk mendapatkan anak. Kemudian setelah diberi putra yang saleh dan baik, tiba-tiba mendapatkan mimpi bahwa sang ayah menyembelih putranya itu.


Padahal mimpi seorang nabi adalah wahyu ilahi, yang artinya harus dilaksanakan. Setelah Nabi Ibrahim menceritakan hal itu, Nabi Ismail dengan tegar dan sabar siap menerima wahyu itu, dan meminta ayahnya untuk tak ragu melaksanakan wahyu yang telah diterimanya. Sungguh besar cobaan yang diterima Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail, namun atas keyakinan pada Allah, semuanya dijalani dengan kesabaran.

Semua cerita ini barangkali sudah banyak didengar, namun dengan uraian yang runtut, Ust. Zain mampu menceritakannya dengan penuh penghayatan. Bahkan tiap ayat diterangkan kesimpulan atau hikmah yang harus diambil manfaatnya bagi umat Islam.

Setelah shalat dan khutbah idul adha, dilanjutkan ramah-tamah antar masyarakat Indonesia di Cairo. Disediakan banyak nasi kotak untuk disantap bersama. Meski panitia sudah menyediakannya dengan jumlah banyak, namun kian siang yang datang kian banyak. Walhasil, yang datang belakangan terpaksa tidak kebagian nasi kotak.

Sekitar pukul 10.30, pemotongan hewan kurban dilakukan di halaman belakang Wisma Duta. Panitia berhasil mengumpulkan cukup banyak hewan kurban. Terdiri dari 3 ekor sapi dan 7 ekor kambing, termasuk kiriman dari mantan kepala perwakilan RI di Cairo, Duta Besar Prof. Dr H. Bachtiar Aly, MA. Daging hewan kurban ini lalu dibagikan pada para mahasiswa yang sebagian diminta menunggui dan membantu prosesi pemotongan.[]

Bawabah Tiga, 31 Desember 2006

NU Mesir Pindah Kantor


Setelah hampir 5 tahun menempati kantor sekretariat di Gedung 16 Flat 2, NU Mesir terpaksa angkat kaki. Hal ini karena rumah atau flat yang selama ini disewa NU Mesir mengalami kenaikan harga secara drastis. Sementara pihak pemilik rumah, terutama anaknya mulai makin sering berbuat ulah.

Maka dengan sigap, pengurus mencari alternatif rumah pengganti. Setelah pencarian yang cukup menguras tenaga dan pikiran, ada info sebuah rumah yang hendak disewakan. Meski harga rumah tak terhitung murah, tapi melihat kondisi dan fasilitas yang cukup baik, rumah tersebut disepakati bakal menjadi kantor sekretariat NU Mesir berikutnya.

Maka Jumat (29/12/2006) pagi, pemindahan barang-barang mulai dilakukan. Meski sempat berselisih paham dengan anak pemilik rumah malam sebelumnya, pemindahan barang yang dimulai sebelum shalat Jumat itu berlangsung lancar. Saat menjelang siang, Mama tuan rumah dan anaknya sempat datang, tapi tak berbuat apa-apa, barangkali takut dan trauma atas kejadian malam sebelumnya itu.

Jumat sore, beberapa anggota Fatayat NU Mesir bahkan tampak ikut membantu menata susunan barang-barang NU Mesir yang tak bisa dibilang sedikit. Meski sebagian dari mereka harus pamit setelah shalat magrib, karena tinggal di asrama putri yang memiliki jam malam tersendiri. Sementara sebagian yang lain tetap membantu merapikan peletakan barang-barang hingga sekitar pukul 21.00.

Flat baru yang disewa ini paling tidak akan bertahan sampai setahun ke depan, sesuai perjanjian dengan pemilik rumah. Bahkan tidak menutup kemungkinan dapat diperpanjang lagi. Tentu saja cukup merepotkan, tapi itulah alternatif paling pas untuk terus memperjuangkan aktifitas NU Mesir, selagi belum punya kantor sekretariat permanen yang entah kapan dapat terealisasi.

Rumah yang terletak di Gedung 27 Flat 1 ini, berada tak jauh dari kantor sekretariat lama, sama-sama di kawasan Swessry Project A Tenth District Nasr City Cairo. Hanya terpaut sekitar 7 gedung dari alamat lama. Sama-sama berada di lantai dasar, hal ini juga memudahkan aktifitas yang membutuhkan mobilitas tinggi. Karena kalau berada di lantai atas apalagi lantai teratas (lantai 4 atau 5), tentu merepotkan dan bisa membuat malas para aktifis untuk menjejakkan langkah demi langkah melalui tangga-tangga gedung.

Kalau flat sebelumnya hanya terdri dari 2 kamar, kali ini terdiri dari 3 kamar. Berbeda dengan rumah sebelumnya, barang milik pemilik rumah --yang tak terlalu bermanfaat buat NU Mesir-- juga tak terlalu banyak sehingga tak membuat space yang ada menjadi sempit. Bahkan rumah baru ini juga dilengkapi mesin cuci dan pemanas air di kamar mandi. Kulkas yang ada juga tampak lebih baik, jauh bila dibanding rumah sebelumnya.

Yang cukup mengganjal hanya kompor yang ukurannya tak terlalu besar, sehingga barangkali harus dipikirkan solusinya jika mau memasak dalam jumlah besar. Apalagi menurut rencana peresmian pemakaian kantor sekretariat ini sekaligus ditandai dengan pemotongan hewan kurban pada Senin besok, 1 Januari 2007. Padahal, hewan kurban berjumlah 2 ekor kambing. Barangkali, bakal disiasati dengan memasak di tempat lain, sementara acara tentu tetap dilaksanakan di alamat baru. Atau bagi yang punya ide, silakan hubungi kantor sekretariat baru di nomor telepon 2715851.[]

Bawabah Tiga, 31 Desember 2006

Saturday, December 30, 2006

Berakhir Sudah, Drama Penyanderaan di NU Mesir


Kalau boleh berandai, memiliki kantor sekretariat permanen jelas lebih nyaman. Selain tak perlu banting tulang tiap awal bulan mencari uang sewa, juga tak usah repot bertengkar dengan pemilik rumah --terutama jika pemilik rumah memang rese. Kejadian tak mengenakkan nyaris saja membuat aktifis NU Mesir bisa terganggu konsentrasi belajarnya, yang dalam beberapa hari mendatang bakal menghadapi ujian.

Kamis (29/12/2006) malam, NU Mesir merencanakan pindah sekretariat. Hal ini karena pemilik rumah yang dijadikan kantor sekretariat sejak 5 tahun terakhir hendak menaikkan harga sewa sampai seribu pound Mesir. Ditengarai, harga sewa dinaikkan sampai setinggi itu setelah tuan rumah kesengsem melihat cat baru dinding kantor NU Mesir yang memang mengkilap. Dinaikkan sampai 300 pound atau lebih dari 50 dolar AS itu tentu sangat memberatkan NU Mesir.

Karenanya, sejak 2 bulan terakhir pengurus NU Mesir mencari alternatif rumah lain. Setelah melalui pencarian yang cukup melelahkan, didapatilah sebuah rumah yang meskipun harganya juga seribu pound Mesir, tapi memliki space yang lebih luas serta fasilitas yang lebih baik. Maka, sebelum memasuki tahun baru yang bakal menandai naiknya harga rumah lama, aktifis NU Mesir sepakat berpindah rumah.


Malang tak dapat ditolak untung tak dapat diraih. Setelah melalui interaksi cukup baik --meski kadang dibumbui beberapa kejadian tak mengenakkan-- dengan pemilik rumah selama hampir 5 tahun, saat akan meninggalkan rumah justru hendak menjadi su'ul khatimah.

Selama ini pihak NU Mesir sebenarnya sudah mencoba sebaik mungkin berhubungan dengan empunya rumah. Baik dengan Mama dan terutama dengan anaknya yang bernama Musthafa. Sementara satu anak lagi yang bernama Syarif sering membuat tidak n
yaman penghuni kantor sekretariat NU Mesir. Bahkan pada sekitar Oktober 2003, Syarif sempat menggasak walkman dan ponsel aktifis NU Mesir.

Dan puncaknya terjadi pada saat akan pindahan itu. Malam itu, sekitar setelah magrib, sudah banyak aktifis NU Mesir berkumpul untuk bersiap menaikkan barang ke atas kendaraan pick-up yang sengaja disewa untuk pindahan itu. Barang-barang itu memang sudah dikemas sejak beberapa hari sebelumnya.


Tak dinyana, tiba-tiba Syarif datang dengan muka garang. Dengan mulut bau minuman keras, pemuda tanggung berbadan tinggi besar itu menuding-nuding para aktifis NU Mesir. Yang jadi sasaran utama tentu saja pengurus yang tinggal di kantor sekretariat, yakni Arif Ramadhan atau yang akrab disapa Adon. Dengan galak Syarif menghardik Adon untuk tidak pindah dulu sebelum akad sewa habis pada tanggal 15 Januari. Hal ini karena Syarif khawatir Adon --sebagai perwakilan NU Mesir-- tak bertanggungjawab atas beberapa kerusakan rumah yang memang dihuni sejak cukup lama itu.


Padahal, selama ini Adon maupun NU Mesir tak pernah ingkar janji ataupun sekadar menunggak membayar biaya sewa. Artinya, tak ada track record buruk dari pihak NU Mesir selama menyewa rumah itu sejak Februari 2002. Alasan Syarif dinilai mengada-ada dan sengaja membuat keributan.

Adon pun menelpon dan melaporkan kejadian ini pada Fakhruddin Aziz, Katib Syuriah yang sempat menjadi penghuni kantor sekretariat pada Juli 2003-Juli 2006 lalu. Dianggap sebagai senior yang sudah lebih kenal dengan tuan rumah juga Syarif, Aziz diharapkan dapat menengahi. Aziz mau membantu. Sayang saat ditanya Aziz soal nomor telpon Mama, Adon mengaku kelupaan.


Pertengkaran sengit terjadi antara Syarif dengan beberapa aktifis NU Mesir yang saat itu ada. Dan Adon tak lupa selalu kontak dengan Aziz per telpon melaporkan perkembangan. Di sisi lain Aziz mengontak Abi Lacon, panggilan Muhlashon Jalaluddin, Lc. Ketua Tanfidziyah NU Mesir yang juga seorang staf di KBRI.


Pertengkaran semakin memuncak, sampai Syarif mengambil sebuah pisau dapur. Tak ayal hal ini membuat suasana semakin tegang dan aktifis NU Mesir pun ciut nyalinya. Kalau mau adu kekuatan, barangkali para aktifis itu bisa saja menang keroyokan, tapi justru bisa menimbulkan masalah lebih besar. Sehingga diambil jalan tengah "mengalah". Adon pun berupaya menenangkan Syarif dengan mengatakan akan memanggil "orang yang lebih berwenang" dalam menentukan keputusan malam itu.

Syarif masih dalam gelagat kecurigaan. Maka, para aktifis NU Mesir yang berjumlah sekitar 8 orang, dilarang keluar rumah juga tak boleh ada orang masuk. Yang paling tegang saat itu adalah Adon, yang merasa paling bertanggungjawab, serta merasa terlalu lama menunggu kabar dari Aziz dan Abi Lacon. Karena setelah melihat Syarif yang membawa pisau itu, Adon berharap Aziz atau Abi Lacon segera dapat mendatangkan polisi ke tempat kejadian.

Sementara Aziz dan Abi Lacon berusaha mengontak kepolisian setempat, Adon makin tegang. Sedangkan teman-temannya yang juga dalam "penyanderaan" terlihat tegang tapi tak sampai seperti Adon yang mulai menitikkan butir-butir air mata.

Hampir 2 jam dalam keadaan seperti itu, akhirnya Haras Baco, Lc., staf Konsuler KBRI yang juga mustasyar NU Mesir setelah dikontak Abi Lacon datang ke tempat kejadian. Berbicara cukup keras dalam menggertak, ternyata malah dianggap sebelah mata oleh Syarif. Merasa disepelekan seperti itu, Pak Haras yang memang sering kontak dengan pihak kepolisian Mesir mengancam akan memanggil polisi, karena sebelumnya memang sudah dikontak meski belum datang juga. Dengan lantang Syarif mengatakan tidak takut. Pertengkaran pun berlangsung keras antara Pak Haras dengan Syarif.

Setelah cukup reda, Syarif pun tampak kelelahan karena selama dua jam lebih mengurung para aktifis itu di dalam rumah. Pamit untuk keluar sebentar yang katanya hanya 5-10 menit, Syarif sempat mengeluarkan instruksi agar tak ada orang di situ yang keluar juga tak ada orang luar masuk ke dalam rumah.

Tepat saat menutup pintu rumah, pihak keamanan Mesir datang. Karena menggunakan kendaraan angkutan umum (angkot), Syarif tak menyangka kalau mereka itu pihak keamanan yang berbaju preman. Dia berlalu saja, meski menurut sejumlah saksi mata Syarif juga sempat sedikit terperanjat dengan keberadaan angkot yang masih dinyalakan mesinnya itu di depan kantor NU Mesir.

Pak Haras lalu mendekati 2 pria berbadan tegap itu, karena yakin kalau mereka adalah pihak keamanan. Setelah salah seorang dari mereka selesai melakukan pembicaraan telpon, mereka lalu menyergap Syarif. Kaget dengan perlakuan itu, Syarif pura-pura tak tahu dan tanya ada apa.

Plakk!! Sebuah pukulan mendarat di wajah Syarif, ditambah gertakan seharusnya mereka yang tanya, bukan Syarif. Diperlakukan keras seperti itu, nyali Syarif jadi ciut. Rupanya dia baru menyadari kalau yang berada di depannya betul-betul pihak berwenang. Syarif pun digeledah dan sempat ditampar dan dijambak beberapa kali. Ketika itu, Syarif masih mengelak dari pertanyaan dan dakwaan, bahkan saat ditanya dimana ibunya (Mama), Syarif mengatakan sudah meninggal.

Syarif pun dibawa ke kantor polisi Nuqthoh Hay Ashir (setingkat Babinsa). Dari pihak pelapor, Aziz dan Adon juga ikut, ditemani Pak Haras. Saat di kantor polisi itulah, Syarif semakin memperlihatkan kecengengannya. Setelah sempat mengelak lagi dari pertanyaaan-pertanyaan yang diajukan, Syarif menjadi tersudut saat pernyataannya di-cross check pada Aziz dan Adon.

Mendapat angin segar, Aziz dan Adon yang selama ini hanya diam saja dengan perlakuan Syarif yang memang sering berbuat onar, meluapkan kekesalannya. Dan tentu saja polisi lebih percaya pada jawaban dari Aziz dan Adon. Karena saat digeledah, Syarif ternyata juga membawa sebilah pisau kecil di bagian belakang badannya. Hal ini membuat polisi makin curiga. Syarif yang mengelak hal itu sekadar sebagai alat pembelaan diri kalau terjadi sesuatu yang membahayakan, untuk ke sekian kalinya mendapatkan pukulan dari polisi.

Saat di kantor polisi itulah, Syarif mulai berubah 180 derajat. Yang selama ini menyepelekan keberadaan Aziz, Adon dan kawan-kawannya, mulai merengek-rengek meminta pengampunan dan pertolongan. Apalagi saat polisi menyerahkan keputusan penahanan Syarif pada Aziz dan Adon. Merasa mendapat durian runtuh, Aziz tanpa ragu menunjuk sel! Syarif pun menangis-nangis seperti anak kecil minta permen.

Dengan mencium-cium Aziz, Syarif meminta pengampunan. Bahkan Syarif mengatakan NU Mesir tak perlu melakukan perbaikan atas kerusakan yang ada. Karena masih kesal dan mendapatkan kesempatan itu, Aziz berpaling saja. Syarif pun tak putus asa, bahkan hendak diciumnya kaki Aziz.

Karena pihak pelapor minta terdakwa ditahan, polisi pun menyeret Syarif ke ruang tahanan, dengan kasar tentunya. Dimasukkan ke dalam ruangan pengap itu, Syarif menangis sejadi-jadinya. Bagaimana tidak, ruangan yang cukup sempit itu bahkan tak ada penerangan sama sekali. Dan dindingnya tak terbuat dari terali, melainkan tembok yang tertutup rapat. Begitu juga dengan pintunya yang terbuat dari besi. Hanya ada ventilasi kecil berukuran sekitar 5X30 cm.

Tak henti-hentinya Syarif menangis dalam sel. Sementara Aziz terus dimintai keterangan oleh pihak kepolisian. Saat ditanya paspor, Aziz sempat gelagapan, karena sudah cukup lama belum memperpanjang ijin tinggal atau visa. Karena paspor tertinggal di rumahnya yang tak jauh dari NU Mesir, Adon dan Abi Lacon yang tiba di kantor polisi sesaat sebelumnya mengambilkan paspor Aziz. Beruntung, kemudian polisi tak mengecek visanya, hanya menanyakan nomor paspor, entah karena tak paham dimana semestinya tertulis visa atau kenapa.

Ketika itu, Syarif sudah mulai melemah suaranya. Tapi dengan merengek-rengek seperti orang cengeng, masih mencoba meminta pengampunan dari Aziz. Aziz lalu diakuinya sebagai teman baiknya. Tak cukup dengan itu, Syarif juga merengek pada Aziz, supaya jangan sampai tega membiarkan dirinya melewati hari raya idul adha di sel tahanan. Syarif mengaku takut tak dapat menikmati hewan kurban yang bakal datang esok lusanya. Syarif lupa, dimana beberapa saat sebelumnya, menggertak aktifis NU Mesir dan juga mengaku sebagai orang Yahudi, ketika diingatkan bahwa sesama Muslim adalah saudara dan tak boleh berbicara lantang apalagi mengancam.

Setelah mendengar rengekan seperti itu, juga mendapat masukan dari Abi Lacon, hati Aziz pun mencair. Rasa kemanusiaanya kembali muncul, dan merasa kasihan pada Syarif.
Syarif pun dikeluarkan dari tahanan dan kembali menciumi Aziz, sembari mengungkapkan pujian-pujian, mengaku-aku bahwa Aziz adalah kawan baiknya dan mengatakan NU Mesir tak perlu repot melakukan perbaikan-perbaikan dalam rumahnya.

Tak mau kecolongan, Aziz pun cerdik, bahwa pernyataan itu harus dibubuhkan dalam hitam di atas putih. Polisi lalu menyediakan kertas dan pulpen, menuliskan poin-poin kesepakatan antara Syarif dan Aziz (mewakili NU Mesir). Setelah selesai, ditandangani keduanya dan juga diketahui oleh kantor polisi.

Ternyata tak cukup sampai di situ, Syarif dan Aziz juga harus ke kantor Syurthoh Qism Awal Nasr City (setingkat polsek). Di kantor polsek, suasana sudah tak setegang di kantor nuqthoh, meski Syarif sempat juga beberapa kali digertak petugas. Karena Aziz sudah mengajak berdamai, Syarif juga tak dapat mencicipi sel tahanan polsek. Namun, keduanya kembali diminta membuat surat kesepatakan, sama seperti saat di kantor nuqthoh.

Tak lama setelah itu, sekitar pukul dua dini hari, semuanya selesai. Syarif pun tak lupa kembali menciumi Aziz dan juga Adon.[]

Bawabah Tiga, 30 Desember 2006

Monday, December 11, 2006

Anggota FKB DPR-RI Sambangi PKB Mesir



Di sela-sela tugas kunjungan kerja Pansus RUU Haji DPR-RI, salah seorang pengurus DPP PKB, Helmy Faisha Zaini menyempatkan menemui pengurus PKB Mesir. Kamis (7/12/2006) malam di lobi Sheraton Cairo Hotel, anggota DPR dari daerah pemilihan Jawa Barat VIII ini menyampaikan banyak hal berkaitan dengan kondisi terakhir di tanah air.

Ada cukup banyak hal yang menarik dicermati dari pertemuan pengurus PKB Mesir dengan anggota Komisi VIII ini. Hal pertama yang diingatkan oleh mantan aktifis IPNU ini adalah mulai memudarnya kalangan nahdliyin dalam meramaikan (baca: melestarikan) masjid. Sudah cukup banyak masjid yang awalnya melestarikan budaya NU, kini berpindah tangan pada orang-orang dengan ideologi berbeda.

"Sehingga yang namanya tahlil, shalawatan, barzanji, itu tidak ada di masjid tersebut, padahal sebelumnya sudah hampir jadi 'kewajiban' di situ," ujarnya. Selain karena faktor eksternal yang memang "menyerang" komunitas nahdliyin di masjid-masjid itu, penyakit internal juga memang tak bisa dipandang sebelah mata.

Sementara orang lain dengan semangat militansinya meramaikan (dan merebut-rebut) masjid, orang-orang NU justru malas sekadar untuk adzan. Hal ini yang menurutnya patut menjadi perhatian. "Bangun subuh saja susah, bagaimana kita bisa melestarikan budaya NU selama ini," katanya. Tapi memang ada di beberapa tempat, lanjutnya, 'perebutan' masjid itu sendiri sampai menghalalkan segala cara.

"Jadi jangan menyesal kalau suatu ketika, tahlil, barzanji dan budaya kita yang lain justru bakal dilarang," tegasnya. Helmy mengingatkan apa yang terjadi pada jamaah Ahmadiyah bisa saja terjadi pada NU di masa yang akan datang, jika tidak ada kesadaran untuk terus "menjaga" masjid dari masuknya ideologi Wahabi dan sejenisnya.

Intinya, di beberapa lokasi, NU kultural semakin terdesak. "Kalau jaman Mbah Hasyim Asy'ari dulu, paham Wahabi dikhawatirkan para ulama tapi masih jauh di Arab Saudi sana, sekarang sudah ada di depan kita," terangnya. Hal ini karena orang lain bergerak dengan militansi, sementara orang NU justru malas.

Sementara soal kiprah politik PKB, pria kelahiran Cirebon ini mengatakan beberapa saat yang lalu, Fraksi PKB di DPR-RI sukses meloloskan usulan pemberian beasiswa kepada 700 ribu santri madrasah. Selama tahun 2006-2007 ini, mereka yang belajar di madrasah/pondok pesantren akan mendapatkan perhatian langsung pemerintah. "Hal ini sama sekali tak terpikirkan dalam masa orde baru," katanya. Namun, imbuhnya, sebenarnya jumlah santri di seluruh Indonesia ada sekitar 2,4 juta, sehingga perjuangan pemerataan perhatian pemerintah ini masih belum selesai.

Ketika disinggung mengenai popularitas PKB yang terlihat statis, dia menjelaskan salah satu kelemahan politikus nahdliyin. Selama ini, sering diajarkan bahwa yang namanya berbuat baik itu tak perlu digembar-gemborkan. Di sinilah yang membedakan, dimana perjuangan politik PKB sering tak terdengar.

Sementara ada partai, meski memperjuangkan agenda bersama-sama dengan partai lainnya, setelah agenda itu lolos kemudian dengan bersemangat teriak-teriak dan memasang spanduk bahwa partainya sukses mengegolkan agenda rakyat. Bahkan sekarang ini sudah masyhur ada partai yang mau menolong korban kalau ada wartawan. Di Jakarta misalnya ada banjir, kader partai itu tidak langsung turun tangan sebelum wartawan datang. Kalau sudah keterlaluan seperti itu, tentu saja menjadi tidak baik. "Tapi barangkali memang politik itu harus riya/pamer kebaikan, asal jangan keterlaluan," jelasnya.

Sementara PKB Mesir, diminta utk mengelola organisasi secara profesional. Pemetaan kegiatan dan kaderisasi harus jelas. Pendataan kader dan kemampuan setiap personal juga merupakan kunci, jika PKB ingin bersaing dalam level tertinggi percaturan politik. Terlalu asyik bercengkerama, tak terasa jam menunjukkan pukul 12 malam, padahal pertemuan dimulai sejak dua jam sebelumnya. Karena esoknya Helmy hendak melakukan perjalanan jauh ke makam Imam Syadzily di dekat aswan (ratusan kilometer dari Kairo dan daerah itu tak terjangkau pesawat terbang), pembicaraan pun disudahi.[]

Bawabah Tiga, 11 Desember 2006

Sunday, December 10, 2006

Sudewi Gantikan Aji


Mulai tahun ini, Majelis Perwakilan Anggota (MPA) KSW terlihat makin menggeliat. Hal ini memang merupakan wujud dari harapan dalam dinamika KSW sendiri, bahwa sebenarnya semua elemen dapat saling mendukung, sesuai fugsinya masing-masing.

Setelah melewati RPA dengan sukses, MPA KSW juga menggelar RPLB yang khusus membahas AD-ART organisasi. Hal ini juga dalam rangka revitalisasi peran MPA dalam dinamika KSW.

Penyelenggaraan RPLB pada akhir November lalu, tentu tak lepas dari kepedulian MPA yang tergerak memfasilitasi acara non-reguler itu. Hal ini tak terlepas dari semangat revitalisasi yang selalu terlihat dari wajah murah senyum Ketua MPA KSW, M. Aji Nugroho.

Hanya sayangnya, berkaitan dengan studi S1 sang ketua yang telah berakhir sementara orang tuanya sudah memanggilnya pulang, pergantian Ketua MPA tak terhindarkan. Awalnya anggota MPA yang lain keberatan dengan mundurnya Aji dari majelis tertinggi di KSW itu. Namun karena kondisi yang memaksa demikian, mau tak mau harus terjadi regenerasi dini dalam tubuh MPA KSW periode 2006-2007 ini.

Karena dijadwalkan pada 10 Desember 2006 Aji hendak berangkat ke tanah suci dan ada kemungkinan langsung pulang ke tanah air dari Saudi Arabia, MPA pun mengadakan rapat mendadak. Rapat yang khusus membicarakan proses pergantian Ketua MPA ini digelar di lobi Griya Jateng pada Jumat (8/12/2006) petang.

Dari 7 anggota MPA KSW, 2 orang tak bisa hadir. Yaitu Munirul Ikhwan yang saat ini sedang menjadi temus haji dan Siti Irkhamah yang sudah dihubungi berkali-kali ternyata hp-nya tak aktif. Dari 5 anggota MPA yang ada, maka terdapat 4 calon untuk menggantikan Aji Nugroho.

Setelah melalui adu argumentasi layaknya rapat di era demokrasi, terakhir muncul hanya dua nama sebagai calon kuat pengganti Aji, yaitu Faiz Rozin dan Sudewi. Kedudukan keduanya sama kuat. Hal ini dibuktikan dari dukungan dari anggota MPA yang ada, serta perwakilan DP-KSW, Alex Mahya Shofa.

Karena sama kuat dan malah keduanya saling menyerahkan, terpaksa dilakukan undian untuk menentukan Ketua MPA. Undian dilakukan dengan pelemparan koin. Dengan koin berupa uang 100 rupiah, Faiz Rozin disimbolkan dengan gambar burung kakatua, sementara Sudewi dilambangkan dengan garuda Indonesia.

Bismillah, dilemparlah koin itu. Saat dibuka, tampak gambar garuda, menandakan Sudewi terpilih sebagai Ketua MPA KSW. Setelah sempat grogi, Sudewi kemudian memberikan sedikit sambutan, sebelum acara yang cukup singkat itu ditutup.

Dengan terpilihnya Sudewi, maka ini adalah sejarah baru bagi persamaan gender dalam tubuh KSW. Kalau tahun ini Ketua MPA dijabat oleh seorang perempuan, bukan tak mungkin pada masa yang akan datang Ketua KSW juga dapat direbut oleh kaum Hawa. Toh, tak ada pelarangan perempuan memimpin KSW.[]

Bawabah Tiga, 10 Desember 2006

Kedatangan DPR; PPMI Tahun Lalu Menolak, Kali ini Berdialog

Tepat hampir setahun lalu, beberapa anggota legislatif di tingkat pusat, yang tergabung dalam Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) DPR RI menjalani kunjungan kerja ke Kairo, Mesir. Saat itu adalah masa ramai-ramainya penolakan persatuan mahasiswa Indonesia di luar negeri akan kehadiran anggota dewan ke negara dimana mereka menimba ilmu.

Setelah menjadi bahan pergunjingan di Eropa, kedatangan anggota DPR RI di Mesir pun tak luput dari sorotan media. Seakan tak mau kalah dengan organisasi-organisasi mahasiswa Indonesia di Eropa, mahasiswa di Mesir pun ketika itu membuat pernyataan penolakannya. Melalui PPMI Mesir, para aktifis mahasiswa menolak kedatangan anggota DPR itu. Malah Presiden PPMI Mesir mengirimkan surat kepada pimpinan DPR untuk menegur para anggota dewan yang keluyuran ke luar negeri dengan uang negara.

Tahun ini, kembali Mesir didatangi rombongan anggota DPR. Rombongan anggota legislatif lintas fraksi dan lintas komisi ini, berjumlah 17 orang. Kedatangan mereka kali ini adalah dalam rangka studi banding pelayanan ibadah haji.

Bedanya, tahun ini kedatangan anggota dewan yang terhormat itu tak menuai pro-kontra. Baik di media-media tanah air apalagi di kalangan mahasiswa Indonesia di Mesir, tak ada yang yang menyulutkan suara keberatan. Bahkan kontras dengan pendahulunya, jajaran pengurus PPMI menemui ketua rombongan dan sempat berdialog.

Dari dialog itu, diketahui anggota rombongan adalah mereka yang duduk sebagai Pansus RUU Haji. Awalnya, pengurus PPMI berharap rombongan DPR dapat berdialog dengan mahasiswa secara umum dan massal. Namun dijawab oleh ketua rombongan, bahwa jadwal anggota DPR di Mesir padat, sehingga dengan berat hati keinginan untuk bertatap muka langsung itu tak dapat dikabulkan.

Maka yang terjadi, pertemuan hanya bisa dilakukan antara ketua rombongan, yang juga merupakan anggota Fraksi Partai Golkar, dengan jajaran pengurus teras PPMI, ditambah Ketua MPA dan Ketua BPA. Dari pertemuan tersebut, rombongan DPR juga meminta masukan dari mahasiswa. Sayang, di antara pucuk pimpinan PPMI itu, tak ada satu pun yang pernah menjadi temus haji. Padahal, mahasiswa Kairo sangat diharapkan masukannya dalam hal ini.

Namun, dialog bilateral ini tetap berjalan hangat. Banyak masukan-masukan yang sempat dikomunikasikan di antara kedua belah pihak. PPMI juga sempat menanyakan, kenapa Pansus RUU Haji ini tidak studi banding ke Malaysia yang pelayanan hajinya terlihat lebih tertib. Dijawab oleh ketua rombongan RUU Pansus Haji itu, bahwa jamaah haji Malaysia jumlahnya jauh lebih sedikit, jadi kurang cocok dijadikan perbandingan. Sedangkan Mesir, termasuk 3 besar jumlah jamaah haji, setelah Indonesia dan Turki.

Dari studi banding yang dilakukan, ternyata kewenangan pelayanan ibadah haji di Mesir lebih banyak berada di institusi Departemen Dalam Negeri. Meski di sisi lain tetap bekerjasama dengan pihak terkait, seperti Kementerian Pariwisata (untuk penyediaan transportasi), Kementerian Wakaf dan yang lainnya. Bahkan diakui oleh pemerintah Mesir sendiri, mereka masih belum bisa maksimal dalam melayani jamaah haji.

Oleh PPMI, dijelaskan pula bahwa kelihatannya pelayanan haji di Mesir lebih banyak dilakukan oleh swasta. Mahasiswa Indonesia yang setiap tahunnya berjumlah ratusan berangkat haji juga mendaftar melalui travel-travel. Cukup banyak hal yang dapat disampaikan PPMI pada ketua rombongan.

Selain para pejabat teras PPMI, kedatangan anggota DPR ini juga dimanfaatkan oleh mahasiswa lainnya. Kamis (7/12/2006) malam, terlihat cukup banyak mahasiswa Indonesia bercengkerama di lobi Sheraton Cairo Hotel, tempat para anggota DPR menginap. Saat ditanya, ada yang mengaku sebagai kerabat ataupun teman lama anggota legislatif, juga hubungan afiliasi organisasi.

Dari kalangan aktifis organisasi, tampak beberapa pengurus Wisma Nusantara, pengurus Kesepakatan Mahasiswa Minang (KMM) dan aktifis PKB Mesir. Pengurus KMM yang saat itu sedang menuju lift di lantai 1, mengatakan mereka hendak menemui anggota DPR yang berasal dari Sumatra Barat. Selain itu, di lobi hotel tampak juga pengurus PKB Mesir bercakap-cakap cukup serius dengan Helmy Faishal Zaini, yang memang anggota Fraksi PKB di DPR. Ternyata, kedatangan anggota DPR belum tentu tak memberi manfaat; entah besar atau kecil.[]


Bawabah Tiga, 9 Desember 2006

24 Tahun Baru 2 Kali ke KFC


Bagi orang kampung seperti saya, makan di restoran Kentucky Fried Chicken atau yang lebih dikenal singkatannya sebagai KFC barangkali menjadi kesenangan tersendiri. Maklum, alih-alih makan di restoran siap saji terkenal seperti itu, dapat makan ayam sebulan sekali saja barangkali sudah senang.

Memang selama di Mesir, makan dengan lauk ayam sudah bukan hal yang mewah. Selain harganya yang tak terlalu mahal, budaya orang Mesir --juga mahasiswa Indonesia di Mesir-- memang tak menganehkan makan dengan lauk daging sapi, kerbau, ayam atau hati.

Namun, bagi saya makan di KFC tetaplah spesial. Saya bukanlah orang yang dapat dengan mudah membelanjakan uang untuk makan di tempat mahal --karena memang tak cukup punya uang. Maka ketika pertama kalinya berkesempatan makan di KFC, saya senang sekali.

Waktu itu, sekitar Mei 2005. Karena cukup aktif di PKB, saya diajak pengurus PKB Mesir untuk menemui salah seorang tokoh PKB, Abdul Wahid Maktub, yang ketika itu menjadi Dubes RI di Qatar dan sedang mengikuti pertemuan antar Kepala Perwakilan RI di negara-negara Timur Tengah.

Awalnya, ketika pertemuan pertama --ada dua kali pertemuan-- pertemuan selanjutnya dijadwalkan dilaksanakan di restoran. Maka, kami sepakat tidak perlu makan dulu sebelum pertemuan yang kedua. Namun tak dinyana, karena satu dan lain hal pertemuan kedua tetap dilakukan di lobi Hotel Sheraton Gezira.

Saking asyiknya, waktu yang dibutuhkan untuk bercengkerama ternyata lumayan lama. Awalnya tak terasa lapar, tapi justru setelah selesai dialog semua merasa lapar. Beruntung sang dubes kemudian memberikan uang saku. Sebagai ganti kita tak jadi pertemuan di restoran, kata sang dubes waktu itu.

Maka, saat pulang menuju ke rumah, kami sepakat mampir dulu ke restoran. KFC yang menjadi tujuan, tentu saja saya senang. Apalagi itu memang untuk pertama kalinya saya makan di restoran mahal.

Uniknya, makan di KFC yang kedua kalinya juga bersama pengurus PKB lagi. Meski sudah berganti personal, Kamis (7/12/2006) malam saya kembali diajak pengurus PKB untuk menemui salah seorang anggota DPR dari Fraksi PKB yang mampir ke Mesir. Kejadiannya hampir sama, pertemuan dilakukan di lobi hotel, lalu mendapatkan uang saku dan kami mampir ke KFC.

Kalau makan di KFC "sudah" dua kali, maka mampir di McDonalds atau yang sering disebut McD saya baru sekali. Itupun juga tak sengaja, dan lagi-lagi bukan dengan uang sendiri--maklum bukan orang mapan.

Saat masih menjadi Ketua KSW, saya cukup sering bersilaturahmi ke rumah bapak-bapak penasehat KSW. Pada suatu ketika, saat asyik bercengkerama dengan bapak penasehat dan istrinya, ada salah seorang anaknya yang kelas 4 SD mendapat telpon. Melapor pada sang ibu, rupanya ia diajak makan di luar oleh teman akabnya.

Sang ibu awalnya terlihat agak keberatan, karena memang sang anak susah sekali disuruh makan di rumah, sementara kalau diajak makan temannya bersemangat. Bahkan kalau sudah diajak makan di luar atau menginap di rumah teman, jadi lama pulangnya. Maka, sebagai syarat diperbolehkan memenuhi ajakan temannya itu, sang anak harus langsung pulang setelah makan.

Dan, untuk menjaga agar syarat itu betul-betul dilaksanakan, sang ibu meminta saya untuk menemaninya. Tentu saja saya tak bisa menolak, karena memang saya tak punya kesibukan dan tujuan ke rumah bapak penasehat itu sekadar main.

Saat keluar rumah, ternyata tempat yang dituju adalah restoran McD. Setelah menunggu temannya yang datang agak terlambat, kami berempat --temannya bersama bibinya-- masuk ke restoran siap saji itu.

Kedua anak yang sama-sama masih duduk di kelas 4 SD itu, memesan menu dulu. Setelah itu saya ditawari mau makan apa. Wah, saya jadi grogi, karena tak tahu nama menunya apa saja dan bagaimana bentuk persisnya. Maka saya jawab saja biar disesuaikan dengan keduanya.

Keduanya malah menertawakan, katanya yang mereka pesan khusus anak kecil. Saya jadi keki juga. Lalu saya melihat satu menu, setelah saya sebutkan menu itu mereka tertawa lagi. Wah, untuk kedua kalinya berturut-turut saya jadi malu. Ternyata menu itu tak cocok untuk saya.

Beruntung sang bibi yang ikut bersama kami menunjukkan menu yang kiranya pas untuk saya. Saya tentu menurut saja. Alhamdulillah, dapat pengalaman berharga. Karena belum tentu dengan uang sendiri bisa cukup untuk makan di tempat seperti itu.[]

Bawabah Tiga, 9 Desember 2006

Sedih, Tidak Jadi Dapat Keponakan

"Gus,anaku dh lahir,cwok 3 des kmrn.tp g'lm dipanggl allah.doain y,mg kt sbr&dpt gnt yg lbh baik"
Sender:
Enis
+6281654950378

Itu adalah isi sms yang aku terima di suatu tengah malam. Refleks saja aku berucap: Inna lillahi wa inna ilaihi rajiun. Kaget, tak percaya rasanya mendengar kabar itu. Sedih sekali, tentu saja. Apalagi sms itu dikirim oleh teman dekat. Kebetulan pasangan suami-istri yang mendapat ujian itu keduanya merupakan teman dekat semua.

Fathul Huda (Fatul) dan Khoirun Niswatin (Enis), kedua temanku yang sedang diuji Allah itu. Keduanya sudah setahun ini menikah, beberapa hari setelah Enis menginjakkan kakinya di tanah air setelah menimba ilmu di negeri kinanah. Sementara Fatul sudah beberapa bulan sebelumnya menyelesaikan kuliah di Al-Azhar, lalu mengajar di sebuah sekolah di Jawa Timur.

Fatul dan Enis merupakan pasangan yang cocok. Aku sendiri tak pernah mendengar ada cekcok di antara mereka. Kalaupun aku yakin pernah, tapi rasanya tak menyulitkan hubungan mereka berdua. Hingga saat Enis tiba di tanah air, aku tak kaget keduanya segera melangsungkan pernikahan.

Keduanya sangat baik pada semua orang. Termasuk aku, tentu saja senang berteman dengan mereka, yang tak pernah sungkan membantu temannya, atau sekadar mentraktir makan bersama.

Maka ketika mendengar Enis melahirkan dan bayinya tak lama menghirup udara dunia, aku ikut sedih. Salah seorang calon keponakanku belum sempat bertemu dengan pamannya. Tapi apa mau dikata, yang terkena musibah pun terlihat sabar dan tegar, aku juga hanya bisa mendoakan, semoga ujian ini menjadi batu loncatan menuju masa depan yang lebih bahagia, baik di dunia maupun akhirat.[]

Bawabah Tiga, 9 Desember 2006