Monday, April 02, 2012

Satu-satunya Trik Mendidik Anak-Anak*

Saya punya adik ipar cukup banyak. Maklum, istri adalah si sulung, sementara keluarganya termasuk penganut setia program KB (Keluarga Besar) alias keluarga dengan jumlah anggota yang besar. Salah seorang adik iparku adalah seorang perempuan berusia 11 tahun. Meski belum balig, alhamdulillah dia sudah tidak pernah meninggalkan shalat.

Namun, karena justru merasa belum balig itulah kadang keinginannya untuk meremehkan shalat menjadi begitu besar. Terutama saat shalat subuh, di mana malamnya tidak terbiasa tidur cepat, otomatis paginya agak susah bangun. Tidak jarang dia harus menangis dulu sebelum mau benar-benar bangun dan beranjak menuju kamar mandi untuk bebersih dan wudhu lalu shalat.

Dia akan lebih mudah dibangunkan kalau ada maunya saja. Misalnya saat hari libur, paginya saya dan istri berniat jalan-jalan, sementara dia ingin ikut serta. Dengan syarat bangun pagi untuk ikut diajak, dia pun akan dengan bergegas bangun saat subuh. Atau saat hari-hari tertentu dia harus datang lebih pagi ke sekolah, maka dia meminta dibangunkan lebih awal dan dengan sendirinya dia akan langsung melek meski cuma ditepuk ringan di kakinya.

Suatu ketika, saya baru pulang dari luar kota dengan membawa oleh-oleh cukup langka. Terlebih, oleh-oleh itu berupa makanan yang sangat disukai anak-anak, termasuk sang adik ipar ini. Demi membuat surprise, saya pun diam saja di kamar dan memanggil-manggil namanya. Ia yang tengah asyik bermain dengan bonekanya tampaknya tak menggubris panggilan saya itu.

Dia memang menjawab “dalem” atau semacam kata “ya”, tetapi tidak datang juga. Saya dan istri hanya mesam-mesem di kamar. Jika dia tidak datang, biarlah oleh-oleh ini kami habiskan. Kami terus memanggil-manggilnya, tetapi rekasinya masih sama. Makin lama rasanya agak kesal, saya pun memanggilnya dengan nada sedikit lebih keras. Rupanya ia masih juga tak menghiraukan.

Akhirnya istri saya mendatanginya dan mengiming-iminginya dengan sesuatu yang sangat menarik minatnya. Dia pun dengan tanggap segera datang ke kamar kami. Berpura-pura seperti jinak-jinak merpati, kami pun sempat hanya memamerkan oleh-oleh itu tanpa boleh disentuhnya. Ia pun menjerit-jerit meminta bagian. Setelah beberapa saat bermain-main, akhirnya ia mendapatkan apa yang ia inginkan. Ia mengatakan bahwa jika kami sejak awal memberi tahu adanya oleh-oleh tersebut di dalam kamar, maka tentu ia akan langsung datang saat dipanggil. Nah...

Usai kejadian itu, saya terpikir: memang seperti inilah manusia pada umumnya. Karena tidak melihat langsung seperti apa wujud balasan pahala yang dijanjikan Allah, kita terbiasa untuk tidak segera bergegas melaksanakan perintah-perintah-Nya.

Untuk itu, beberapa saat kemudian kami kembali memanggil si adik ipar. Saya ceritakan kembali runtutan kejadian pemanggilan tadi, lalu saya analogikan hal itu dengan “kisah-kisah pribadi”-nya pada shalat subuh, dan shalat atau ibadah serta perintah orang tua lainnya.

Saya tekankan, bahwa jika ia tahu betapa indah balasan yang akan ia terima ketika bergegas melek saat dibangunkan untuk shalat subuh, atau ketika ia segera mengiyakan saat diminta membantu orang tua, atau ketika ia cepat-cepat beranjak dari depan televisi saat dibimbing untuk belajar, tentu kelak ia akan melaksanakannya tanpa dibangunkan, tanpa diminta, tanpa dianjurkan. Hal itu sama persis dengan: ketika ia tahu ada oleh-oleh enak di dalam kamar maka ia akan langsung datang saat dipanggil. Sama halnya pula dengan: jika kita tahu setelah shalat kita mendapat hadiah A dari Allah, maka saat mendengar azan kita pun pasti langsung bertakbir.

Ia pun mengangguk-angguk. Saya sendiri pun mengangguk-angguk. Betapa kehidupan dunia ini sederhana: kita sudah terlalu sering mendengar janji surga, tetapi karena kita belum melihat surga itu seperti apa keindahannya, maka kita kadang lebih memilih jalan tercepat menikmati surga dunia, entah apa pun bentuknya.

Namun, karena saya tengah menghadapi anak-anak, tentu saya harus sadar dan sabar. Bahwa anak-anak lebih mudah mencerna pelajaran, tetapi juga lebih mudah melupakannya. Terbukti, keesokan harinya ia masih susah juga untuk dibangunkan saat shalat subuh. Jadi, telaten menghadapi anak-anak memang menjadi kuncinya.[]

Wonoyoso, 2 April 2012

*Judul sudah terpengaruh oleh “aliran berlebihan”, karena kalimat yang dimaksud adalah “salah satu trik mendidik anak-anak”