Senin (30/11), dijadwalkan menjadi hari terakhir Departemen Agama RI menerima berkas lamaran tenaga pendidik dan kependidikan Madrasah Bertaraf Internasional (MBI). Sebagaimana santer diberitakan, termasuk beberapa kali dimuat di koran ini, khususnya Suara Pantura, MBI juga bakal didirikan di Kabupaten Pekalongan.
Madrasah ataupun sekolah dengan standard internasional biasanya memang hanya ada di kota besar atau ibukota provinsi. Namun, kali ini pemerintah Pekalongan juga berkeinginan melangkah lebih maju dengan mendobrak kebiasaan tersebut. Sebuah usaha yang tentu saja patut diacungi jempol.
Sebagaimana dirilis situs resmi pemerintah daerahnya, Kabupaten Pekalongan terpilih karena kultur dan sarana prasarananya dinilai memenuhi syarat. Hal ini juga diamini oleh Kakanwil Depag Jateng H. Masyhudi. Menurutnya, Bupati Pekalongan juga memiliki keinginan kuat dan perhatian besar atas terealisasinya cita-cita ini. (Suara Merdeka, 29/5).
Keinginan kuat dari Bupati ini tentu saja patut diapresiasi. Selain Bupati Pekalongan, pihak lain yang juga patut mendapatkan pujian tentu saja Departemen Agama, baik pusat selaku perencana maupun Kantor Departemen Agama Kabupaten Pekalongan selaku pelaksana lapangan.
Sebagai masyarakat Pekalongan dan sekitarnya, kita tentu merasa senang dan bangga dengan rencana ini. Karena itu, sudah sewajarnya kita turut memberikan andil dalam kelancaran pelaksanaan pembangunan dan perjalanan MBI itu nantinya. Contoh baik sudah diberikan oleh warga Kecamatan Kesesi, yang legowo meski lokasi MBI dipindahkan dari daerah mereka ke Kecamatan Kedungwuni.
Kita pun tidak boleh berpangku tangan hanya melihat (dan berharap) madrasah tersebut akan benar-benar dapat mencetak kader muslim yang andal yang mampu bersaing di dunia internasional. Apa pun profesi ataupun latar belakang kita, sudah pasti kita dapat memberikan andil agar cita-cita pendirian MBI dapat terwujud. Paling tidak, doa kita agar pembangunan MBI benar-benar bermanfaat sesuai tujuan kiranya dapat menolong para stakeholder yang terlibat langsung dalam proyek MBI ini.
MBI, sebagaimana disebutkan dalam official website-nya (www.madrasah-internasional.net), diproyeksikan menjadi madrasah yang mempunyai keunggulan lokal dan daya saing global dalam ilmu pengetahuan dan teknologi serta akhlak mulia. Dengan pengajaran berbasis bahasa Arab dan Inggris, MBI diharapkan dapat mencetak lulusan yang kompetitif dan tentu saja memiliki kualitas di atas rata-rata.
Oleh karena itu, sedari awal, pembangunan fisik, sarana, dan prasarana MBI harus benar-benar dilakukan dengan standard dan pengawasan tingkat tinggi. Hal itu karena sudah terlalu lumrah bagi bangsa kita selama ini, adanya proyek-proyek besar terkadang justru hanya menjadi "sapi perah" bagi kalangan tertentu untuk memperkaya diri.
Dalam pembangunan MBI ini, hal-hal semacam itu tentu harus dihindari. Tidak hanya karena jumlah nominal pembangunan fisiknya yang bernilai miliaran, tetapi karena pendirian MBI merupakan salah satu langkah penting menuju kemajuan bangsa. Jika dibiarkan terjadi penyimpangan dalam tahap awal, baik pembangunan fisik maupun perekrutan tenaga pendidik dan kependidikannya, dikhawatirkan cita-cita yang diharapkan itu akan kabur, atau akan makin mengabur seiring berjalannya waktu.
Jadi, perlu kepedulian semua pihak untuk terus memerhatikan setiap langkah demi langkah perjalanan MBI ini dari awal. Pemkab Pekalongan selaku penyedia lahan tidak boleh "dikalahkan" oleh makelar tanah yang terkadang berspekulasi. Demikian juga pihak yang ditunjuk Depag RI untuk membangun gedung-gedung MBI, harus benar-benar menjalankan proyeknya sesuai bestek.
Depag RI selaku pemilik proyek juga tidak boleh begitu saja menyerahkan proyeknya kepada rekanan. Bahkan, jika perlu secara berkala melakukan inspeksi jalannya pembangunan. Hal ini agar jangan sampai terjadi kesalahan sekecil apa pun. Dengan begitu, rekanan juga akan selalu mawas dan serius menjalankan tugasnya.
Di sisi lain, perekrutan tenaga pendidik dan kependidikan yang konon berjalan bersamaan dengan pembangunan fisik juga tidak boleh dilakukan serampangan. Cita-cita tinggi mencetak lulusan yang pandai berbicara bahasa Arab-Inggris tentu meniscayakan civitas akademika yang paling tidak menguasai salah satu bahasa PBB itu. Tentu akan lebih kompetitif jika tenaga pendidik yang kelak direkrut telah menguasai dua bahasa asing itu.
Oleh karena itu, perekrutan seluruh tenaga MBI—kepala madrasah, pengasuh asrama, tenaga pengajar, tenaga administrasi, perpustakaan, laboratorium, dan pranata komputer—kiranya tidak dilakukan dengan asal tunjuk. Harus dilakukan seleksi ketat dan fair untuk menggapai angan-angan yang seperti di awan itu.
Jangan ada lagi proyek-proyek besar hanya dilakukan untuk mencapai target penyerapan anggaran, apalagi hanya menjadi ajang "bagi-bagi kue". Mari majukan bangsa dengan pendirian MBI yang sesuai peranan sesungguhnya.[]
Pujut, Ujung Nov 09