Thursday, December 09, 2010

Kesempatan Emas Mengiringi Muharram

Allah swt. berfirman,
إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِندَ اللهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَات وَالأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ....
"Sesungguhnya jumlah bulan menurut Allah ialah dua belas bulan, (sebagimana) dalam ketetapan Allah pada waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya ada empat bulan haram...." (QS. At-Taubah [9]: 36)

Secara etimologi, haram berarti suci. Maksud dari bulan haram seperti disebutkan ayat ini memang bulan suci. Kitab-kitab turats menjelaskan bahwa bulan suci sebagaimana disebutkan dalam ayat tadi yaitu tiga bulan berturut-turut, yakni Dzulqa'dah, Dzulhijjah, dan Muharram; ditambah Rajab. Jadi, saat ini kita berada pada salah satu bulan suci: Muharram.

Bahkan, dalam Shahih Muslim, terdapat sebuah hadits yang menyebutkan bahwa bulan Muharram tidak saja merupakan bulan suci, malah Muharram disebutkan sebagai syahrullah alias bulan Allah. Sungguh, betapa mulia bulan yang tengah kita jejaki ini sampai-sampai bulan ini disandingkan dengan lafadz jalalah: Allah. Tentu saja kita juga harus menjejali bulan ini dengan amalan-amalan yang mulia. Jangan sampai kesempatan emas yang ada dalam bulan ini terlewat begitu saja tanpa makna.

Tiga hari yang lalu, Selasa (7/12/2010) umat Islam merayakan datangnya tahun baru hijriah. Sudah tidak asing lagi bahwa setiap pergantian tahun, kita dianjurkan untuk berdoa. Itulah salah satu kesempatan emas yang mengiringi Muharram. Tentu saja pada Senin sore kemarin, tepatnya setelah shalat ashar, kita tidak lupa membaca doa akhir tahun, lalu dilanjutkan membaca doa awal tahun usai shalat maghrib.

Namun, jika karena suatu halangan kita terlupa membaca doa akhir dan awal tahun pada Selasa petang kemarin, mari kita simak baik-baik kesempatan mulia yang bakal datang. Kiranya salah satu hal istimewa yang paling dekat adalah puasa Tasu'a dan Asyura, yaitu berpuasa pada tanggal 9 dan 10 Muharram. Tahun ini, insya Allah kita semua sepakat bahwa puasa Tasu'a dan Asyura akan dilaksanakan pada hari Rabu dan Kamis depan (15-16/12/2010).

Anjuran menjalankan puasa Tasu'a dan Asyura ini didasarkan pada hadits-hadits shahih. Rasulullah saw. pernah bersabda,
أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ اللهِ الْمُحَرَّمُ وَأَفْضَلُ الصَّلاَةِ بَعْدَ الْفَرِيضَةِ صَلاَةُ اللَّيْلِ.
"Puasa yang paling utama derajatnya setelah puasa Ramadhan adalah puasa pada bulan Allah, yaitu bulan Muharram. Shalat yang paling utama derajatnya setelah shalat fardhu adalah shalat malam." (HR. Muslim)

Sejarah mencatat bahwa sejak zaman jahiliah, bulan Muharram memang telah dianggap sebagai bulan istimewa. Bahkan, orang-orang Yahudi senantiasa berpuasa pada tanggal 10 Muharram. Hal itu terjadi jauh sejak sebelum datangnya Islam. Hal itu karena pada bulan Muharram, Nabi Musa yang menjadi junjungan mereka diselamatkan oleh Allah swt. dari kejaran Firaun dan bala tentaranya. Saat itu, Firaun bahkan ditenggelamkan oleh Allah swt. di laut Merah. Untuk mengenang hari yang sangat bersejarah itu, mereka pun melakukan ritual puasa.

Ibnu Abbas meriwayatkan bahwa saat awal-awal berada di Madinah sesudah hijrah, Rasulullah saw. melihat orang-orang Yahudi berpuasa pada tanggal 10 Muharram. Beliau bertanya kepada para sahabat ada apa gerangan orang Yahudi berpuasa pada hari itu. Para sahabat menjawab bahwa karena pada hari itu bani Israel yang dipimpin Musa diselamatkan Allah swt. dari kejaran musuh mereka. Musa pun kemudian berpuasa setiap memperingati hari itu.

Mendengar jawaban para sahabat, Rasulullah saw. bersabda, "Aku lebih berhak atas (mengikuti) Nabi Musa (dibandingkan orang Yahudi)." Beliau pun kemudian berpuasa setiap tanggal 10 Muharram tiba. Kemudian karena takut umat Islam akan menganggap bahwa puasa 10 Muharram itu hukumnya wajib, Rasulullah saw. bersabda,
هَذَا يَوْمُ عَاشُورَاءَ وَلَمْ يَكْتُبْ اللَّهُ عَلَيْكُمْ صِيَامَهُ وَأَنَا صَائِمٌ فَمَنْ شَاءَ فَلْيَصُمْ وَمَنْ شَاءَ فَلْيُفْطِرْ.
"Hari ini adalah hari Asyura (10 Muharram). Allah swt. tidak mewajibkan kalian untuk berpuasa pada hari ini. Aku memang berpuasa hari ini, tetapi barang siapa yang ingin berpuasa maka berpuasalah dan barang siapa yang hendak tidak berpuasa maka tidak perlu berpuasa." (HR Bukhari)

Pada kesempatan yang lain, saat Rasulullah saw. berpuasa pada hari Asyura dan beliau memerintahkan para sahabat untuk turut berpuasa, para sahabat berkata, "Wahai Rasulullah, hari Asyura merupakan hari yang dimuliakan oleh orang Yahudi dan Nasrani." Beliau pun menjawab, "Tahun depan insya Allah kita akan berpuasa juga pada tanggal 9 Muharram (Tasu'a)." Namun, belum sampai pada bulan Muharram tahun berikutnya, Rasulullah saw. wafat. (HR. Muslim) Maksud Rasulullah saw. mengajak umat Islam untuk berpuasa juga pada hari Tasu'a adalah supaya menjadi pembeda antara kaum muslimin dan kaum Yahudi-Nasrani.

Lalu, apa sebenarnya manfaat yang dapat dipetik dari puasa hari Asyura? Selain manfaat umum sebagaimana puasa pada lazimnya, puasa pada hari Asyura juga memiliki manfaat khusus bagi yang menjalankannya. Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Umar bin Khaththab bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Aku berharap dengan berpuasa pada hari Asyura ini Allah akan menghapus dosa-dosa selama satu tahun yang lampau." (HR. Muslim)

Mari gapai kesempatan emas yang ada di depan mata ini. Jangan sampai kita menyesal karena melewatkannya begitu saja. Belum tentu tahun depan kita akan menemuinya lagi. Rabbuna yuwaffiq.[]

Demblaksari, 6 Desember 2010

Tuesday, November 30, 2010

Korupsi di Sekitar Kita (3)

Kali ini bukan cerita tentang kasus korupsi wa dzurriyyatihi, justru cerita kontrakorupsi. Kisah didapat dari cerita saat mengunjungi kerabat yang baru pulang dari Tanah Suci. Seperti biasa, orang yang baru saja melaksanakan ibadah haji memiliki segudang cerita untuk dibagi, selain doa tentu saja.

Saga antikorupsi bermula saat Lik Kaji (paman yang baru saja menunaikan berhaji) yang sejak awal keberangkatan ke Tanah Suci sudah sakit-sakitan sehingga saat turun di bandara debarkasi harus mendapatkan perawatan. Maklum, keberangkatannya saja sudah menarik isak tangis keluarga karena kesehatan ngedrop sesaat sebelum tiba di asrama haji pemberangkatan. Pemberangkatannya pun ditunda hingga 2 hari, bahkan sempat hendak ditunda hingga tahun berikutnya. Di Tanah Suci, kondisinya juga naik turun, meskipun—alhamdulillah—akhirnya bisa menyelesaikan seluruh ritual haji dengan sempurna, amin.

Oleh karena itu, saat berada di atas pesawat, dokter kloter senantiasa mengawasinya. Pun saat tiba di bandara debarkasi, ambulans sudah disiapkan demi memastikan kondisinya benar-benar baik hingga sampai ke rumah lagi. Karena merasa sehat-sehat saja, Lik Kaji sempat menolak menggunakan ambulans. Sang istri Lik Kaji yang mendampingi juga tidak ingin kesannya bagi keluarga nanti akan mengkhawatirkan.

Namun, setelah didesak tim kesehatan panitia haji bahwa hal itu demi kebaikan bersama, Lik Kaji dan sang istri pun bersedia mengendarai ambulans. Rupanya, ambulans tersebut tidak sekadar membawa Lik Kaji dan istri ke tempat transit, ruang pemeriksaan kesehatan, rumah sakit, atau sejenisnya. Justru ambulans tersebut memang disediakan untuk mengantarkan Lik Kaji dan istri sampai ke rumahnya.

Dalam perjalanan, Lik Kaji sempat mengeluh tiduran dalam posisi yang kurang tepat. Naik mobil tentu saja tidak senyaman naik pesawat, apalagi jalan raya yang dilalui berkelok-kelok. Karena itu, terdengar beberapa kali Lik Kaji merintih seperti kesakitan. Melihat hal itu, istri Lik Kaji merasa bersyukur karena bersedia naik ambulans. Menurut istri Lik Kaji, jika bersikeras naik bus penjemputan bersama rombongan lainnya, tentu akan merepotkan anggota rombongan, paling tidak mereka bisa khawatir dan merasa prihatin.

Perjalanan darat pun dilalui dengan lebih cepat dibandingkan bus penjemputan. Apalagi sang sopir ambulans juga beberapa kali—atau malah seringkali—memanfaatkan sirene untuk membuka jalan. Bahkan, terkadang iseng saja menyalakan sirene. Entah, barangkali itu untuk mencandai istri Lik Kaji yang memang dari awal meminta supaya sirene ambulans tidak usah dihidupkan sehingga tidak terkesan mengerikan.

Sopir ambulans dan seorang temannya—perawat—pun terkekeh-kekeh saat istri Lik Kaji menggerutu karena mengetahui sirene dibunyikan. Benar-benar mencandai untuk menghibur rupanya. Apalagi, saat sekitar tiga kilometer sebelum sampai rumah Lik Kaji sirene memang tidak dihidupkan sama sekali, sesuai permintaan istri Lik Kaji.

Karena istri Lik Kaji sudah menelpon bahwa sesungguhnya ambulans yang membawa mereka hanya dalam rangka menjaga kondisi, bukan merawat Lik Kaji, keluarga yang melihat Lik Kaji dan istri tampak sehat pun terlihat lebih tenang saat menyambut. Tentu saja pertemuan setelah sekitar empat puluh hari berpisah tetap mengharu biru; karena kebahagiaan yang terlampau besar.

Di sinilah kisah kontrakorupsi berada. Setelah menjalankan tugasnya dengan baik mengantarkan pasien ke rumahnya, sopir ambulans dan petugas kesehatan berpamitan pulang. Sebagai rasa terima kasih, istri Lik Kaji menyiapkan amplop berisi dua lembar kertas merah dan selembar kertas biru untuk mereka berdua. Ajaib! Tanpa basa-basi keduanya menolak dengan halus. "Tentu kami membutuhkan uang, tetapi ini adalah tugas kami sehingga kami tidak berhak menerimanya," begitu kira-kira jawaban kedua petugas tersebut.

Istri Lik Kaji tetap memaksa agar mereka mau menerima, toh uang tersebut bukanlah suap ataupun permintaan mereka (semacam pemerasan). Namun, mereka berdua lebih berkeras lagi menolaknya. "Ini sudah tugas kami, tentu bukan berarti kami ingin menolak pemberian Ibu," jawab mereka.

Luar biasa! Benar-benar mental antikorupsi yang hebat. Jika saja kita semua bermental seperti itu, niscaya kesempatan naiknya angka korupsi dapat semakin ditekan. Syukur-syukur bisa lebih jauh lagi: korupsi dapat dihapuskan dari muka bumi (Indonesia) ini.

Betapa sedikit orang seperti mereka. Karena memang banyak alasan yang logis untuk menerima pemberian seperti itu, apalagi pemberian tersebut benar-benar tulus, sama sekali tidak diminta atau sekadar disinggung-singgung oleh calon penerima. Jadi, untuk menerimanya bukan hal yang haram kan?

Eittt... tunggu dulu, sepertinya kita tidak bisa dengan mudah menghalalkan hal seperti itu. Bisa saja saat itu halal, tetapi saat kesempatan berikutnya, misalnya, giliran bertugas mengantarkan pasien lain, lalu pasien tersebut sama sekali tidak berpikiran untuk memberi "ungkapan terima kasih"—karena memang semua sudah benar-benar ditanggung ONH, apa yang kira-kira ada dalam pikiran si sopir dan temannya? "Ah, orang ini benar-benar tidak pengertian! Sudah dibantu diantarkan, tetapi tidak mau menghargai keringat kita." Begitu mungkin ungkapan yang bisa tiba-tiba muncul dari hati.

Astaghfirullah... tentu saja pemberian yang tadi itu bisa menjadi tidak halal seratus persen lagi. Barangkali seperti inikah salah satu model gratifikasi yang dilarang itu?

Mari lebih berhati-hati menerima pemberian orang lain. Bukan untuk sombong, bukan untuk mengharamkan yang halal, tetapi untuk melawan korupsi![]

Wonoyoso, 9 Desember 2010

Monday, October 04, 2010

Lebaran Kelas Berat

Hari Raya Idul Fitri selalu disambut dengan suka cita dan kemeriahan. Sesuai umur, berarti sudah dua puluh delapan kali saya melewati hari yang biasa disebut juga sebagai hari raya kemenangan itu. Saya pun menikmati datangnya hari yang oleh Upin dan Ipin disebut hari raye itu. Bahkan selama enam kali merayakan Hari Raya Idul di negeri nan jauh, negeri Firaun, rasanya juga fine-fine saja. Dalam artian, meski jauh dari keluarga, tetap saja bisa melewati raya id dengan riang gembira.

Namun, berbeda sekali dengan Idul Fitri 1430 yang baru lewat ini. Hari raya yang seharusnya bisa disambut dengan begitu bahagia, kali ini rasanya begitu getir. Ya, ada cukup banyak alasan yang bisa membuat kegetiran rasanya tidak mau menjauh dari hati ini. Memang harus bersabar, dan karenanya muncul tulisan ini, sekadar untuk curhat sehingga saya berharap dapat sedikit lega mengeluarkan uneg-uneg yang melanda kalbu.

Alasan pertama dan utama adalah tentu karena lebaran kali ini merupakan lebaran paling awal tanpa ada orang yang sangat saya—dan keluarga—cintai dan butuhkan di tengah kami: Bapak. Saya pribadi mungkin bisa tidak terlalu merasakan kekurangan itu karena saya berlebaran di rumah mertua, yang masih lengkap bahkan dengan jumlah keluarga besar yang jauh lebih banyak dibanding keluarga saya.

Namun, bagaimana dengan Ibu yang untuk pertama kalinya setelah berpuluh-puluh tahun berlebaran tidak ditemani belahan hati? Memang sudah hampir setengah tahun Ibu tidak didampingi Bapak dalam keseharian. Duka mendalam yang dirasakan saat kehilangan Bapak mungkin sudah bisa dilupakan sedikit demi sedikit. Hanya saja, rupanya ujian memang harus terjadi jika memang sudah "dijadwalkan" oleh-Nya.

Hari pertama Idul Fitri, masih seperti tahun-tahun sebelumnya, meski tidak seramai tahun-tahun yang lalu, rumah kami tetap didatangi orang-orang sekampung. Begitulah jika rumah masih ditinggali orang yang sudah tua atau dituakan; senantiasa didatangi banyak orang. Ibu yang pada hari-hari akhir bulan puasa mengerahkan tenaga lebih banyak untuk bersiap berlebaran, kondisi fisiknya menurun, meriang dan batuk-batuk. Alhamdulillah masih kuat menunaikan shalat id, tetapi setelah itu ngedrop.

Di luar itu, sempat ada beberapa orang yang datang, saat bersalaman dengan Ibu, tiba-tiba menangis tersedu-sedu. Apalagi jika yang datang masih sanak keluarga, menangis lebih menjadi-jadi dan tanpa sadar terkadang menyebut atau mengingatkan agar Ibu tabah. Tentu hal ini makin mendekatkan lagi Ibu pada bayang-bayang Bapak. Ibu pun menjadi ikut-ikutan menangis tak bisa menahan sedih ataupun haru. Walhasil, sampai hari kelima lebaran, Ibu masih belum sehat betul. Bahkan pada hari kedua hingga keempat, Ibu menemui tamu dengan tiduran di kamar.

Selain Ibu, rupanya Mas Luqman (kakak ketiga saya) dan Kaisa (2 tahun, putri Mas Luq) juga sakit. Mas Luqman terkena gejala typhus, sementara Kaisa sepertinya gejala demam berdarah. Ada pula Dayat (8 tahun, anak ketiga Mba Anis [kakak pertama saya]) yang terkena radang tenggorokan. Mas Luqman tidak fit dari sekitar dua hari sebelum lebaran sehingga hari pertama lebaran pun tidak bisa keliling kampung bermaaf-maafan.

Kaisa malahan sampai harus dirawat di Puskesmas Rawat Inap Limpung pada siang hari kedua lebaran. Malam harinya, Dayat yang tak kunjung membaik juga akhirnya dibawa ke tempat perawatan yang sama. Awalnya Mba Anis sekadar mau menjenguk Kaisa, tetapi kemudian ditelpon orang rumah bahwa Dayat makin rewel. Mbak Anis pun berinisiatif membawa Dayat ke Puskesmas Rawat Inap pula, paling tidak untuk menemani Kaisa.

Ternyata sore keesokan harinya, Kaisa sudah membaik dan diperbolehkan pulang, sedangkan Dayat justru belum sehat juga. Kaisa pun dibawa pulang sehingga terpaksa Dayat sendirian. Malahan, Dayat sampai tiga hari harus dirawat di Puskesmas. Itupun sebenarnya belum terlalu sehat, tetapi karena Dayat sendiri yang selalu minta dibawa pulang. Begitu pula dengan Kaisa, sesungguhnya sama belum terlalu sehat, karenanya saat dibawa ke rumah masih rewel-rewel saja.

Di permukaan bumi yang lain, tepatnya Nganjuk, Mas Hakim (kakak kedua saya), Mbak Hikmah (kakak keempat saya) dan Mas Malik (suami Mbak Hikmah) beserta kedua anak, hendak sungkem pada Ibu, berangkat pada hari kedua malam sekitar pukul 23.00. Baru sekitar lima kilometer perjalanan, rupanya ada pula ujian yang harus mereka lalui. Zebra milik Mas Malik yang mereka tumpangi harus mogok. Mereka pun tidak bisa melanjutkan perjalanan.

Selalu ada solusi dalam setiap permasalahan. Mereka pun memilih kembali dan menyervis mobil di rumah daripada kelak dalam perjalanan harus mogok lagi. Setelah itu, Mas Malik dan Mas Hakim terpaksa ke Jombang untuk mengambil Super Carry milik Mas Hakim. Keesokan paginya, mereka baru bisa melakukan perjalanan lagi. Itupun bukan perjalanan yang mulus-mulus saja karena macet mengadang di mana-mana. Perjalanan yang biasanya dapat ditempuh dalam 7-8 jam, kali ini memakan waktu 15 jam lebih.

Memang lebaran yang berat untuk kami. Ya Allah, kuatkan hati kami dan seluruh kaum muslimin.[]

Demblaksari, 1 Oktober 2010


Khasiat Shalawat

Tadi subuh serasa ada yang menggerakkan tangan untuk memencet remot TV, rupanya menuju SCTV, sebuah film komedi produksi Hongkong. Genre favorit nih. Namun, baru sekian adegan tiba-tiba beralih menuju siaran SCTV lokal Yogyakarta. Hmm... bakal ada siaran yang sedikit amatiran pastinya, pikirku. Remot pun dipencet-pencet lagi berubah-ubah saluran.

Tidak ada juga acara yang cocok hingga akhirnya kembali ke SCTV. Tampak seorang yang memakai blangkon tengah ceramah, menerangkan tentang... shalawat. Tentu shalawat kepada Baginda Rasul Muhammad. Hmm, asyik juga cara SCTV Jogja menunjukkan identitas daerah. Pakaian yang njawani, tetap isi ceramahnya sungguh universal, untuk kalangan penganut agama Islam tentunya.

Dengan bahasa yang renyah dan diselingi candaan-candaan yang rada garing, dipikir-pikir sayang nih tidak mengikuti dari awal sehingga tidak tahu siapa nama penceramahnya. Guyonan yang dimunculkan sebenarnya asyik juga, tetapi karena tidak dihadapi audiens langsung sehingga tidak ada yang tertawa, menjadikan suasana garing. Saya mau tertawa sendiri tentu juga tidak lucu karena hari masih benar-benar sepi.

Saat mendengar ceramah ustadz (demikian ia mengidentifikasi dirinya sendiri) ini, saya mendapatinya tengah menerangkan bahwa seseorang kelak akan bersama orang yang dicintainya. Ia lalu menafsirkan bahwa jika seseorang mencintai artis maka kelak di akhirat orang itu akan bersama artis. Hubungannya dengan shalawat, sang ustadz melanjutkan, jika seseorang kelak ingin berada di surga, ditemani Rasulullah, maka tentu harus mencintai beliau. Nah, salah satu cara yang paling mudah sebagai implementasi mencintai Rasulullah adalah sering-sering membaca shalawat.

Sang ustadz juga mendakwahkan bahwa shalawat memiliki banyak manfaat. Di antaranya sebagai "pengabul" doa, dalam artian dengan diiringi shalawat maka doa tidak akan ditolak oleh Allah swt. Hal ini sudah banyak contohnya. Sebut saja kisah manusia pertama, Nabi Adam, yang dahulu dikeluarkan dari surga dan diturunkan ke bumi, demikian halnya sang istri, Siti Hawa, tetapi keduanya dipisahkan jauh-jauh.

Begitu kangennya Nabi Adam kepada sang istri sehingga selalu berdoa, meminta kepada Allah agar ia dipertemukan lagi dengan Siti Hawa. Bertahun-tahun Nabi Adam berjalan sendirian menyusuri permukaan bumi untuk mencari sang istri tercinta. Selama itu pula ia selalu berdoa memohon bantuan Allah agar segera bisa bertemu Siti Hawa; dan selama itu pula doanya tidak juga dikabulkan Allah.

Hingga suatu ketika Nabi Adam teringat sebuah tulisan di salah satu pintu surga: Muhammad shallallahu alaihi wa sallam. Ia pun kembali memanjatkan doa: Ya Allah, atas kemuliaan asma Muhammad yang tertera di pintu surga, pertemukanlah aku dengan istriku. Tidak lama setelah itu, benar saja, di jabal Rahmah, keduanya bertemu kembali.

Dalam kisah lain, sang ustadz menukil dari kitab Durratun Nashihin, ada seorang yang ketika hidup berkulit putih dan wajahnya pun senantiasa berseri-seri. Namun, saat ajal menjemput, setelah dikafani dan dishalati, ternyata wajahnya berubah menjadi berwarna hitam. Keluarganya yang melihat pun menangis. Apalagi setelah itu muncul sas-sus yang menyebutkan bahwa orang itu berarti mati dalam keadaan su`ul khatimah.

Saat tidur, anak orang yang meninggal itu bermimpi. Dalam mimpinya, ia melihat Rasulullah saw. mendatangi jenazah ayahnya. Beliau terlihat membuka kain kafan sang ayah, lalu mengusap wajahnya dengan tangan beliau yang mulia. Ajaib, seketika itu pula wajah jenazah itu berubah menjadi putih berseri lagi. Sang anak pun heran, bagaimana mungkin Baginda Rasul mau mendatangi ayahnya yang menurut banyak orang dianggap STMJ: shalat terus maksiat jalan.

Sang anak pun bertanya kepada Rasulullah mengapa beliau mau mendatangi ayahnya dan memberikan syafaat beliau kepadanya. Rasulullah menjawab bahwa beliau mendatangi ayahnya karena ayahnya itu rajin membaca shalawat kepada beliau. Setiap kali ada waktu senggang, rupanya sang ayah selalu membacakan shalawat kepada Rasulullah.

Saat terbangun dari tidurnya, sang anak pun segera mendatangi jenazah ayahnya yang memang belum dikuburkan. Ia membuka kain kafan yang menutupi wajah ayahnya. Masyaallah, rupanya apa yang ada dalam mimpinya benar-benar nyata; wajah ayahnya kembali terlihat cerah berseri-seri.

Ada pula cerita lain dari Turki. Alkisah, ada seorang yang begitu mencintai Rasulullah hingga ia menciptakan beberapa bait syair khusus yang berisi shalawat untuk beliau. Bait yang dirangkai nan indah itu pun senantiasa ia panjatkan kepada Rasulullah. Dalam bait itu ia juga mengungkapkan betapa ia sangat merindukan Tanah Suci. Namun, apa daya, ia bukanlah orang yang cukup mampu untuk pergi haji.

Pada saat yang lain, ia juga menulis Alquran secara lengkap dengan tangannya sendiri. Setelah selesai menulis Alquran itu, ia berwasiat kepada anaknya bahwa kelak jika ia meninggal dunia, Alquran hasil tulisan tangan sendiri itu ikut dikuburkan bersama jasadnya. Ketika ia wafat, sang anak pun melaksanakan wasiat ayahnya itu.

Sekitar sepuluh tahun kemudian, sang anak ditakdirkan menjadi orang berada dan memiliki cukup bekal untuk menunaikan ibadah haji. Ia pun berangkat ke Tanah Suci untuk melaksanakan rukun Islam kelima. Di Tanah Suci, selain beribadah, ia menyempatkan diri untuk mampir ke sebuah toko membeli sesuatu. Di toko itu, rupanya ia melihat sebuah Alquran yang menurutnya sangat familiar biasa ia lihat. Saat Alquran itu ia buka, ia sangat takjub, sepertinya Alquran itu persis sekali dengan Alquran hasil tulisan tangan ayahnya.

Ia pun bertanya kepada penjaga toko dari mana mendapatkan Alquran tersebut. Penjaga toko menjawab bahwa Alquran itu didapatkan dari seorang penggali kubur. Sang anak pun meminta dipertemukan dengan penggali kubur dimaksud. Saat bertemu, sang anak bertanya dari mana si penggali kubur menemukan Alquran itu. Si penggali kubur bercerita bahwa saat menggali kubur di Madinah, ia mendapati Alquran tersebut di dalam liang lahat. Sang anak pun meminta diantar ke kuburan dimaksud.

Penggali kubur mengantarkan sang anak ke Madinah tepat di mana ia menemukan Alquran. Sang anak lalu meminta penggali kubur untuk membuka kembali liang lahat tempat ditemukannya Alquran tadi. Luar biasa, saat digali, kain kafan yang menyelimuti jasad itu masih utuh, demikian juga dengan tubuh yang dikubur. Saat melihat jasad itu secara lengkap, sang anak kaget bukan main karena jasad itu adalah jasad ayahnya. Karena syafaat Rasulullah, jasad sang ayah rupanya berpindah dari Turki ke Tanah Suci.[]

Demblaksari, 1 Oktober 2010

Wednesday, September 29, 2010

Syafaat Alquran

Sudah sangat banyak cerita betapa Alquran bisa membantu orang yang "memegang"nya. Kali ini pun ada satu cerita lagi tentang syafaat yang didapatkan dari Alquran. Cerita ini saya dapat saat buka puasa bersama tanggal 27 Ramadhan kemarin bersama alumni almamater MAK TBS Kudus.

Salah seorang adik kelas jauh saya memang seorang hafidz. Kebetulan dia juga seorang gus, putra kiai pengasuh pesantren. Dia yang sejak lulus aliyah dua tahun lalu begitu bersemangat ingin melanjutkan kuliah di Tanah Suci, tahun ini mendapatkan kelempangan jalan.

Beberapa waktu yang lalu, dia ikut tes muqabalah (penerimaan) masuk Universitas Islam Madinah. Tes yang ia ikuti di Pondok Modern Gontor, Ponorogo, Jatim, diikuti ratusan peserta. Ia begitu bersyukur karena dari hampir 90-an peserta yang akhirnya diumumkan diterima untuk kuliah di Kota Suci, posisinya cukup bagus, di angka 20-an. Walaupun sebelumnya ia sangat berhasrat untuk bisa kuliah di Mekah, tetapi diterima di Madinah baginya juga patut disyukuri.

Kali ini bukan dia yang mendapatkan syafaat Alquran, tetapi seorang teman yang baru ia kenal saat masa-masa tes di Gontor itu. Saya sendiri lupa siapa nama temannya itu, tetapi sebut saja Manan, misalnya. Manan ini berasal jauh dari luar Jawa, Ambon kalau tidak salah. Kulitnya yang tidak secerah orang Indonesia bagian barat menarik si gus untuk menyapa.

Saat ditanya, ternyata si Manan sudah tiga hari berada di Gontor. Manan yang menghafal Alquran di sebuah pesantren di daerah Solo mengaku tidak berani maju mengikuti tes wawancara. Karena itu, selama tiga hari pula ia hanya mondar-mandir berusaha mengumpulkan keberanian untuk maju tes. Kepada si gus, Manan beralasan takut mengikuti tes wawancara karena sama sekali tidak bisa bahasa Arab. Untuk membesarkan hati Manan, si gus pun mengaku ia hanya sedikit-sedikit bisa berbahasa Arab, tetapi karena keinginan yang begitu kuat untuk kuliah di Tanah Suci, ia bertekad untuk maju mengikuti tes.

Demi menolong Manan, si gus pun memberi saran agar Manan memberanikan diri mengikuti interview, apalagi diketahui bahwa Manan ini hafal Alquran 30 juz. Manan berkilah bahwa bagaimana mungkin ia bisa mengikuti wawancara, sementara pengujinya didatangkan langsung dari Universitas Islam Madinah yang tentu saja melakukan wawancara dengan bahasa Arab.

Untuk itu, si gus memberi solusi agar Manan menghafalkan sebuah kalimat yang redaksinya kira-kira begini: ana lam astathi' an atakallam al-lughah al-Arabiyyah, wa lakin ana hafizh Alquran kulluh (Saya tidak bisa berbahasa Arab sama sekali, tetapi saya hafal Alquran 30 juz). Oleh Manan, kalimat ini ditulis dalam sebuah kertas.

Manan akhirnya mampu memberanikan diri maju mengikuti tes wawancara, berbarengan dengan si gus (karena bareng inilah si gus bisa menceritakan kisah syafaat Alquran ini). Saat dites, pertanyaan pertama untuk Manan adalah masmuk? (Siapa namamu?). Karena betul-betul buta atas bahasa Arab, Manan tidak tahu apa arti pertanyaan untuknya. Namun, tanpa ragu, ia pun mengeluarkan secarik kertas dan dengan tenang menjawab pertanyaan itu dengan membaca tulisan dalam kertas itu: ana lam astathi' an atakallam al-lughah al-Arabiyyah, wa lakin ana hafizh Alquran kulluh. Sang penguji hanya tersenyum, atau tertawa.

Setelah itu, penguji membaca potongan ayat Alquran dan meminta Manan untuk meneruskan ayat tersebut. Lancar. Ayat berikutnya diujikan, Manan lancar lagi melanjutkannya. Sampai beberapa potongan ayat dibacakan kepada Manan dan ia selalu saja bisa melanjutkannya dengan lancar. Penguji tampak puas dengan Manan hingga ia mengatakan—tentu saja dalam bahasa Arab—kepada Manan bahwa ia menjamin Manan akan lulus dan bisa berkuliah di Madinah. Manan yang tidak tahu apa yang diucapkan sang penguji hanya tersenyum.

Setelah keluar ruang ujian, Manan bertanya kepada si gus sebenarnya tadi apa yang dikatakan penguji di akhir tes. Si gus menjawab apa adanya bahwa itu jaminan kepadanya untuk bisa kuliah di Tanah Suci. Manan pun seperti tidak percaya, tetapi terpancar rasa syukur dan lega di wajahnya.

Benar saja, saat pengumuman penerimaan muncul, nama Manan benar-benar ada! Masya Allah, betapa banyak syafaat Alquran di dunia ini, bagaimana saat di akhirat nanti ya? Allahummaj'alna min ahlil-Qur`an....[]


Demblaksari, 27 September 2010

Sunday, August 22, 2010

Hadits Fase-Fase yang Dialami Manusia

1. Shahih Bukhari

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ اللَّهَ وَكَّلَ فِي الرَّحِمِ مَلَكًا فَيَقُولُ يَا رَبِّ نُطْفَةٌ يَا رَبِّ عَلَقَةٌ يَا رَبِّ مُضْغَةٌ فَإِذَا أَرَادَ أَنْ يَخْلُقَهَا قَالَ يَا رَبِّ أَذَكَرٌ أَمْ أُنْثَى يَا رَبِّ شَقِيٌّ أَمْ سَعِيدٌ فَمَا الرِّزْقُ فَمَا الْأَجَلُ فَيُكْتَبُ كَذَلِكَ فِي بَطْنِ أُمِّهِ.

Artinya:
Anas bin Malik meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Sesungguhnya Allah swt. mengutus seorang malaikat untuk diserahi (mengurus) setiap rahim. Malaikat itu berkata, 'Wahai Tuhanku, ada setetes mani (di rahim).' Malaikat itu berkata lagi, 'Wahai Tuhanku, ada segumpal darah.' Malaikat itu berkata lagi, 'Wahai Tuhanku, ada segumpal daging.' Ketika Allah swt. berkehendak untuk menciptakannya (manusia), malaikat itu berkata, 'Wahai Tuhanku, (manusia ini akan Engkau ciptakan sebagai) laki-laki atau perempuan? Dia akan ditakdirkan sebagai orang yang sengsara aau bahagia? Bagaimana rezekinya? Kapan kematiannya?' Segala hal yang berkaitan dengan itu semua sesungguhnya sudah ditetapkan sejak manusia ada di perut ibunya." (HR. Bukhari)

2. Shahih Bukhari

حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ حَدَّثَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ الصَّادِقُ الْمَصْدُوقُ إِنَّ أَحَدَكُمْ يُجْمَعُ فِي بَطْنِ أُمِّهِ أَرْبَعِينَ يَوْمًا ثُمَّ يَكُونُ عَلَقَةً مِثْلَ ذَلِكَ ثُمَّ يَكُونُ مُضْغَةً مِثْلَ ذَلِكَ ثُمَّ يَبْعَثُ اللَّهُ إِلَيْهِ مَلَكًا بِأَرْبَعِ كَلِمَاتٍ فَيُكْتَبُ عَمَلُهُ وَأَجَلُهُ وَرِزْقُهُ وَشَقِيٌّ أَوْ سَعِيدٌ ثُمَّ يُنْفَخُ فِيهِ الرُّوحُ فَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ حَتَّى مَا يَكُونُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلَّا ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ فَيَدْخُلُ الْجَنَّةَ وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ حَتَّى مَا يَكُونُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلَّا ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ فَيَدْخُلُ النَّارَ.

Artinya:
Abdullah (bin Mas'ud) meriwayatkan bahwa Rasulullah saw.—beliau orang yang jujur dan dapat dipercaya—bersabda, "Sesungguhnya (benih) setiap orang dari kalian ada di dalam perut ibunya selama empat puluh hari, lalu menjadi segumpal darah, juga selama empat puluh hari, lalu menjadi segumpal daging, juga selama empat puluh hari. Kemudian Allah mengutus seorang malaikat untuk mencatat ketetapan empat hal baginya, yaitu (1) amal perbuatannya, (2) kematiannya, (3) rezekinya, dan (4) kesengsaraan atau kebahagiaannya. Setelah itu, janin itu diberi roh (jiwa). Sesungguhnya jika seorang laki-laki yang selama hidupnya senantiasa menjalankan amal selayaknya para ahli neraka sehingga jarak antara dirinya dan neraka itu hanya tinggal sejengkal langkah, tetapi dalam catatan ketentuan (yang sudah ada sejak ia di dalam perut ibunya) itu ia ditetapkan melakukan amal perbuatan ahli surga, lalu ia melakukan perbuatan itu ( di akhir hidupnya) maka ia akan dimasukkan ke dalam surga. Sesungguhnya jika seorang laki-laki yang selama hidupnya senantiasa menjalankan amal selayaknya para ahli surga sehingga jarak antara dirinya dan surga itu hanya tinggal sejengkal langkah, tetapi dalam catatan ketentuan (yang sudah ada sejak ia di dalam perut ibunya) itu ia ditetapkan melakukan amal perbuatan ahli neraka, lalu ia melakukan perbuatan itu (di akhir hidupnya) maka ia akan dimasukkan ke dalam neraka." (HR Bukhari)

3. Shahih Muslim

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ حَدَّثَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ الصَّادِقُ الْمَصْدُوقُ إِنَّ أَحَدَكُمْ يُجْمَعُ خَلْقُهُ فِي بَطْنِ أُمِّهِ أَرْبَعِينَ يَوْمًا ثُمَّ يَكُونُ فِي ذَلِكَ عَلَقَةً مِثْلَ ذَلِكَ ثُمَّ يَكُونُ فِي ذَلِكَ مُضْغَةً مِثْلَ ذَلِكَ ثُمَّ يُرْسَلُ الْمَلَكُ فَيَنْفُخُ فِيهِ الرُّوحَ وَيُؤْمَرُ بِأَرْبَعِ كَلِمَاتٍ بِكَتْبِ رِزْقِهِ وَأَجَلِهِ وَعَمَلِهِ وَشَقِيٌّ أَوْ سَعِيدٌ فَوَالَّذِي لَا إِلَهَ غَيْرُهُ إِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ حَتَّى مَا يَكُونُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلَّا ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ فَيَدْخُلُهَا وَإِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ حَتَّى مَا يَكُونُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلَّا ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ فَيَدْخُلُهَا.

Artinya:
Abdullah (bin Mas'ud) meriwayatkan bahwa Rasulullah saw.—beliau orang yang jujur dan dapat dipercaya—bersabda, "Sesungguhnya (benih) setiap orang dari kalian ada di dalam perut ibunya selama empat puluh hari, lalu selama empat puluh hari pula ia menjadi segumpal darah, lalu selama empat puluh hari pula ia menjadi segumpal daging. Kemudian Allah mengutus seorang malaikat kepadanya. Roh pun ditiupkan kepada benih itu, lalu ditetepkanlah kepadanya empat hal, yaitu (1) rezekinya, (2) kematiannya, (3) amal perbuatannya, dan (4) kesengsaraan atau kebahagiaannya. Demi Dzat yang tiada tuhan selain diri-Nya, sesungguhnya jika seseorang di antara kalian yang selama hidupnya senantiasa menjalankan amal selayaknya para ahli surga sehingga jarak antara dirinya dan surga itu hanya tinggal sejengkal langkah, tetapi dalam catatan ketentuan (yang sudah ada sejak ia di dalam perut ibunya) itu ia ditetapkan melakukan amal perbuatan ahli neraka, lalu ia melakukan perbuatan itu ( di akhir hidupnya) maka ia akan dimasukkan ke dalam neraka. Sesungguhnya jika seseorang di antara kalian yang selama hidupnya senantiasa menjalankan amal selayaknya para ahli neraka sehingga jarak antara dirinya dan neraka itu hanya tinggal sejengkal langkah, tetapi dalam catatan ketentuan (yang sudah ada sejak ia di dalam perut ibunya) itu ia ditetapkan melakukan amal perbuatan ahli surga, lalu ia melakukan perbuatan itu ( di akhir hidupnya) maka ia akan dimasukkan ke dalam surga." (HR Muslim)

4. Musnad Ahmad

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ مَرَّ يَهُودِيٌّ بِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ يُحَدِّثُ أَصْحَابَهُ فَقَالَتْ قُرَيْشٌ يَا يَهُودِيُّ إِنَّ هَذَا يَزْعُمُ أَنَّهُ نَبِيٌّ فَقَالَ لَأَسْأَلَنَّهُ عَنْ شَيْءٍ لَا يَعْلَمُهُ إِلَّا نَبِيٌّ قَالَ فَجَاءَ حَتَّى جَلَسَ ثُمَّ قَالَ يَا مُحَمَّدُ مِمَّ يُخْلَقُ الْإِنْسَانُ قَالَ يَا يَهُودِيُّ مِنْ كُلٍّ يُخْلَقُ مِنْ نُطْفَةِ الرَّجُلِ وَمِنْ نُطْفَةِ الْمَرْأَةِ فَأَمَّا نُطْفَةُ الرَّجُلِ فَنُطْفَةٌ غَلِيظَةٌ مِنْهَا الْعَظْمُ وَالْعَصَبُ وَأَمَّا نُطْفَةُ الْمَرْأَةِ فَنُطْفَةٌ رَقِيقَةٌ مِنْهَا اللَّحْمُ وَالدَّمُ فَقَامَ الْيَهُودِيُّ فَقَالَ هَكَذَا كَانَ يَقُولُ مَنْ قَبْلَكَ.
Artinya:
Abdullah meriwayatkan bahwa seorang Yahudi lewat di depan Rasulullah saw. Orang Yahudi itu tengah berbincang-bincang dengan teman-temannya. Seorang Quraisy bertanya kepada orang Yahudi itu, 'Wahai orang Yahudi, orang ini (Rasulullah saw.) menyangka bahwa dirinya adalah seorang nabi.' Orang Yahudi menjawab, 'Kalau begitu, aku akan menanyakannya tentang sesuatu yang hanya diketahui oleh nabi.' Orang Yahudi itu pun mendatangi Rasulullah saw., lalu duduk di dekat beliau, kemudian berkata, 'Wahau Muhammad, dari apakah manusia diciptakan?' Rasulullah saw. menjawab, 'Wahai orang Yahudi, setiap manusia diciptakan dari campuran antara mani laki-laki dan mani perempuan. Mani laki-laki merupakan mani yang tebal (keras, kuat), darinya tumbuh tulang dan sel saraf. Adapun mani perempuan merupakan mani yang lembut (halus), darinya tumbuh daging dan darah.' Orang Yahudi itu lalu berdiri dan berkata, 'Begitulah jawaban para nabi sebelum dirimu.'" (HR Ahmad)

[]

Tuesday, July 27, 2010

Hadits tentang Keutamaan Surah-Surah di dalam Al-Qur`an

إِنَّ لِكُلِّ شَيْءٍ قَلْبًا وَقَلْبُ الْقُرْآنِ يس وَمَنْ قَرَأَ يس كَتَبَ اللَّهُ لَهُ بِقِرَاءَتِهَا قِرَاءَةَ الْقُرْآنِ عَشْرَ مَرَّاتٍ.

Rasulullah saw. bersabda, "Sesungguhnya segala sesuatu itu memiliki jantung, sementara jantung al-Qur`an adalah surah Yasin. Barang siapa yang membaca surah Yasin maka Allah swt. mencatat bahwasanya ia telah membaca al-Qur`an sebanyak sepuluh kali." (HR. Tirmidzi)


عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ أَنَّهُ سَمِعَ رَجُلًا يَقْرَأُ قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ يُرَدِّدُهَا فَلَمَّا أَصْبَحَ غَدَا إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَذَكَرَ ذَلِكَ لَهُ وَكَأَنَّ الرَّجُلَ يَتَقَالُّهَا فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ إِنَّهَا لَتَعْدِلُ ثُلُثَ الْقُرْآنِ

Abu Sa'id al-Khudri meriwayatkan bahwa ia mendengar seorang laki-laki membaca surah al-Ikhlash secara berulang-ulang. Keesokan paginya, Abu Sa'id memberitahukan hal itu kepada Rasulullah saw. dan mengungkapkan bahwa laki-laki itu masih menganggap bahwa ia membaca (mengetahui) terlalu sedikit dari al-Qur`an. Rasulullah saw. pun bersabda, "Demi Dzat yang jiwaku ada dalam genggaman-Nya, sesungguhnya surah al-Ikhlash itu bobotnya sama dengan sepertiga al-Qur`an." (HR. Malik)


سَمِعْتُ أَبَا هُرَيْرَةَ يَقُولُ أَقْبَلْتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَسَمِعَ رَجُلًا يَقْرَأُ قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَجَبَتْ فَسَأَلْتُهُ مَاذَا يَا رَسُولَ اللَّهِ فَقَالَ الْجَنَّةُ

Abu Hurairah meriwayatkan, "Aku pernah bersama Rasulullah saw. dan mendengar seorang laki-laki membaca surah al-Ikhlash. Beliau pun bersabda, 'Wajib baginya.' Aku bertanya, 'Wajib bagaimana wahai Rasullullah?' Beliau menjawab, 'Wajib baginya surga.'" (HR. Malik)

عَنْ حُمَيْدِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَوْفٍ أَنَّهُ أَخْبَرَهُ أَنَّ قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ تَعْدِلُ ثُلُثَ الْقُرْآنِ وَأَنَّ تَبَارَكَ الَّذِي بِيَدِهِ الْمُلْكُ تُجَادِلُ عَنْ صَاحِبِهَا

Humaid bin Abdurrahman bin Auf meriwayatkan bahwa surah al-Ikhlash bobotnya sama dengan sepertiga al-Qur`an dan bahwa surah al-Mulk akan menjadi juru debat (pembela) bagi orang yang membacanya. (HR. Malik)


...قَالَ أَتُحِبُّ أَنْ أُعَلِّمَكَ سُورَةً لَمْ يَنْزِلْ فِي التَّوْرَاةِ وَلَا فِي الْإِنْجِيلِ وَلَا فِي الزَّبُورِ وَلَا فِي الْفُرْقَانِ مِثْلُهَا قَالَ نَعَمْ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَيْفَ تَقْرَأُ فِي الصَّلَاةِ قَالَ فَقَرَأَ أُمَّ الْقُرْآنِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ مَا أُنْزِلَتْ فِي التَّوْرَاةِ وَلَا فِي الْإِنْجِيلِ وَلَا فِي الزَّبُورِ وَلَا فِي الْفُرْقَانِ مِثْلُهَا وَإِنَّهَا سَبْعٌ مِنْ الْمَثَانِي وَالْقُرْآنُ الْعَظِيمُ الَّذِي أُعْطِيتُهُ

...Rasulullah saw. bertanya (kepada Ubai bin Ka'ab), "Apakah kamu mau aku ajarkan tentang satu surah al-Qur`an yang tidak diturunkan dalam kitab Taurat, Injil, maupun Zabur? Tidak ada pula surah lain di dalam al-Qur`an yang menyerupainya." Ubai menjawab, "Tentu saja, wahai Rasulullah." Beliau lalu bertanya, "Apa yang kamu baca ketika melaksanakan shalat?" Ubai menjawab bahwa ia membaca surah al-Fatihah. Rasulullah saw. kemudian bersabda, "Demi Dzat yang jiwaku ada dalam genggaman-Nya, itulah surah yang tidak diturunkan dalam kitab Taurat, Injil, maupun Zabur? Tidak ada pula surah lain di dalam al-Qur`an yang menyerupainya. Surah al-Fatihah itu merupakan tujuh ayat yang dibaca berulang-ulang dan merupakan pembuka bagi al-Qur`an yang diberikan kepadaku." (HR. Tirmidzi)

لَا تَجْعَلُوا بُيُوتَكُمْ مَقَابِرَ وَإِنَّ الْبَيْتَ الَّذِي تُقْرَأُ فِيهِ الْبَقَرَةُ لَا يَدْخُلُهُ الشَّيْطَانُ
"Janganlah kalian jadikan rumah kalian seperti kuburan (sepi). Sesungguhnya rumah yang di dalamnya dibacakan surah al-Baqarah tidak akan dimasuki setan." (HR. Tirmidzi)

لِكُلِّ شَيْءٍ سَنَامٌ وَإِنَّ سَنَامَ الْقُرْآنِ سُورَةُ الْبَقَرَةِ وَفِيهَا آيَةٌ هِيَ سَيِّدَةُ آيِ الْقُرْآنِ هِيَ آيَةُ الْكُرْسِيِّ
"Segala sesuatu itu memiliki puncak, sementara puncak al-Qur`an adalah surah al-Baqarah. Di dalam surah al-Baqarah ini terdapat ibu (tuan putri) dari semua ayat al-Qur`an, yaitu ayat kursi." (HR. Tirmidzi)

مَنْ قَرَأَ حم الْمُؤْمِنَ إِلَى { إِلَيْهِ الْمَصِيرُ } وَآيَةَ الْكُرْسِيِّ حِينَ يُصْبِحُ حُفِظَ بِهِمَا حَتَّى يُمْسِيَ وَمَنْ قَرَأَهُمَا حِينَ يُمْسِي حُفِظَ بِهِمَا حَتَّى يُصْبِحَ
"Barang siapa yang membaca surah al-Mu`min (Ghafir) ayat 1—3 dan ayat kursi pada pagi hari maka ia akan dijaga sampai sore hari dan barang siapa yang membaca keduanya pada sore hari maka ia akan dijaga sampai pagi hari." (HR. Tirmidzi)

مَنْ قَرَأَ الْآيَتَيْنِ مِنْ آخِرِ سُورَةِ الْبَقَرَةِ فِي لَيْلَةٍ كَفَتَاهُ
"Barang siapa yang membaca dua ayat terakhir surah al-Baqarah maka itu sudah cukup baginya." (HR. Tirmidzi)

إِنَّ اللَّهَ كَتَبَ كِتَابًا قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ بِأَلْفَيْ عَامٍ أَنْزَلَ مِنْهُ آيَتَيْنِ خَتَمَ بِهِمَا سُورَةَ الْبَقَرَةِ وَلَا يُقْرَأَانِ فِي دَارٍ ثَلَاثَ لَيَالٍ فَيَقْرَبُهَا شَيْطَانٌ
"Sesungguhnya Allah swt. telah mencatat (memastikan atau menentukan) sejak dua ribu tahun sebelum Dia menciptakan langit dan bumi bahwa Dia akan menurunkan dua ayat yang menjadi penutup surah al-Baqarah. Jika dua ayat itu dibaca di sebuah rumah selama tiga hari berturut-turut maka rumah itu tidak akan didekati setan." (HR. Tirmidzi)

بَيْنَمَا رَجُلٌ يَقْرَأُ سُورَةَ الْكَهْفِ إِذْ رَأَى دَابَّتَهُ تَرْكُضُ فَنَظَرَ فَإِذَا مِثْلُ الْغَمَامَةِ أَوْ السَّحَابَةِ فَأَتَى رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَذَكَرَ ذَلِكَ لَهُ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تِلْكَ السَّكِينَةُ نَزَلَتْ مَعَ الْقُرْآنِ أَوْ نَزَلَتْ عَلَى الْقُرْآنِ
"Ada seorang laki-laki yang tengah membaca surah al-Kahfi lalu tiba-tiba ia melihat kudanya menghentak-hentakkan kakinya, kemudian sebuah awan atau mendung menaungi ia dan kudanya. Laki-laki itu pun segera mendatangi Rasulullah saw. dan menceritakan apa yang telah ia alami. Rasulullah saw. lalu bersabda, 'Itulah ketenangan yang turun bersama al-Qur`an.'" (HR. Tirmidzi)

مَنْ قَرَأَ حم الدُّخَانَ فِي لَيْلَةٍ أَصْبَحَ يَسْتَغْفِرُ لَهُ سَبْعُونَ أَلْفَ مَلَكٍ
"Barang siapa yang membaca surah ad-Dukhan pada suatu malam maka akan ada tujuh puluh ribu malaikat meminta ampunan untuknya. " (HR. Tirmidzi)

مَنْ قَرَأَ حم الدُّخَانَ فِي لَيْلَةِ الْجُمُعَةِ غُفِرَ لَهُ
"Barang siapa yang membaca surah ad-Dukhan pada malam Jumat maka dosa-dosanya akan diampuni. " (HR. Tirmidzi)

ضَرَبَ بَعْضُ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خِبَاءَهُ عَلَى قَبْرٍ وَهُوَ لَا يَحْسِبُ أَنَّهُ قَبْرٌ فَإِذَا فِيهِ إِنْسَانٌ يَقْرَأُ سُورَةَ تَبَارَكَ الَّذِي بِيَدِهِ الْمُلْكُ حَتَّى خَتَمَهَا فَأَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي ضَرَبْتُ خِبَائِي عَلَى قَبْرٍ وَأَنَا لَا أَحْسِبُ أَنَّهُ قَبْرٌ فَإِذَا فِيهِ إِنْسَانٌ يَقْرَأُ سُورَةَ تَبَارَكَ الْمُلْكِ حَتَّى خَتَمَهَا فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ هِيَ الْمَانِعَةُ هِيَ الْمُنْجِيَةُ تُنْجِيهِ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ
Ada seorang sahabat Rasulullah saw. memasang tenda di atas kuburan karena ia tidak tahu bahwa di bawah tendanya adalah kuburan. Ia baru menyadari setelah melihat seseorang membaca surah al-Mulk hingga selesai. Ia pun kemudian mendatangi Rasulullah saw. dan berkata, "Wahai Rasulullah, aku memasang tenda di atas kuburan karena sebelumnya aku tidak tahu kalau itu adalah kuburan. Aku baru menyadarinya setelah melihat seseorang membaca surah al-Mulk hingga selesai." Rasulullah saw. lalu bersabda, "Surah al-Mulk itu bisa menjadi penahan (siksaan bagi mayit). Surah itu juga menjadi penyelamat yang bisa menyelamatkan mayit dari siksa kubur." (HR. Tirmidzi)

إِنَّ سُورَةً مِنْ الْقُرْآنِ ثَلَاثُونَ آيَةً شَفَعَتْ لِرَجُلٍ حَتَّى غُفِرَ لَهُ وَهِيَ سُورَةُ تَبَارَكَ الَّذِي بِيَدِهِ الْمُلْكُ
"Sesungguhnya ada satu surah di dalam al-Qur`an yang terdiri dari tiga puluh ayat. Surah itu akan memberikan syafaat kepada seorang laki-laki yang membacanya sampai laki-laki itu diampuni dosa-dosanya. Surah itu adalah surah al-Mulk." (HR. Tirmidzi)

مَنْ قَرَأَ إِذَا زُلْزِلَتْ عُدِلَتْ لَهُ بِنِصْفِ الْقُرْآنِ وَمَنْ قَرَأَ قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ عُدِلَتْ لَهُ بِرُبُعِ الْقُرْآنِ وَمَنْ قَرَأَ قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ عُدِلَتْ لَهُ بِثُلُثِ الْقُرْآنِ
"Barang siapa yang membaca surah az-Zalzalah maka ia dianggap telah membaca setengah al-Qur`an. Barang siapa yang membaca surah al-Kafirun maka ia dianggap telah membaca seperempat al-Qur`an. Barang siapa yang membaca surah al-Ikhlash maka ia dianggap telah membaca sepertiga al-Qur`an." (HR. Tirmidzi)

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لِرَجُلٍ مِنْ أَصْحَابِهِ هَلْ تَزَوَّجْتَ يَا فُلَانُ قَالَ لَا وَاللَّهِ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَلَا عِنْدِي مَا أَتَزَوَّجُ بِهِ قَالَ أَلَيْسَ مَعَكَ قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ قَالَ بَلَى قَالَ ثُلُثُ الْقُرْآنِ قَالَ أَلَيْسَ مَعَكَ إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ قَالَ بَلَى قَالَ رُبُعُ الْقُرْآنِ قَالَ أَلَيْسَ مَعَكَ قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ قَالَ بَلَى قَالَ رُبُعُ الْقُرْآنِ قَالَ أَلَيْسَ مَعَكَ إِذَا زُلْزِلَتْ الْأَرْضُ قَالَ بَلَى قَالَ رُبُعُ الْقُرْآنِ قَالَ تَزَوَّجْ
Sesungguhnya Rasulullah saw. pernah bertanya kepada seorang laki-laki, "Apakah kamu sudah menikah, wahai fulan?" Laki-laki itu menjawab, "Demi Allah, aku belum menikah, wahai Rasulullah. Aku memang tidak memiliki apa-apa untuk sekadar dijadikan mahar." Rasulullah saw. bertanya, "Tidakkah kamu hafal surah al-Ikhlash?" Laki-laki itu menjawab, "Ya, aku hafal." Beliau menimpali, "Itu sepertiga al-Qur`an," lalu bertanya lagi, "Tidakkah kamu hafal surah an-Nashr?" Laki-laki itu menjawab, "Ya, aku hafal." Beliau menimpali, "Itu seperempat al-Qur`an," lalu bertanya lagi, "Tidakkah kamu hafal surah al-Kafirun?" Laki-laki itu menjawab, "Ya, aku hafal." Beliau menimpali, "Itu seperempat al-Qur`an," lalu bertanya lagi, "Tidakkah kamu hafal surah az-Zalzalah?" Laki-laki itu menjawab, "Ya, aku hafal." Beliau menimpali, "Itu seperempat al-Qur`an," lalu melanjutkan, "Kalau begitu menikahlah!" (HR. Tirmidzi)

عَنْ عُقْبَةَ بْنِ عَامِرٍ قَالَ أَمَرَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ أَقْرَأَ بِالْمُعَوِّذَتَيْنِ فِي دُبُرِ كُلِّ صَلَاةٍ
Uqbah bin Amir berkata, "Rasulullah saw. memerintahkan aku agar aku senantiasa membaca surah al-Falaq dan surah an-Nas setiap kali selesai melaksanakan shalat (fardhu)." (HR. Tirmidzi)

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقْرَأُ فِي الْعِيدَيْنِ وَفِي الْجُمُعَةِ بِسَبِّحِ اسْمَ رَبِّكَ الْأَعْلَى وَهَلْ أَتَاكَ حَدِيثُ الْغَاشِيَةِ قَالَ وَإِذَا اجْتَمَعَ الْعِيدُ وَالْجُمُعَةُ فِي يَوْمٍ وَاحِدٍ يَقْرَأُ بِهِمَا أَيْضًا فِي الصَّلَاتَيْنِ
Ketika shalat dua hari raya dan shalat jumat, Rasulullah saw. membaca surah al-A'la dan surah al-Ghasyiyah. Jika hari raya bertepatan dengan hari Jumat maka beliau tetap membaca dua surah tersebut saat shalat id maupun shalat jumatnya. (HR. Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, Nasa`i, dan Ahmad)

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَقْرَأُ يَوْمَ الْجُمُعَةِ فِي صَلَاةِ الصُّبْحِ الم تَنْزِيلُ وَ هَلْ أَتَى عَلَى الْإِنْسَانِ وَفِي صَلَاةِ الْجُمُعَةِ بِسُورَةِ الْجُمُعَةِ وَالْمُنَافِقِينَ
Sesungguhnya ketika shalat shubuh pada hari Jumat, Rasulullah saw. membaca surah as-Sajdah dan surah al-Insan. Adapun saat shalat jumat beliau membaca surah al-Jumu'ah dan surah al-Munafiqun. (HR. Nasa`i)

Tuesday, June 15, 2010

Korupsi di Sekitar Kita (2)

Seorang teman bekerja pada lembaga pemerintah yang salah satu tugasnya adalah memberikan lisensi kepada perusahaan swasta untuk mengeluarkan produk tertentu. Aku percaya bahwa ia memiliki integritas yang baik dan kiranya tidak termasuk orang yang mudah tergiur dengan harta—demi mempertahankan idealismenya.

Ia hafal Al-Qur`an, dan hafalannya itu memang sangat berguna untuk menunjang tugas-tugasnya. Selain karena memang lembaga pemerintah itu mewajibkan—atau paling tidak mengutamakan—mereka yang sudah hafal Al-Qur`an.

Suatu ketika sebuah perusahaan seluler A meminta lisensi untuk mengeluarkan salah satu produknya yang berisi muatan Al-Qur`an. Lembaga pemerintah itu pun segera mengecek software dimaksud. Tentu saja sang teman tadi kebagian tugas. Entah apa tugas spesifiknya, tetapi intinya adalah bahwa software Al-Qur`an yang akan ditanam pada ponsel keluaran perusahaan A tadi harus sesuai dengan ajaran Islam.

Setelah diteliti secara mendalam, diputuskan bahwa produk perusahaan A itu layak mendapatkan lisensi dari lembaga pemerintah dimaksud. Entah sekadar sebagai rasa terima kasih ataukah ada maksud lain, perusahaan A tadi memberikan "oleh-oleh" kepada lembaga pemerintah itu berupa sekian unit produk yang sudah berlisensi tadi. Karena jumlahnya cukup banyak, hampir semua karyawan pun kebagian ponsel itu, termasuk sang teman tadi. Alhamdulillah, senangnya dapat bonus....

Namun, di sinilah masalah mulai muncul. Hal ini berkaitan saat beberapa waktu kemudian, perusahaan B juga mengajukan permohonan untuk lisensi yang seirama dengan perusahaan A tadi. Penelitian pun dilakukan oleh lembaga pemerintah tadi. Walhasil, software untuk produk perusahaan B tadi juga dinyatakan layak mendapatkan izin untuk diperbanyak.

Manusiawi memang ketika para karyawan lembaga pemerintah itu menjadi berharap akan mendapatkan perlakuan dari perusahaan B sebagaimana diperlakukan oleh perusahaan A. Mereka pun seakan melewati hari demi hari di belakang meja kantor dengan menunggu kedatangan wakil dari perusahaan B dengan menenteng "oleh-oleh".

Namun, setelah ditunggu sekian lama ternyata tidak ada seorang pun dari perusahaan B datang lagi untuk bagi-bagi hape. Kekecewaan pun tak pelak menaungi wajah para karyawan lembaga pemerintah itu. Sialnya, hal itu diungkapkan pada orang lain, mungkin sekadar ingin curhat. Ia mengatakan, "Perusahaan A itu bagus, mau bagi-bagi hape yang sudah kita beri lisensi. Beda banget sama perusahaan B yang tidak tahu terima kasih; sudah diberi lisensi tapi seperti tidak tahu saja 'aturan main'nya."

Loh, kenapa bisa jadi begini? Hadiah yang tadinya diharapkan sekadar menjadi bonus kok berubah jadi bahan untuk menjelek-jelekkan pihak lain? Jangan-jangan, kalau kelak ada perusahaan B itu meminta lisensi lagi, bakal mendapatkan perlakuan yang tidak adil—semisal dipersulit atau malah tidak diberi lisensi sebagaimana mestinya. Atau bahkan nanti kalau perusahaan C datang maka sejak awal sudah diberi syarat: mau bagi-bagi produknya gak?

Mungkin semacam ini ya namanya gratifikasi. Wajar saja kalau kemudian gratifikasi ini diharamkan karena memang bisa—dan potensinya sangat besar—untuk mengubah kinerja seseorang, termasuk membuatnya tidak ikhlas bekerja.[]


Wonoyoso, 6 Juni 2010

Friday, May 21, 2010

Ketundukan Santri

Pekan lalu, saya mengunjungi sebuah pesantren besar di Jawa Timur. Bertepatan dengan hari Jumat, ibadah shalat jumat pun dilaksanakan di masjid kompleks pesantren tersebut. Tidak ada yang beda dengan masjid kaum nahdliyin pada umumnya, yang pada pukul 11 hari Jumat masjid sudah disesaki jamaah, yang kemudian bersama-sama membaca zikir.

Hanya saja, beberapa saat sebelum bedug tanda waktu shalat masuk dibunyikan, terlihat pemandangan yang jarang atau malah tidak pernah tampak di masjid lain. Shaf jamaah yang tadinya rapat dari depan hingga belakang di dekat pintu, tiba-tiba terbuka.

Hal itu didahului dengan suara tepukan salah seorang santri, lalu tiba-tiba barisan shaf paling belakang membuka sekira cukup dilewati 1-2 orang, lalu diikuti shaf yang di depannya, lalu depannya, lalu depannya lagi, begitu seterusnya sampai shaf paling depan. Tidak itu saja, santri yang berada di dekat shaf yang terbuka itu pun lalu berebutan meletakkan sajadahnya di shaf-shaf yang terbuka.

Rupanya hal itu membentuk semacam jalan dari pintu masjid di belakang hingga bagian masjid di shaf terdepan. Jika diukur, barang kali jalan itu bisa dilalui sekitar dua orang secara berjejeran. Jalan tersebut pun dilengkapi sajadah yang tertata rapi (atau minimal agak rapi) layaknya jalan seorang raja; yang terhampar dengan karpet merah membentang.

Tidak lama kemudian, seseorang tampak berjalan dengan agak cepat melalui "jalan" tersebut. Para jamaah—yang hampir semuanya santri—pun tampak menundukkan kepala mereka saat orang itu melewati shaf-shaf demi shaf dari belakang hingga ke depan. Hmmm... rupanya yang baru lewat itu adalah seorang kiai. Kiai yang tentu sangat dihormati oleh para santrinya.

Fenomena seperti ini barangkali sebenarnya sudah umum terjadi di kalangan pesantren. Ketundukan dan penghormatan yang begitu besar dari seorang santri terhadap kiainya tentu bukan barang aneh di pesantren. Walaupun, di luar sana, bisa saja akan muncul pro-kontra mengenai hal itu.

Pada zaman modern sekarang ini, ketundukan semacam itu mungkin dianggap sebagai pengkultusan individu yang tidak perlu. Bisa saja hal itu malah dianggap sebagai semacam "perbudakan". Namun begitu, tentu saja penghormatan seperti itu bukan tidak mengandung nilai positif. Dalam kitab-kitab klasik, dijelaskan bahwa seorang penuntut ilmu diwajibkan menghormati gurunya. Tentu hal ini merupakan nilai positif yang tidak terbantahkan, bahkan oleh ilmuwan modern sekalipun. Terhadap semua orang kita memang harus hormat, apalagi kepada orang yang memberikan dan menularkan ilmu kepada kita.

Hanya saja, penerjemahan atas penghormatan ini bisa bermacam-macam. Di kalangan pesantren, penghormatan diterjemahkan dengan tatacara seperti fenomena di atas itu; tentu sah-sah saja. Di tempat lain, mungkin ada penerjamahan yang lain sama sekali—berbeda jauh dengan implementasi penghormatan seperti terjadi di pesantren Jawa Timur itu; tentu juga sah-sah saja. Bahkan sesama pesantren pun memiliki tatacara yang berbeda dalam menerjemahkan "kewajiban menghormati guru" itu. Tidak ada yang perlu dipermasalahkan dalam hal perbedaan penerjemahan itu.


Ruang Kuliah KTT, 20 Mei 2010

Thursday, April 15, 2010

Kehilangan

Tidak ada yang tahu kapan kita kehilangan siapa, atau kapan siapa kehilangan kita. Semua terjadi seakan begitu cepat. Belum genap sebulan menikmati bulan madu, ternyata harus menguji hati atas kenyataan pahit.

Ahad pagi, 28 Maret 2010, saya dapat telpon bahwa sakit liver Bapak kambuh. Segera setelah mendapat kabar itu, saya bersama istri pun bergegas menuju terminal untuk mudik. Perjalanan sekitar lima jam mengantarkan kami ke pelukan orang tua. Saat itu rumah sangat ramai karena bertepatan ada peringatan haul wafat kakek kami.

Konon, liver Bapak kambuh karena memaksakan diri turut serta dalam mempersiapkan segala hal yang berkaitan dengan peringatan haul yang biasanya memang dibumbui pengajian dengan undangan cukup banyak. Bapak bahkan memaksa panitia agar undangan para tokoh masyarakat diantarkan langsung oleh Bapak; padahal dokter melarang Bapak bergerak terlalu banyak.

Seminggu sebelum pelaksanaan peringatan haul, Bapak memang tampak sangat sehat. Tak mengherankan jika beliau dengan begitu semagat mengantarkan satu demi satu undangan ke rumah tokoh-tokoh masyarakat di berbagai desa, beberapa juga di luar kecamatan dalam artian dengan jarak yang tidak dekat.

Mungkin akibat kecapaian mengantar surat itu, kaki dan perut Bapak membengkak. Keluarga pun khawatir terhadap kesehatan Bapak. Satu per satu anggota keluarga melarang Bapak meneruskan persiapan kepanitiaan. Namun, karena Bapak tidak merasa sakit, beliau pun tetap meneruskan mengantar undangan. Bahkan, belanja beberapa keperluan juga tetap dilakukan oleh Bapak.

Pada Sabtu, alias satu hari menjelang acara peringatan haul, Bapak ke pasar membeli beberapa keperluan acara. Itu pun ternyata dengan embel-embel membelikan sepeda untuk cucu. Surprise, begitu mungkin rancangan beliau. Hujan yang mengguyur sejak bakda zuhur membuat Bapak basah kuyup saat pulang.

Keluarga pun ketar-ketir dengan kesehatan Bapak. Benar saja, malam harinya, Bapak menggigil dan mengeluh kesakitan. Semalaman sampai tidak bisa tidur. Badan pun semakin membengkak. Keluarga semakin ketar-ketir, tetapi saat disarankan dibawa ke rumah sakit, Bapak menggeleng, bahkan menolak.

Entah kenapa, saat tiba acara peringatan haul, Bapak tampak kembali bugar menerima tamu. Memang saat selesai menerima tamu, Bapak memang minta dituntun untuk kembali ke ruang tidur.

Beberapa saat kemudian, saya bersama istri tiba di rumah. Alhamdulillah, Bapak tampak ceria seakan tidak merasakan sakit parah. Saat kami tanya, Bapak pun mengaku tidak apa-apa (sehat). Kembali saya menyarankan agar Bapak dibawa ke rumah sakit, beliau tetap menolak.

Malamnya, saya bersama keluarga bermusyawarah. Diputuskan bahwa Senin pagi mau tidak mau Bapak harus dibawa ke rumah sakit. Saat pagi tiba di Senin hari, Bapak pun hendak kami tuntun menuju kendaraan. Namun, Bapak kembali tegas menolak, "Tidak ada biaya," kata Bapak. Jawaban yang tentu membuat kami menangis, walau kami sangat menyadari bahwa Bapak memang tidak pernah mau merepotkan orang. Kami lalu segera mengatakan kepada beliau bahwa anak-anak masih memiliki cukup uang untuk merawat Bapak di rumah sakit.

Bapak pun pasrah saat digotong ke dalam mobil, lalu tampak duduk tenang di jok tengah. Kami pun merasa lega saat itu.

Sampai di rumah sakit sekitar pukul setengah sepuluh, kondisi Bapak masih tampak biasa. Begitu sampai tengah hari. Namun, menjelang pukul empat, tiba-tiba kondisi Bapak drop. Keluarga pun segera dikabari. Saya dan istri, juga Mas Hakim dan istri, yang tadinya menunggu rumah pun segera menuju ke rumah sakit.

Sesampai kami di rumah sakit, sekitar pukul setengah enam, Bapak memang sudah tidak sadarkan diri, bahkan bernapas pun harus ditopang alat bantu. Satu per satu anggota keluarga pun bergantian melantunkan kalimat thayyibah di telinga Bapak, sambil memegangi tangan atau bagian lain tubuh beliau. Saat tiba waktu maghrib, giliran saya berada di dekat wajah Bapak, memegangi tangan beliau, sambil membisikkan zikir di telinga beliau; sementara yang lain melaksanakan shalat maghrib.

Tidak sampai sepuluh menit kemudian, saya melihat denyut nadi Bapak semakin mengendur. Sangat jelas dalam bayangan, bahkan hingga saat ini, betapa sedikit demi sedikit, pelan-pelan, "napas" Bapak berjalan dari dada, leher, hingga terakhir wajah beliau tidak bergerak sama sekali. Jantung saya pun berdebar-debar, lalu berlari menuju ruang perawat.

Saat dua perawat datang, mereka segera mengecek denyut nadi di tangan Bapak. Sama seperti yang terus mereka lakukan sejak pukul empat sore hingga beberapa saat sebelum giliran saya berada di dekat Bapak.

"Sudah berapa menit?" tanya perawat. "Baru beberapa saat," jawab Ibu. "Inna lillah wa inna ilaihi raji'un. Enam lebih sepuluh menit. Diikhlaskan ya Pak, Bu...." Entah kenapa, seperti tidak percaya, saya bertanya kepada Ibu, "Kenapa Bu?" Ibu menjawab, "Bapak sudah tidak ada." Saya pun memeluk Ibu erat-erat....

....
.....
......
........

Inna lillah wa inna ilaihi raji'un. Saya pun tidak menyangka saya diberi kesempatan mudik ternyata untuk mengucapkan salam perpisahan dengan Bapak. Allahummaghfir lahu warhamhu wa 'afihi wa'fu 'anhu.[]


Ruang Kuliah KTT, 20 Mei 2010

Wednesday, March 31, 2010

Pernikahan

Momen yang tak mungkin layak untuk dilupakan. Sekian lama menanti, akhirnya masa itu datang juga.










Tuesday, February 02, 2010

Pendaftaran S2 UGM

Buat rekans yang ingin mendaftar S2 di Sekolah Pascasarjana UGM (SPS UGM), silakan menyimak pengumaman di http://um5.ugm.ac.id/index.php/page/151


Prosedur Admisi(Pendaftaran) Program S2 dan S3
Pendaftaran untuk calon mahasiswa Semester I Tahun Akademik 2010/2011 dengan ketentuan sebagai berikut :

1. Untuk calon mahasiswa yang mengajukan Beasiswa Pendidikan Pascasarjana (BPPS) pendaftaran dimulai 28 Desember 2009 s.d 16 April 2010. Syarat utama untuk diusulkan sebagai calon penerima BPPS adalah dosen PTN atau dosen tetap PTS dan telah diterima secara akademik.
2. Untuk calon mahasiswa dengan biaya sendiri/instansi pendaftaran dimulai 28 Desember 2009 s.d 11 Juni 2010.
3. Hasil seleksi untuk calon mahasiswa yang diterima akan diumumkan pada pertengahan Agustus melalui website http://um.ugm.ac.id

Prosedur Pendaftaran

Prosedur pendaftaran calon mahasiswa S2 dilaksanakan melalui internet (online) dengan prosedur :

* Membayar biaya administrasi pendaftaran sebesar
o Rp. 500.000,00 untuk S2 Reguler (Jalur Akademik)
o Rp. 750.000,00 untuk S3 dan S2 Non-Reguler (Jalur Profesi)
o Rp. 1.000.000,00 untuk Spesialis
* Pembayaran dapat dilakukan secara online di Bank BNI seluruh Indonesia, dengan kode :
o 2121 untuk pendaftaran S2 Non-Reguler (Jalur Profesi)
o 2222 untuk pendaftaran S2 Reguler (Jalur Akademik)
o 2323 untuk pendaftaran Spesialis
o 3333 untuk pendaftaran S3
diikuti dengan tanggal lahir ber-format (ddmmyyyy)

Contoh, untuk mendaftar S2 Reguler dengan tanggal lahir 3 November 1980, masukkan 222203111980.
Apabila tanggal dan bulan lahir tidak diketahui, maka tanggal dan bulan lahir yang dimasukkan adalah 1 Januari.
* Jika pembayaran berhasil, maka pada struk pembayaran akan tercantum password untuk mengisi formulir pendaftaran.
* Pada akhir isian formulir pendaftaran, pendaftar akan mendapatkan nomor pendaftaran dan tersedia tombol untuk mencetak formulir pendaftaran sebagai salah satu syarat berkas pendaftaran.
* Mengirimkan/menyerahkan berkas persyaratan pendaftaran ke
Administrasi Program Pascasarjana
Direktorat Administrasi Akademik
Kantor Pusat UGM, Lt. 1, Sayap Selatan,
Bulaksumur, Yogyakarta - 55281
* Mengikuti ujian TOEFL dan TPA pada waktu dan lokasi yang telah dipilih saat pengisian formulir pendaftaran.

Berkas Persyaratan
A. Persyaratan untuk program S2:

1. Salinan ijazah dan transkrip akademik S-1 yang telah dilegalisir.
2. Memiliki IPK minimal 2.75
3. Asal Program Studi S1 telah memperoleh Akreditasi oleh BAN PT.
4. Surat rekomendasi dari 2 orang/pihak yang mengetahui kemampuan akademik calon.
5. Proyeksi keinginan calon dalam mengikuti program S2 yang berisi alasan, harapan, dan rencana setelah selesai kuliah S-2.
6. Surat izin dari instansi/lembaga tempat bekerja (bagi calon yang sudah bekerja).
7. Surat keterangan jaminan pembayaran dari instansi atau surat keterangan kesanggupan biaya sendiri (bermaterei).
8. Bagi yang telah memiliki sertifikat TOEFL atau TPA dapat melampirkan salinannya.
9. Surat keterangan sehat dari dokter.
10. Pelamar BPPS (hanya untuk Jalur Akademik) melampirkan Form A, B, C, D, E dan F dengan dilengkapi fotokopi
10.1 Karpeg/NIK untuk PNS/Karyawan.
10.2 Surat Keputusan sebagai PNS.
10.3 Surat Keputusan Jabatan Dosen.
11. Semua persyaratan dibuat dalam 2 rangkap.
12. Isian formulir lampiran dapat didownload di sini.
13. Amplop berperangko dan ditulisi alamat pelamar
14. Lamaran dikirim/diserahkan ke:

Administrasi Program Pascasarjana
Direktorat Administrasi Akademik
Kantor Pusat UGM, Lt. 1, Sayap Selatan,
Bulaksumur, Yogyakarta - 55281

B. Persyaratan untuk program S3:

1. Salinan ijazah dan transkrip S1 dan S2 yang dilegalisir
2. Memiliki IPK minimal 3.00
3. Asal Program Studi S2 telah memperoleh Akreditasi oleh BAN PT.
4. Riwayat hidup dan riwayat pekerjaan
5. Nama calon pembimbing yang diinginkan/yang telah dihubungi.
6. Surat izin dari atasan (bagi calon yang sudah bekerja).
7. Surat keterangan jaminan biaya pendidikan.
8. Surat keterangan sehat dari dokter.
9. Surat rekomendasi dari 2 orang/pihak yang mengetahui kemampuan akademik calon (mantan pembimbing, mantan dosen, atau atasan)
10. Rancangan usulan penelitian atau lay out untuk program studi tertentu masing- masing 8 rangkap
11. Bagi yang telah memiliki sertifikat TOEFL atau TPA dapat melampirkan salinannya.
12. Pelamar BPPS (hanya untuk Jalur Akademik) melampirkan Form A, B, C, D, E dan F dengan dilengkapi fotokopi
12.1 Karpeg/NIK untuk PNS/Karyawan.
12.2 Surat Keputusan sebagai PNS.
12.3 Surat Keputusan Jabatan Dosen.
13. Semua persyaratan dibuat dalam 2 rangkap.
14. Isian formulir lampiran yang dapat didownload di sini.
15. Amplop berperangko dan ditulisi alamat pelamar.
16. Lamaran dikirim/diserahkan ke:

Administrasi Program Pascasarjana
Direktorat Administrasi Akademik
Kantor Pusat UGM, Lt. 1, Sayap Selatan,
Bulaksumur, Yogyakarta - 55281


Wednesday, January 27, 2010

Entrepreneur, Apaan Sih? (1)

Kira-kira empat tahun lalu, nyaris saja saya menjadi panitia pengarah sebuah seminar organisasi di Kairo yang menggandeng Kementerian Koperasi dan UKM RI tentang entrepreneurship. SK bahkan sudah turun, sayang kerjasama dengan kementerian tersebut—walaupun sudah bertatap muka dengan pak menteri secara langsung—tidak jadi terlaksana. Wallahu a'lam.

Barangkali ada untungnya, karena bisa-bisa penyelenggara akan malu, lha panitia pengarahnya sendiri ternyata belum memahami betul apa itu entrepreneurship. Atau barangkali karena tidak jadi itulah panitia pengarahnya tidak mau belajar lebih banyak tentang "makhluk" aneh yang sering terdengar tetapi jarang diketahui secara detail itu.

So, ada yang tahu apa itu entrepreneur? Hmm.. main tebak-tebakan saja lah. Kira-kira artinya berkaitan erat dengan kemandirian ya. Kemandirian dalam berusaha, maksudnya punya usaha sendiri. Memiliki mata pencaharian sendiri, tidak menjadi anak buah orang lain. Barangkali tidak jauh beda lah artinya sama wiraswasta.

Jika kira-kira begitu pengertiannya, berarti sesungguhnya saya sendiri pernah menjalankannya. Bahkan jauh-jauh hari (atau hitungan belasan tahun malah) mantan calon panitia pengarah ini sudah pernah berpengalaman sebagai entrepreneur itu. Pengalaman! Tentu tidak memandang berhasil atau gagal; yang penting p-e-r-n-a-h.

Kira-kira umur belum genap sepuluh tahun, pernah tuh coba-coba jualan. Uang hasil tabungan—dikumpulkan dari angpaw lebaran dan dikasih saudara ketika berkunjung di luar kota—diminta dari ortu, lalu dibelikan sepaket undian berhadiah. Inget betul, waktu itu lagi rame-ramenya anak-anak seumuran SD senang membeli permen cicak (bentuknya bulat kecil-kecil berwarna-warni seukuran telur cicak) dengan embel-embel selembar kertas yang dibubuhi angka tertentu yang dihubungkan dengan hadiah murah meriah. Hadiahnya bisa berupa permen, kerupuk, mi instan, juga mainan semacam pistol-pistolan dan mobil-mobilan. Tentu saja, lebih banyak kertas tersebut bertuliskan kira-kira: anda belum beruntung.

Lucu juga, hanya demi kesenangan batin anak kecil. Hasilnya tentu tidak ada secara materi. Malah kebanyakan permen-permen itu dimakan sendiri. Jadi hadiahnya juga diambil sendiri, yang kira-kira kalau dihitung mungkin akan lebih murah dibandingkan dengan harga kulakan ya. Kalau nilai total hadiah lebih mahal daripada harga kulakan, tentu pembuat paket itu rugi dari awal.

Itu cerita SD. Di tingkat SLTP, sepertinya tidak ada pengalaman entrepreneurship itu. Baru ketika menginjak bangku SLTA, keinginan untuk "keluar dari belenggu rutinitas" itu muncul lagi. Kali ini dengan membawa beberapa kilo emping melinjo (yang merupakan produk khas daerah asal) ke kota tempat menimba ilmu, Kudus. Sayang, jiwa entrepreneurship itu tidak betul-betul tumbuh, tidak lebih sekadar coba-coba. Hasilnya pun tidak maksimal. Memang bisa mengembalikan modal, maksudnya bisa kulakan lagi, tetapi belum menghitung biaya transportasi, capek, akomodasi dll. Intinya, sekadar dapat uang yang sama persis dengan nilai kulakan, tapi alhamdulillah plus sedikit sisa emping melinjo yang tidak terjual.

Tetapi sepertinya itu tidak benar-benar memuaskan. Sebagai latihan OK lah, hanya saja waktu itu kok cuma nitip ke orang ya. Maksudnya tidak bisa jualan sendiri ke end user. Tentu saja terasa ada yang kurang. Entah karena apa, coba-coba entrepreneurship emping itu pun cuma sekali waktu itu, tidak kemudian diulangi dan diperbaiki.

Di tingkat SLTA juga, pernah mau jualan koran bekas.Waktu itu datang ke alun-alun kota Kudus yang lagi ada wayangan dalam rangka HUT PT Djarum. Entah wayangan entah pengajian, atau malah pengajian yang dilanjutkan dengan wayangan, pokoknya rame banget orang-orang duduk lesehan. Sama teman-teman asrama, berniat membawa tas ransel diisi koran bekas dengan maksud dijual sebagai tempat duduk, yah barang seratus dua ratus perak. Namun, rupanya di antara kami tidak ada yang punya nyali untuk menjajak. Walhasil, koran bekas dengan jumlah yang sama persis dibawa pulang lagi ke asrama, hehe.[]

Pujut, 30 Januari 2010