Thursday, December 20, 2012

Dari Pekalongan, Kembali ke Jakarta via Jogja


Domisili di Pekalongan, tetapi kembali ke Jakarta harus melalui Yogyakarta. Padahal, Yogya ada di sebelah tenggara Pekalongan, sedang Jakarta ada di barat Pekalongan. Namun, begitulah perjalanan kehidupan yang harus dilalui.

Tiga belas bulan tinggal di Jakarta, Februari 2008-Maret 2009 meninggalkan kesan cukup mendalam. Suka dan duka mewarnai perjalanan tiga belas bulan  itu. Sungguh-sungguh berkesan. Banjir, macet, dan polusi adalah hal yang paling menjengkelkan. Dan ketiganya adalah prototip Jakarta.

Jarak dan ketiga prototip Jakarta itu hanyalah merupakan tantangan, bukan hambatan. Atau hambatan yang dijadikan tantangan. Kini tantangan itu harus kembali untuk dihadapi. Diawali dengan berkelana di Yogya untuk melanjutkan kuliah di KTT UGM. Mulai September 2009, Alhamdulillah lulus Agustus 2011, lalu wisuda Oktober 2012.

Setahun berikutnya ada kesempatan, atau tantangan, balik ke Jakarta. Kali ini bukan swasta, melainkan rekrutmen CPNS Kementerian Luar Negeri. Menjadi diplomat adalah impian saat kuliah di Cairo dulu. Bercengkerama dengan para homestaff KBRI Cairo terasa menarik, lalu seperti ingin menarik diri untuk “bergabung” dengan korps mereka.

Itu pula salah satu alasan melanjutkan kuliah di Yogya. Dengan hanya S1, usia sudah habis untuk mendaftar CPNS Kemlu. Jadi, harus S2! Terima kasih kepada M. Najibul Khairi dan Wira Kautsari yang senantiasa “memanas-manasi” enaknya kuliah di KTT UGM. Bandingannya adalah dengan pekerjaan saat itu: editor di penerbit Jakarta.

Kuliah di Yogya berpendapatan (beasiswa) 1,5 juta, kerja berpendapatan 1,4 juta. Kuliah masuk paling 4-5 kali seminggu, itu pun hanya 2-4 jam di kampus tiap datangnya. Kerja masuk 5, bahkan belakangan 6 kali seminggu, mulai jam 8 pagi sampai jam 5 sore, belum kalau lembur. Siapa yang tidak ngiler?

Tapi sebenarnya kalau kondisi kantor masih mengasyikkan, saya tetap tak akan memilih kuliah lagi. Tapi itulah jalan hidup. Keluar kantor Maret 2009. Daftar S2 April 2009. Diumumkan diterima tanpa beasiswa Juli 2009. Eh, rupanya dapat beasiswa pada pengumuman September 2009. Ayo ke Yogya!

Dan rupanya ijazah Yogya itulah yang mengantarkan kembali langkah ke Jakarta yang: macet, banjir, polusi. Apa pun, profesi diplomat adalah impian. Seberat apa pun tantangan, siap dihadapi; cieeeeee…. :D

Yah, itulah yang terjadi. Sekarang, setelah daftar ulang ke Pejambon (5/12/12), lega rasanya. Lega sekali setelah melalui tahapan-tahapan tes yang begitu menguras tenaga. Dan… rasa yang paling terasa tentunya keberuntungan. Ya, tanpa keberuntungan, kiranya berat untuk dapat mengambil bagian dari 60 kursi yang tersedia. Walhamdulillah.[]

Wonoyoso, 19 Des 2012