Wednesday, March 14, 2012

Menanti Pembaruan dari Partsai NasDem

Partai NasDem mungkin akan menjadi satu-satunya partai anyar pada Pemilu 2014 mendatang. Berdirinya Partai NasDem, meskipun mungkin berawal dari kekecewaan sebagian orang di partai lawas, sebenarnya bisa dijadikan model baru partai di Indonesia yang berbeda dengan partai-partai sebelumnya. Tentu saja ada beberapa hal yang harus dipersiapkan agar Partai NasDem ini mendapat simpati masyarakat.

Menurut survei-survei, kepercayaan rakyat Indonesia terhadap partai politik memang cenderung menurun. Partisipasi masyarakat pada Pemilu 2014, pun juga dikhawatirkan akan semakin lebih rendah dibanding pemilu sebelumnya. Hal itu tentu tidak mengherankan mengingat begitu banyaknya politisi yang tersandung kasus hukum dan utamanya tuduhan korupsi.

Nah, di sinilah Partai NasDem harus bisa menunjukkan suatu hal yang baru dalam dunia kepartaian Indonesia. “Hal yang baru”—tiga kata yang patut digarisbawahi—sebenarnya sempat diperlihatkan PKS sebelum Pemilu 2004. Berbekal kader partai militan di legislatif yang benar-benar memperjuangkan rakyat kecil, ditambah kader partai di luar lembaga resmi yang banyak membantu korban banjir dan bencana lainnya. Hasilnya, suara PKS naik berkali-kali lipat pada Pemilu 2004.

Sayangnya, PKS kemudian ikut terjebak dengan permainan partai-partai lain. PKS tak lagi menampakkan idealismenya, malah semakin terjerembab pada pragmatisme sebagaimana partai politik pada umumnya. Walhasil, pada Pemilu 2009, kursi yang mereka dapatkan di DPR tidak beranjak terlalu jauh. Memang tidak menurun, tetapi menunjukkan tidak ada peningkatan signifikan seperti dari 1999 ke 2004.

Untuk itu, jika benar-benar hendak menampilkan gaya baru dalam jagat politik, Partai NasDem harus bersungguh-sungguh meninggalkan gaya yang dianut semua partai yang ada di DPR saat ini. Dengan betul-betul memperjuangkan kebutuhan rakyat kecil, niscaya Partai NasDem akan mendapat simpati luas. Misalnya saja, dengan adanya BAHU (Badan Advokasi Hukum) dalam Partai NasDem, hal itu harus benar-benar dimanfaatkan untuk membela kepentingan rakyat yang terpinggirkan.

Jangan sampai BAHU hanya menjadi pembela kader partai jika ada yang tersangkut kasus hukum. Bahkan—jika perlu—demi menampilkan “hal yang baru” itu, Partai NasDem misalnya saja justru mengkhususkan BAHU ini untuk membela rakyat kecil. Kader partai, yang biasanya merupakan orang-orang elit, tidak perlu mendapat bantuan dari BAHU. Elit-elit partai (dan itu yang biasanya disebut sebagai kader partai) justru pada umumnya orang berduit yang mampu membayar sendiri para pengacara.

Dengan hanya mau membela orang di luar struktur partai, utamanya rakyat kecil, BAHU sebagai kepanjangan tangan Partai NasDem dapat membentuk image partai induknya yang betul-betul peduli pada wong cilik. BAHU juga sebaiknya tidak perlu memberi bantuan hukum kepada kader apalagi pengurus Partai NasDem. Hal ini untuk menjaga nama baik partai karena selama ini setiap nama yang sudah di-blow up media bahwasanya dia telah melakukan tindakan melawan hukum maka dengan sendirinya masyarakat umum langsung mengecap dirinya dengan gambaran aib. Tidak peduli apakah nanti blow up media itu dapat dibuktikan di pengadilan atau tidak. Apalagi, saat ini kepercayaan masyarakat terhadap dunia peradilan semakin menurun. Kesan-kesan peduli rakyat kecil dan tidak membela elit bersalah seperti inilah yang kiranya akan membuat para pemilih tertarik mencoblos partai pada Pemilu nanti.

Langkah lain yang perlu dilakukan Partai NasDem adalah jangan mengikuti irama yang selama ini dimainkan partai-partai yang sudah ada. Misalnya saja berkaitan dengan rekrutmen kader. PKS sebenarnya sudah memberikan contoh yang baik dengan menjadi partai eksklusif dalam hal pengelolaan partai. Kader partai yang kemudian menanjak menjadi pengurus hinggal elit partai adalah mereka yang benar-benar telah melalui serangkaian pembinaan dari awal. Tidak ada kader jadi-jadian yang sebelumnya membela partai lain tiba-tiba masuk sebagai pengurus apalagi caleg.

Hanya saja, PKS rupanya kemudian terbawa arus partai lain dan terlihat tidak sabar dengan model pembinaan terencana dan bertahap seperti yang sudah dijalankan sebelumnya. Padahal, masyarakat sebenarnya tidak mempermasalahkan eksklusivitas pengelolaan suatu partai. Asalkan hasil kerjanya bisa dinikmati secara luas alias inklusif, masyarakat tetap akan lebih memilih partai demikian daripada partai yang dikelola beragam kulit warna, tetapi justru memperkaya diri sendiri dan kelompoknya.

Beberapa hari yang lalu, sebuah televisi yang paling sering dijadikan media untuk mengiklankan Partai NasDem memberitakan bahwa seorang anggota DPR dari sebuah partai yang sudah cukup berumur rela meninggalkan partainya demi membela Partai NasDem. Berita demikian sesungguhnya tidak bisa dijadikan suatu bahan kebanggaan bagi Partai NasDem. Masyarakat tidak kemudian dengan mudah memiliki kesan bahwa Partai NasDem telah berhasil menarik minat politisi senior sehingga ke depan jalannya partai akan lebih baik. Sebaliknya, masyarakat justru bisa berkesan bahwa Partai NasDem tak ubahnya partai yang selama ini ada; yaitu menjadi batu loncatan untuk memperkaya dan melindungi diri sendiri serta kekayaannya.

Memang tidak ada salahnya merekrut tenaga-tenaga berpengalaman untuk memperkuat partai. Namun, semakin banyaknya politisi ternama yang dipenjara pengadilan atau ditahan kejaksaan, kepolisian, dan KPK, partai baru yang hendak bersaing seharusnya tidak perlu mendekati juga jangan mau didekati politisi yang justru sudah bergelut dengan dunia perpolitikan sebelumnya. Partai NasDem, jika memang ingin membawa slogan perubahan, tentu harus mengedepankan nama-nama baru dan tenaga-tenaga muda yang belum atau malah tidak terkontaminasi dunia kotor politik sebelumnya.

Intinya, Partai NasDem harus berhati-hati dalam rekrutmen kader. Jangan sampai Partai NasDem dihuni orang-orang oportunis yang hendak melipatgandakan kekayaan, mencari perlindungan, atau memperpanjang usia kekuasaannya. Jika betul niatnya adalah melakukan restorasi Indonesia, Partai NasDem harus menutup pintu serapat-rapatnya bagi politisi yang tidak bersih. Sebaliknya, Partai NasDem harus melakukan kaderisasi bertahap untuk menjaga partai agar tidak disusupi kepentingan pribadi dan sekelompok kecil golongan.[]

Pujut, 4 Maret 2012

Warisan Warisan Warisan

Kita sering mendengar adanya kabar cekcok keluarga yang dilatarbelakangi pembagian harta warisan anggota keluarga yang sudah meninggal dunia. Entah dari berita di televisi atau media massa lainnya, entah dari berita gosip ibu-ibu yang biasa berkumpul di pojok kampung tertentu, berita seperti itu sepertinya bukan barang baru.

Na’udzu billah min dzalik. Semoga kita dijauhkan dari percekcokan keluarga, utamanya yang didasari harta warisan seperti itu. Saya sendiri sudah pernah mengalami masa pembagian warisan. Hal itu berkaitan dengan wafatnya ayah tercinta hampir dua tahun yang lalu. Alhamdulillah, saat pembagian harta warisan, saya merasa seluruh anggota keluarga tidak ada yang keberatan sedikit pun.

Saya sendiri kebetulan menjadi satu-satunya anggota keluarga yang tidak ikut proses pembagian karena tengah sakit dan berada di rumah mertua. Namun, hingga sekarang, alhamdulillah saya melihat hubungan kami selalu baik. Semua menerima pembagian waris itu dengan hati lapang, termasuk saya yang tidak ikut prosesi pembagian.

Hanya saja, sebelum pembagian waris itu memang terjadi hal yang tidak diinginkan. Tidak, hal ini tidak berkaitan dengan cekcok keluarga. Justru barangkali malah karena saking jauhnya kami dari cekcok keluarga, insya Allah. Hal yang tidak cukup diinginkan itu adalah berkaitan dengan pembagian harta warisan sebagaimana prinsip yang dipegang ayah kami.

Saat ayah tercinta masih hidup, beliau memang seringkali dimintai tolong orang untuk mengatur pembagian harta warisan. Jika dimintai tolong seperti itu, beliau selalu berpesan dengan tegas bahwa membagi warisan harus dilakukan secepatnya, yaitu tidak melewati 40 hari dari wafatnya anggota keluarga yang meninggalkan harta warisan. Konon, hal itu agar si mayit lebih tenang di alam sana. Semakin cepat harta warisan dibagi maka semakin baik bagi si mayit.

Nah, kecepatan pembagian warisan itulah yang justru tidak bisa kami laksanakan. Kalau dari saya sendiri, hal itu terjadi karena saya merasa tidak elok meminta-minta harta waris. Saya kira demikian juga yang dirasakan anggota keluarga yang lain. Kami merasa bahwa bahkan jika semua harta peninggalan ayah tercinta diperuntukkan bagi ibunda, tentu hal itu masih belum cukup untuk mengobati duka ibunda. Karenanya, biarlah sementara ini harta warisan dikelola dan dimanfaatkan ibunda.

Hanya saja, perasaan kami yang bertentangan dengan prinsip ayah tercinta saat masih hidup itu mendapatkan tantangannya. Sejak ayah wafat pada 29 Maret 2010 sampai hari raya Idul Fitri 1421 (sekitar September 2010), saya sempat beberapa kali mimpi bertemu ayah tercinta. Di antara mimpi-mimpi itu, tiga di antaranya rupanya ada yang “menyindir” soal harta warisan. Dalam mimpi, saya melihat ayah membagi-bagikan sendiri harta yang ditinggalkannya kepada para ahli waris, termasuk saya tentunya.

Karena tidak hanya sekali bermimpi mirip seperti itu, akhirnya saya sampaikan saja perihal mimpi itu kepada anggota keluarga yang lain. Mendengar kisah mimpi itu, ibunda pun segera mengajak bermusyawarah untuk segera menentukan hari pembagian waris. Ibunda juga mengingatkan bahwa memang almarhum ayah tercinta senantiasa menyegerakan pembagian warisan saat diminta menjadi pengatur pembagiannya.

Masih suasana id 1421 H, keluarga pun berkumpul untuk menentukan pembagian harta warisan. Dengan meminta bimbingan dari tokoh desa dan orang yang sudah terkenal ahli dalam membagi warisan, kami pun hanya termanggut-manggut melihat ternyata pembagian warisan tidak serumit yang dibayangkan. Semuanya manggut-manggut, kecuali saya. Ya, karena saya sedang terbaring lemas di rumah mertua.

Keesokan harinya saat dikabari hasil pembagian warisan, saya pun hanya bisa bersyukur karena alhamdulillah harta peninggalan almarhum ayah tercinta sudah selesai dibagi. Mudah-mudahan almarhum ayah semakin tenang dan dilimpahi kenikmatan di alam sana. Saya tidak menghiraukan warisan apa saja yang saya dapat dan yang didapat anggota keluarga yang lain. Saya menerima apa adanya, dan saya yakin yang lain juga demikian.

Tidak lama setelah pembagian warisan itu, ibunda bermimpi bertemu almarhum ayah. Dalam mimpi, ibunda melihat almarhum ayah duduk di kursi layaknya singgasana. Dengan senyum mengembang, almarhum ayah terlihat dikelilingi cahaya putih bersinar terang. Rupanya tidak hanya ibunda yang bermimpi demikian. Ada pula seorang tetangga yang masih kerabat jauh bercerita kepada kami telah mengalami mimpi bertemu almarhum ayah. Isi mimpi yang diceritakannya tidak jauh berbeda dengan isi mimpi yang dialami ibunda.

Saya tadinya bingung menerawang apa gerangan di balik mimpi itu. Namun, kemudian ada yang mencoba menerjemahkan bahwasanya hal itu mungkin karena ketenangan almarhum ayah di alam sana. Mungkin almarhum ayah sudah benar-benar lega harta peninggalannya sudah dibagikan secara adil dan semua pihak menerima dengan hati senang. Alhamdulillah, semoga demikian benar adanya beliau di sana.[]

Pujut, 4 Maret 2012

Saturday, March 03, 2012

Teladan dari Esemka

Indonesia dengan jumlah penduduk termasuk lima besar dunia merupakan pangsa pasar menjanjikan. Sayangnya, lama kelamaan kok nyaris semua barang harus diimpor. Jangankan barang berteknologi tinggi, sayuran atau buah-buahan saja semakin banyak merk luar negeri.

Karena itu, tak mengherankan bila banyak yang berharap munculnya Esemka yang meluncurkan mobil buatan dalam negeri dapat menjadi cikal bakal industri mobil nasional. Hanya saja, jalan menuju cita-cita mulia itu rupanya harus menghadapi banyak rintangan.

Selain kelak harus bersaing dengan pabrikan impor dengan merk dagang mentereng, Esemka harus diujicobakan dulu kelaikannya di BPPT. Saat hendak melakukan uji emisi di BPPT, sebenarnya Esemka sudah benar-benar diuji dalam perjalanan dari Solo hingga tempat pengujian di Jakarta. Selama perjalanan malam itu, menurut penumpangnya, toh tidak pernah ada masalah.

Namun, hal itu tentu tidak bisa dijadikan patokan karena kebetulan pengemudi dan penumpangnya adalah orang yang selama ini getol memperjuangkan Esemka. Tentu saja bisa ada subjektivitas penilaian. Yang objektif adalah bila Esemka sudah benar-benar diuji emisi oleh lembaga berwenang—dalam hal ini BPPT—dengan ukuran standard angka-angka yang sudah jelas.

Meski begitu, namanya orang Indonesia, rupanya ada pula yang meragukan jalannya uji emisi itu. Memang banyak yang tidak tahu persis seperti apa uji emisi itu. Karenanya, beberapa orang ada yang sempat berprasangka bahwa jangan-jangan uji emisi itu hanyalah jalan untuk menjegal langkah Esemka. Orang-orang dengan prasangka demikian adalah mereka yang sudah bosan dengan budaya korupsi dan kolusi di negeri ini.

Bisa saja, menurut mereka itu, pabrikan yang selama ini menguasai pasar mobil Indonesia “membeli” orang-orang di BPPT agar tak meluluskan Esemka. Entah kebetulan entah bagaimana, setelah dilakukan uji emisi pada Senin (28/2/2012), Esemka dinyatakan tidak lulus uji. Gas buang dari knalpot masih terlalu polutif dan lampu utama kurang terang. Kontan saja sebagian pihak eksternal pendukung Esemka berprasangka yang tidak-tidak pada BPPT. Inikah sikap orang Indonesia korup yang tidak mau melihat produksi dalam negeri maju?

Itu sikap pihak eksternal. Bagaimana sikap internal para stakeholder pembuat Esemka. Diwakili Jokowi yang Walikota Solo, mereka mengatakan bahwa mereka kecewa dengan hasil uji emisi itu. Hanya saja, kekecawaan mereka konon hanya 2-3 menit. Sikap mereka sungguh kesatria. Meski sebelum uji emisi sudah berulang kali berkoar di berbagai media bahwa Esemka pasti lulus uji, mereka tetap berlapang dada saat mengetahui Esemka dinyatakan belum laik jalan.

Pihak Esemka rupanya tidak pernah secuil pun menyebutkan bahwa kegagalan lulus uji emisi itu karena BPPT “bermain di belakang”. Sama sekali tidak ada prasangka buruk seperti itu, berbeda dengan pendukung Esemka yang mungkin juga tidak banyak tahu bagaimana jalannya uji emisi itu. Entah karena sudah jelas mengetahui jalannya uji emisi, entah karena ke-gentle-an, pihak Esemka dengan berbesar hati menerima kegagalan itu. Mereka dengan legowo akan pulang ke Solo untuk memperbaiki kekurangan yang ada dan berjanji dua pekan berikutnya siap uji emisi lagi.

Dari kejadian itu, ada beberapa hal yang perlu dijadikan contoh bagi kita bangsa Indonesia. Pertama, tidak usah berprasangka buruk kepada siapa pun. Kedua, jika ada pihak yang mencegah langkah kita, sementara niat kita baik dan mereka juga terlihat berpegang pada aturan main, maka carilah jalan lain sehingga kita tidak bisa dicegah lagi. Tidak perlu kita memaki-maki pencegah langkah kita itu.

Ketiga, jauhkan diri dari sikap arogan. Esemka adalah kebanggaan bangsa Indonesia. Meski belum diproduksi massal, kehadirannya sudah menyita perhatian publik dan mendapatkan dukungan luas dari berbagai kalangan. Namun, dukungan itu tidak lantas digunakan pihak Esemka untuk dengan seenaknya menabrak aturan yang ada. Pihak Esemka juga tidak mau menggunakan kesempatan itu untuk menjatuhkan BPPT selaku pihak yang menyatakan Esemka belum laik jalan.

Keempat, bahkan demi kebaikan, jujur harus didahulukan meski ada kesempatan untuk tidak berbuat jujur. Ada yang mengatakan bahwa sebenarnya saat hendak uji emisi, mobil Esemka bisa saja menggunakan lampu dengan merk mapan dan mesin tertentu yang bukan asli Esemka dalam rangka mendapatkan sertifikat lulus uji emisi. Namun, hal itu sama sekali tidak dilakukan Esemka karena mereka hendak mengikuti aturan main yang sebenarnya.

Dengan keempat langkah teladan itu, semoga Esemka benar-benar dapat menjadi pionir industri mobil nasional yang dapat dibanggakan. Tidak hanya secara lahiriah mampu membangkitkan produksi dalam negeri untuk semua aspek kebutuhan negeri ini, tetapi juga secara batiniah dapat membenahi mental masyarakat Indonesia untuk selalu bermain bersih.[]

Pujut, 2 Maret 2012