Indonesia dengan jumlah penduduk termasuk lima besar dunia merupakan pangsa pasar menjanjikan. Sayangnya, lama kelamaan kok nyaris semua barang harus diimpor. Jangankan barang berteknologi tinggi, sayuran atau buah-buahan saja semakin banyak merk luar negeri.
Karena itu, tak mengherankan bila banyak yang berharap munculnya Esemka yang meluncurkan mobil buatan dalam negeri dapat menjadi cikal bakal industri mobil nasional. Hanya saja, jalan menuju cita-cita mulia itu rupanya harus menghadapi banyak rintangan.
Selain kelak harus bersaing dengan pabrikan impor dengan merk dagang mentereng, Esemka harus diujicobakan dulu kelaikannya di BPPT. Saat hendak melakukan uji emisi di BPPT, sebenarnya Esemka sudah benar-benar diuji dalam perjalanan dari Solo hingga tempat pengujian di Jakarta. Selama perjalanan malam itu, menurut penumpangnya, toh tidak pernah ada masalah.
Namun, hal itu tentu tidak bisa dijadikan patokan karena kebetulan pengemudi dan penumpangnya adalah orang yang selama ini getol memperjuangkan Esemka. Tentu saja bisa ada subjektivitas penilaian. Yang objektif adalah bila Esemka sudah benar-benar diuji emisi oleh lembaga berwenang—dalam hal ini BPPT—dengan ukuran standard angka-angka yang sudah jelas.
Meski begitu, namanya orang Indonesia, rupanya ada pula yang meragukan jalannya uji emisi itu. Memang banyak yang tidak tahu persis seperti apa uji emisi itu. Karenanya, beberapa orang ada yang sempat berprasangka bahwa jangan-jangan uji emisi itu hanyalah jalan untuk menjegal langkah Esemka. Orang-orang dengan prasangka demikian adalah mereka yang sudah bosan dengan budaya korupsi dan kolusi di negeri ini.
Bisa saja, menurut mereka itu, pabrikan yang selama ini menguasai pasar mobil Indonesia “membeli” orang-orang di BPPT agar tak meluluskan Esemka. Entah kebetulan entah bagaimana, setelah dilakukan uji emisi pada Senin (28/2/2012), Esemka dinyatakan tidak lulus uji. Gas buang dari knalpot masih terlalu polutif dan lampu utama kurang terang. Kontan saja sebagian pihak eksternal pendukung Esemka berprasangka yang tidak-tidak pada BPPT. Inikah sikap orang Indonesia korup yang tidak mau melihat produksi dalam negeri maju?
Itu sikap pihak eksternal. Bagaimana sikap internal para stakeholder pembuat Esemka. Diwakili Jokowi yang Walikota Solo, mereka mengatakan bahwa mereka kecewa dengan hasil uji emisi itu. Hanya saja, kekecawaan mereka konon hanya 2-3 menit. Sikap mereka sungguh kesatria. Meski sebelum uji emisi sudah berulang kali berkoar di berbagai media bahwa Esemka pasti lulus uji, mereka tetap berlapang dada saat mengetahui Esemka dinyatakan belum laik jalan.
Pihak Esemka rupanya tidak pernah secuil pun menyebutkan bahwa kegagalan lulus uji emisi itu karena BPPT “bermain di belakang”. Sama sekali tidak ada prasangka buruk seperti itu, berbeda dengan pendukung Esemka yang mungkin juga tidak banyak tahu bagaimana jalannya uji emisi itu. Entah karena sudah jelas mengetahui jalannya uji emisi, entah karena ke-gentle-an, pihak Esemka dengan berbesar hati menerima kegagalan itu. Mereka dengan legowo akan pulang ke Solo untuk memperbaiki kekurangan yang ada dan berjanji dua pekan berikutnya siap uji emisi lagi.
Dari kejadian itu, ada beberapa hal yang perlu dijadikan contoh bagi kita bangsa Indonesia. Pertama, tidak usah berprasangka buruk kepada siapa pun. Kedua, jika ada pihak yang mencegah langkah kita, sementara niat kita baik dan mereka juga terlihat berpegang pada aturan main, maka carilah jalan lain sehingga kita tidak bisa dicegah lagi. Tidak perlu kita memaki-maki pencegah langkah kita itu.
Ketiga, jauhkan diri dari sikap arogan. Esemka adalah kebanggaan bangsa Indonesia. Meski belum diproduksi massal, kehadirannya sudah menyita perhatian publik dan mendapatkan dukungan luas dari berbagai kalangan. Namun, dukungan itu tidak lantas digunakan pihak Esemka untuk dengan seenaknya menabrak aturan yang ada. Pihak Esemka juga tidak mau menggunakan kesempatan itu untuk menjatuhkan BPPT selaku pihak yang menyatakan Esemka belum laik jalan.
Keempat, bahkan demi kebaikan, jujur harus didahulukan meski ada kesempatan untuk tidak berbuat jujur. Ada yang mengatakan bahwa sebenarnya saat hendak uji emisi, mobil Esemka bisa saja menggunakan lampu dengan merk mapan dan mesin tertentu yang bukan asli Esemka dalam rangka mendapatkan sertifikat lulus uji emisi. Namun, hal itu sama sekali tidak dilakukan Esemka karena mereka hendak mengikuti aturan main yang sebenarnya.
Dengan keempat langkah teladan itu, semoga Esemka benar-benar dapat menjadi pionir industri mobil nasional yang dapat dibanggakan. Tidak hanya secara lahiriah mampu membangkitkan produksi dalam negeri untuk semua aspek kebutuhan negeri ini, tetapi juga secara batiniah dapat membenahi mental masyarakat Indonesia untuk selalu bermain bersih.[]
Pujut, 2 Maret 2012
No comments:
Post a Comment