Sunday, July 29, 2012

Meniru




Kekuatan anak kecil adalah meniru. Itu pula yang diperlihatkan jagoanku, Eja. Sekecil apa pun tindakan baru yang dilakukannya, sangatlah membahagiakan kami. Bahkan tindakan-tindakan yang mungkin masuk kategori “merusak”, kadang kita tetap harus memberinya applaus agar ia semakin berani untuk aktif dan bergerak.



Teringat iklan produk bayi beberapa tahun lalu, saat seorang bayi baru bisa berdiri. Tampak dalam iklan televisi itu, setelah merambat meja, ia lalu menarik taplak yang di atasnya terdapat beberapa barang pecah belah. Karena taplak ditarik, barang-barang itu pun jatuh dan menimbulkan suara “pyar” cukup keras. Tentu sang nenek yang melihat ulah si bayi tidak marah. Ia malah senang dan terlihat bangga sambil berucap, “Eee, cucuku sudah bisa berdiri.” 

Begitu pula dengan Eja. Apalagi tindakan-tindakan yang dilakukan Eja biasanya jauh dari kata merusak. Sebut saja saat beberapa waktu lalu, mungkin terhitung 3-4 bulan yang lalu, kami jalan-jalan ke Carefour Mega Center Pekalongan. Setelah capek keliling pusat perbelanjaan tersebut, kami pun membeli cemilan. Tak dinyana, setelah cemilan itu habis, bungkusnya diambil Eja, dan... ajaib! Eja berjalan menuju tempat sampah lalu meletakkan bungkus cemilan itu ke tempat sampah. Kami sendiri heran karena merasa tak pernah mengajari secara langsung. Lebih heran lagi orang-orang lain di sekitar kami; karena Eja memang masih bisa dibilang sangat kecil untuk bisa membuang sampah di tempatnya. Kira-kira saat itu Eja baru berumur 1 tahun lebih 2-3 bulanan.

Sejak itu, tindakan-tindakan Eja yang meniru siapa saja yang dilihatnya menjadi tidak terlalu mengherankan bagi kami. Sebut saja di antaranya tukang sate keliling yang membawa dagangannya di atas kepala. Eja pun dengan fasih menirukannya: membawa sesuatu seperti piring atau mangkok plastik di atas kepala, lalu ia berjalan sambil teriak, “Te... te....” Tentu saja maksudnya adalah sate, tapi baru suku kata terakhir “te” yang bisa ia ucapkan.

Ada pula saat kami menjemur kasur yang bisa diompoli Eja. Maka dengan merengek ia akan meminta alat pemukul kasur yang mirip raket, lalu segera ia tepuk-tepukkan alat itu ke kasur yang tengah dijemur. Di waktu lain, saat melihat anak kecil lain menangis maka ia akan menirukan tangisan itu. Tentu tanpa merasa berdosa dan tanpa sadar bagaimana ia juga masih suka menangis sendiri.

Demikian pula dengan menyikat gigi. Meski saat mandi lalu giginya hendak disikat maka ia menghindar, berontak, dan menangis meraung-raung. Namun, jika melihat sikat gigi tergeletak maka ia akan dengan sendirinya menyikat gigi, tentu saja dengan cara yang belum sempurna.

Ya, kami menjadi semakin sadar bahwa anak kecil memang punya kekuatan besar untuk meniru. Meniru apa saja yang dilihatnya, baik ataupun buruk. Untuk itu, mari kita perlihatkan kepada si kecil segala sesuatu yang baik-baik, agar ia bisa menjadi orang yang baik. Wallahul musta’an.[]

Wonoyoso, Juli 2012