Wednesday, March 20, 2013

Mitos dan Trik Masuk Kemlu (2)

Pada tahun 2007, sepupu saya masuk Kemlu. Hmm, saya pun hanya bisa bermimpi waktu itu. Dia menceritakan dengan gamblang bahwa dia tidak mengeluarkan sepeser pun untuk masuk Kemlu. Tidak pula dia punya famili atau kerabat di Kemlu. Dan kini, saya mengalami sendiri bahwa saya juga tidak perlu membayar serupiah pun untuk mendapatkan satu kursi calon diplomat ini.

Malahan, teman-teman banyak yang tidak percaya bahwa kemarin nyaris setiap kali tahapan ujian di Kemlu disediakan makan besar! Dimulai saat ujian tulis di PRJ Kemayoran pada September, memang seluruh peserta dikarantina dari pagi sampai hampir petang. Bisa bikin tambah stres, mungkin, selain stres menjawab ujian. Namun, Kemlu mau “bertanggung jawab” untuk itu, yaitu dengan menyediakan makanan yang amat layak: bisa memilih hoka hoka bento, KFC, atau McD. Porsinya pun terasa cukup sekali, bahkan untuk orang yang mudah lapar seperti saya.

Pada tahapan ujian selanjutnya, yaitu ujian bahasa pilihan, berbahagialah yang mengikuti ujian bahasa tertentu yang dilaksanakan di Pusdiklat Kemlu. Saya yang mengikuti ujian bahasa Arab, bersama seorang lainnya, alhamdulillah mendapat makan berat (lagi). Padahal, ujiannya hanya berlangsung dua jam, memang sih setiap ujian setidaknya kita harus datang satu jam sebelumnya. Adapun yang ikut ujian di luar Pusdiklat, setidaknya seperti bahasa Inggris di LIA Rawamangun, bahasa Jerman di Goethe Institute, rupanya tidak “seberuntung” kami.

Namun, saat ujian berikutnya yang berlangsung 5-9 November 2012 di Pusdiklat, kembali disediakan makan besar. Hanya hari pertama sih, mengingat ujiannya dari pagi jam 8 sampai jam 4 sore. Sementara hari-hari berikutnya tidak karena memang hanya berlangsung antara 30-60 menit untuk tiap peserta per harinya.

Saya memang tidak bisa menjanjikan bahwa ke depan akan selalu sama. Poin yang hendak saya garis bawahi adalah bahwa tidak perlu membayar sesen pun untuk masuk Kemlu, malahan pada saat tertentu kita begitu dihargai dengan disediakannya konsumsi itu. Tentu saja itu sangat membantu konsentrasi dan fokus kita mengikuti ujian, daripada masih harus memikirkan nanti di tengah-tengah ujian harus mencari makan apa dan di mana.

Sebagaimana sudah disebutkan sebelumnya, saya memang punya saudara sepupu yang sudah 6 tahun sebelumnya masuk Kemlu, melalui Sekdilu 32. Namun, saat saya mengikuti seleksi Kemlu 2012, satu kali pun saya tidak pernah berhubungan dengannya. Pertama, karena saya dengar dia tengah penempatan di Yordania. Kedua, karena saya yakin betul bahwa ada tidaknya famili di Kemlu sama sekali tidak akan berpengaruh terhadap hasil seleksi.

Jauh sebelum itu, pada tahun 2005, saat masih di Cairo, saya berkesempatan bergaul dengan dua orang calon diplomat yang tengah magang di KBRI Cairo. Keduanya menceritakan bahwa memang ada anak menteri yang bisa masuk Kemlu. Tapi keduanya, juga teman-temannya, mengakui kompetensi sang anak menteri itu memang tinggi. Cerdas, wawasan luas, bahasa asing aduhai. Jadi, dapat dipastikan bahwa bukan karena anak menteri dia diterima di Kemlu, melainkan karena kemampuannya.

Beberapa hari yang lalu, saat Pembukaan Diklat Sekdilu 37 di Pejambon, kami berkesempatan bertemu dan berbincang santai dengan para pejabat eselon I dan II. Salah satunya adalah Kepala Biro Kepegawaian, Yuwono A. Putranto. Beliau menjelaskan bahwa tidak seorang pun di Kemlu, terutama panitia seleksi, tahu siapa saja yang lolos tahapan demi tahapan seleksi. Itu karena data yang digunakan hanyalah nomor-nomor ujian, bukan nama apalagi data lengkap peserta ujian.

Pada akhir seleksi, barulah dibuka satu persatu data peserta yang lulus tahap purna. Dari situlah kemudian dapat diketahui bahwa si A rupanya anak petani, atau anak pejabat, atau tidak pernah tinggal di tanah air sebelumnya, atau saudaranya B yang tahun sebelumnya masuk Kemlu, atau ini C dan D ternyata saudara kandung yang sama-sama diterima di Kemlu pada waktu bersamaan.

Karena itu pula, tidak ada yang menyangka kalau kemudian di antara 59 peserta yang kemudian mengikuti Sekdilu 37 rupanya hanya ada 4 sarjana hukum, padahal kebutuhan riilnya di Kemlu jauh di atas itu. Tidak ada yang tahu juga kalau ada 20 orang lulusan hubungan internasional, belasan lulusan ekonomi/manajemen, dan yang lain dari sastra asing, dan pendidikan bahasa.

Di sisi lain, ada pula yang mengatakan bahwa yang lulus CPNS Kemlu hanya dari kota/perguruan tinggi itu-itu saja. Ya itu tadi, sebetulnya tidak ada beda lulus dari mana pun. Asal lembaga yang mengeluarkan ijazahnya terakreditasi, lalu mengikuti seleksi dan memiliki kecakapan yang cukup, maka tidak ada halangan baginya masuk Kemlu. Posisinya sama dengan yang lain tanpa membedakan asal-usul. Itu tadi, datanya disimpan sejak pendaftaran, hanya angka-angka yang digunakan dalam setiap tahapan tes, lalu data baru akan dibuka lagi saat purna ujian.

Meski begitu, memang tidak dapat dimungkiri bahwa letak geografis cukup memengaruhi kesempatan seseorang untuk mengikuti seleksi CPNS kementerian/lembaga pusat, tidak hanya Kemlu tentunya. Untuk mengatasi hal ini, demi pemerataan, Kemlu membuka seleksi jalur khusus, yakni mendatangi beberapa perguruan tinggi di luar Jawa lalu mengadakan seleksi di sana. Seleksi pada 2012, terjaringlah 5 orang atau sekitar 10 persen dari keseluruhan formasi diplomat, dari Banda Aceh, Palangka Raya, Palu, Kendari, dan Manokwari.[]

Auditorium, 19 Maret 2013

No comments: