Pada tahun 2007, sepupu saya
masuk Kemlu. Hmm, saya pun hanya bisa bermimpi waktu itu. Dia menceritakan
dengan gamblang bahwa dia tidak mengeluarkan sepeser pun untuk masuk Kemlu.
Tidak pula dia punya famili atau kerabat di Kemlu. Dan kini, saya mengalami
sendiri bahwa saya juga tidak perlu membayar serupiah pun untuk mendapatkan
satu kursi calon diplomat ini.
Malahan, teman-teman banyak
yang tidak percaya bahwa kemarin nyaris setiap kali tahapan ujian di Kemlu
disediakan makan besar! Dimulai saat ujian tulis di PRJ Kemayoran pada
September, memang seluruh peserta dikarantina dari pagi sampai hampir petang. Bisa
bikin tambah stres, mungkin, selain stres menjawab ujian. Namun, Kemlu mau
“bertanggung jawab” untuk itu, yaitu dengan menyediakan makanan yang amat
layak: bisa memilih hoka hoka bento, KFC, atau McD. Porsinya pun terasa cukup
sekali, bahkan untuk orang yang mudah lapar seperti saya.
Pada tahapan ujian
selanjutnya, yaitu ujian bahasa pilihan, berbahagialah yang mengikuti ujian
bahasa tertentu yang dilaksanakan di Pusdiklat Kemlu. Saya yang mengikuti ujian
bahasa Arab, bersama seorang lainnya, alhamdulillah mendapat makan berat
(lagi). Padahal, ujiannya hanya berlangsung dua jam, memang sih setiap ujian
setidaknya kita harus datang satu jam sebelumnya. Adapun yang ikut ujian di
luar Pusdiklat, setidaknya seperti bahasa Inggris di LIA Rawamangun, bahasa
Jerman di Goethe Institute, rupanya tidak “seberuntung” kami.
Namun, saat ujian berikutnya
yang berlangsung 5-9 November 2012 di Pusdiklat, kembali disediakan makan besar.
Hanya hari pertama sih, mengingat ujiannya dari pagi jam 8 sampai jam 4 sore. Sementara
hari-hari berikutnya tidak karena memang hanya berlangsung antara 30-60 menit
untuk tiap peserta per harinya.
Saya memang tidak bisa
menjanjikan bahwa ke depan akan selalu sama. Poin yang hendak saya garis bawahi
adalah bahwa tidak perlu membayar sesen pun untuk masuk Kemlu, malahan pada
saat tertentu kita begitu dihargai dengan disediakannya konsumsi itu. Tentu
saja itu sangat membantu konsentrasi dan fokus kita mengikuti ujian, daripada
masih harus memikirkan nanti di tengah-tengah ujian harus mencari makan apa dan
di mana.
Sebagaimana sudah disebutkan
sebelumnya, saya memang punya saudara sepupu yang sudah 6 tahun sebelumnya
masuk Kemlu, melalui Sekdilu 32. Namun, saat saya mengikuti seleksi Kemlu 2012,
satu kali pun saya tidak pernah berhubungan dengannya. Pertama, karena saya
dengar dia tengah penempatan di Yordania. Kedua, karena saya yakin betul bahwa
ada tidaknya famili di Kemlu sama sekali tidak akan berpengaruh terhadap hasil
seleksi.
Jauh sebelum itu, pada tahun
2005, saat masih di Cairo, saya berkesempatan bergaul dengan dua orang calon
diplomat yang tengah magang di KBRI Cairo. Keduanya menceritakan bahwa memang
ada anak menteri yang bisa masuk Kemlu. Tapi keduanya, juga teman-temannya,
mengakui kompetensi sang anak menteri itu memang tinggi. Cerdas, wawasan luas,
bahasa asing aduhai. Jadi, dapat dipastikan bahwa bukan karena anak menteri dia
diterima di Kemlu, melainkan karena kemampuannya.
Beberapa hari yang lalu,
saat Pembukaan Diklat Sekdilu 37 di Pejambon, kami berkesempatan bertemu dan
berbincang santai dengan para pejabat eselon I dan II. Salah satunya adalah
Kepala Biro Kepegawaian, Yuwono A. Putranto. Beliau menjelaskan bahwa tidak
seorang pun di Kemlu, terutama panitia seleksi, tahu siapa saja yang lolos
tahapan demi tahapan seleksi. Itu karena data yang digunakan hanyalah
nomor-nomor ujian, bukan nama apalagi data lengkap peserta ujian.
Pada akhir seleksi, barulah
dibuka satu persatu data peserta yang lulus tahap purna. Dari situlah kemudian
dapat diketahui bahwa si A rupanya anak petani, atau anak pejabat, atau tidak
pernah tinggal di tanah air sebelumnya, atau saudaranya B yang tahun sebelumnya
masuk Kemlu, atau ini C dan D ternyata saudara kandung yang sama-sama diterima
di Kemlu pada waktu bersamaan.
Karena itu pula, tidak ada
yang menyangka kalau kemudian di antara 59 peserta yang kemudian mengikuti
Sekdilu 37 rupanya hanya ada 4 sarjana hukum, padahal kebutuhan riilnya di
Kemlu jauh di atas itu. Tidak ada yang tahu juga kalau ada 20 orang lulusan
hubungan internasional, belasan lulusan ekonomi/manajemen, dan yang lain dari
sastra asing, dan pendidikan bahasa.
Di sisi lain, ada pula yang
mengatakan bahwa yang lulus CPNS Kemlu hanya dari kota/perguruan tinggi itu-itu
saja. Ya itu tadi, sebetulnya tidak ada beda lulus dari mana pun. Asal lembaga
yang mengeluarkan ijazahnya terakreditasi, lalu mengikuti seleksi dan memiliki
kecakapan yang cukup, maka tidak ada halangan baginya masuk Kemlu. Posisinya
sama dengan yang lain tanpa membedakan asal-usul. Itu tadi, datanya disimpan
sejak pendaftaran, hanya angka-angka yang digunakan dalam setiap tahapan tes,
lalu data baru akan dibuka lagi saat purna ujian.
Meski begitu, memang tidak
dapat dimungkiri bahwa letak geografis cukup memengaruhi kesempatan seseorang
untuk mengikuti seleksi CPNS kementerian/lembaga pusat, tidak hanya Kemlu
tentunya. Untuk mengatasi hal ini, demi pemerataan, Kemlu membuka seleksi jalur
khusus, yakni mendatangi beberapa perguruan tinggi di luar Jawa lalu mengadakan
seleksi di sana. Seleksi pada 2012, terjaringlah 5 orang atau sekitar 10 persen
dari keseluruhan formasi diplomat, dari Banda Aceh, Palangka Raya, Palu, Kendari,
dan Manokwari.[]
Auditorium, 19 Maret 2013
No comments:
Post a Comment