Kami adalah panitia 4000 Salam ASEAN, upaya pencatatan rekor MURI untuk salam terpanjang di dunia. Salam itu dilaksanakan dengan menautkan 4000 orang dengan mengelilingi Monas. Acara ini sebenarnya untuk menyosialisasikan ASEAN Community 2015 yang sudah ada di depan mata. Indonesia, juga Jakarta sebagai ibukota ASEAN, tentu harus siap menghadapi ASEAN Community yang meniscayakan seperti sudah tidak ada lagi batas di antara negara-negara anggota ASEAN itu.
Sabtu (14/9/2013) petang, panitia sudah mulai berdatangan ke Monas. Sayangnya, saat hendak loading barang-barang kebutuhan acara, seperti panggung, tenda, kursi, sound system dll, terkendala penjagaan ketat Satpol PP yang selalu ada di setiap gerbang. Penjagaan seperti ini tentu bagus untuk memastikan Monas nyaman dikunjungi semua warga Jakarta dan para turis.
Namun, ada yang aneh dalam hal itu. Penjagaan ketat memang mutlak diperlukan, tetapi sayangnya Satpol PP yang berjaga itu justru mempermainkan kewenangannya. Hal itu dilakukan dengan menarik pungutan kepada siapa saja yang kendaraannya hendak diperbolehkan memasuki area Monas. Satpol PP tidak peduli dengan apakah mereka itu memiliki surat izin penggunaan Monas (dari UPT Monas) ataukah tidak.
Lebih parah lagi, di atas jam 1 dinihari, gerbang Monas di sisi Istana Negara justru “diberikan” kepada para preman. Mereka pun menjaga gerbang tanpa seragam apa pun, lalu memungut lembar demi lembar rupiah kepada siapa pun yang kendaraannya hendak masuk ke area Monas, baik motor maupun mobil. Saya sendiri sekitar jam 1.30 berjalan melewati para preman itu, mendengar salah seorang di antara mereka berkata, “Baru 400 ribu nih, 100 ribu lagi ya.” Itukah angka yang akan diberikan sebagai “retribusi” kepada penguasa gerbang sebenarnya yang sehari-hari berseragam hijau?
Kami selaku penyelenggara acara yang telah menyewa sesuai aturan UPT Monas menolak membayar kepada Satpol PP saat hendak memasukkan kendaraan yang membawa peralatan-peralatan acara. Sebagai bukti, personel-personel kami selalu membawa kopi surat izin penggunaan Monas. Satpol PP yang ada di lapangan, ketika disodori surat itu, selalu berkilah, “Kami hanya menjalankan perintah atasan, kendaraan Kemlu tidak diperbolehkan masuk.” Rupanya para anak buah ini begitu taat (atau takut?) kepada atasan mereka.
Beberapa saat kemudian, ada kendaraan lain dari penyelenggara event lain yang juga menggunakan Monas Minggu (15/9/2013) pagi. Kendaraan tersebut pun dengan leluasa memasuki Monas setelah menyebutkan nama penyelenggara event kepada petugas Satpol PP. Hmmm, rupanya ada perlakuan berbeda. Untuk memastikan bagaimana aturannya, kami segera menelpon pihak UPT Monas. Oleh UPT Monas, diyakinkan bahwa sudah tidak perlu ada lagi biaya apa pun selain biaya sewa tempat area Monas.
Lalu, kenapa Satpol PP tidak memperbolehkan kendaraan Kemlu a.k.a. panitia 4000 Salam ASEAN memasuki area Monas?
Kami pun menemui bos para Satpol PP di situ, berinisial JS, Kasi Ops Pam Monas, yang sudah sempat kami temui Kamis (12/9/2013) siang. Dalam pertemuan itu, JS agak menyalahkan kami, “Kan sudah saya bilang kita harus koordinasi lagi sebelum Bapak-Ibu sekalian loading barang.” Koordinasi apa lagi? “Kita kan mengamankan acara Bapak-Ibu, ya anak buah saya butuh dana untuk itu,” jawabnya setelah mbulet mengungkapkan beberapa istilah “koordinasi”. Oh, koordinasi artinya dana.
Sebelumnya, JS memang meminta kami menemuinya lagi sebelum kami akan datang ke Monas mempersiapkan acara. Pada pertemuan Kamis siang, JS dengan penuh antusias menyatakan siap membantu acara kami. Siap mengamankan acara yang rencananya memang dihadiri Gubernur Jokowi. JS juga mengaku siap melakukan sterilisasi di sekitar panggung 4000 Salam ASEAN. Namun, setelah itu JS meminta kami menemuinya di tempat lain, baiknya di luar kantornya, untuk “koordinasi” lagi sebelum loading barang keperluan acara.
Kami pun berkomitmen menolak pemberian dana pengamanan itu. Kami yakin itu adalah pungli yang harus dihindari, baik oleh pemungut maupun calon korban. Kami yakinkan JS bahwa acara kami sudah dikoordinasikan dengan Pemprov bahkan Gubernur DKI Jokowi. Dengan wajah ketus, JS lalu memperbolehkan kendaraan-kendaraan Kemlu memasuki area Monas. Termasuk saat dinihari melewati gerbang Monas sisi Istana Negara yang dijaga preman, alhamdulillah tidak ada kendala apa pun. Sementara kami melihat sopir-sopir kendaraan event lain tetap saja memberikan salam tempel kepada para preman penjaga gerbang itu.
Imbas kami menolak memberikan “dana koordinasi” itu kami rasakan ketika Minggu pagi acara kami hendak berlangsung. Rupanya tidak ada satu pun petugas Satpol PP, sebagaimana dijanjikan JS sebelumnya, di sekitar acara kami. Kami pun menghubungi JS via telpon, di menjawab “Petugas kami terbatas, hanya bisa menjaga gerbang saja.” OK, begitu cara Satpol PP di Monas bekerja ya.
Kami pun berinisiatif membujuk para PKL yang sudah telanjur berjualan di sekitar panggung. Dengan hati-hati, kami meminta mereka bergeser sedikit ke kanan atau kiri sekiranya tidak terlalu mencolok terlihat dari panggung dan tenda tamu VIP (termasuk perwakilan negara-negara anggota ASEAN). Lagi pula, area tempat berjualan PKL itu memang bakal digunakan untuk salam ASEAN mengelilingi Monas bagi tamu VIP.
Syukurlah, sebagian besar PKL itu mau mengerti. Karena mereka sendiri sadar sebenarnya berjualan di area Monas merupakan bentuk perlawanan terhadap ketentuan. Kami sendiri tidak mau terlalu tegas apalagi keras menghadapi mereka. Termasuk saat salah satu di antara mereka ngedumel ketika kami minta bergeser. Bahkan, ada seseorang yang menakut-nakuti kami, “Bapak ini siapa, kok berani-beraninya meminta PKL pindah. Nanti kalau ada PKL yang kalap bagaimana? Satpol PP saja kadang dilawan. Hati-hati nanti Bapak dipukul pedagang yang marah.” Kami tetap menghadapi mereka ini dengan senyuman—sempat ketar-ketir juga mendengar cerita itu sih. Tapi lebih dari itu, acara 4000 Salam ASEAN harus sukses!
Beruntung, hingga berakhirnya acara, tidak ada kejadian apa pun yang menyulitkan bergulirnya acara. Rekor MURI pun bisa dicatat. Hanya saja, kami tetap concern dengan upaya pungli yang dilakukan Satpol PP itu. Pungli harus dilawan![]
Raflesia Dua, 16-9-13