Tuesday, June 12, 2012

“Bu, Polisi Kok Kayak Perampok Ya?”


Ini adalah oleh-oleh dari perjalanan keluarga ke Karawang beberapa hari yang lalu. Awalnya saya terdaftar ikut kondangan tersebut, tapi karena pekerjaan sedang banyak, akhirnya absen. Alhamdulillah, meski tidak ikut, dapat oleh-oleh berharga: cerita!

Kisah ini berawal justru saat kondangan berakhir. Tepatnya saat rombongan dalam perjalanan pulang. Melewati Karawang, tampaklah Indramayu yang panturanya amat panjang nan lama itu. Di sinilah setting cerita itu.

Saat tengah melintas di salah satu titik di Indramyu, rupanya sedang ada razia besar-besaran. Nyaris setiap kendaraan yang lewat, selalu diberhentikan dan diperiksa. Apa saja yang terlihat melanggar, maka tentu dijadikan pasal untuk merogoh dompet.

Rombongan keluarga yang menaiki Avanza, awalnya merasa tidak memiliki kesalahan apa pun. SIM dan STNK pengemudi ada; karena biasanya inilah yang menjadi fokus utama saat razia lalu lintas. Lampu-lampu dan asesori lain mobil juga terang masih berfungsi dengan baik karena kendaraannya memang masih cukup bagus.

Namun, rupanya perazia lebih teliti dan pintar. Terlihat satu kesalahan: kelebihan muatan! Ya, karena kendaraan minibus seperti Avanza ternyata harus diisi tak lebih dari delapan penumpang termasuk sopir. Kali ini, Avanza berisi 9 orang, dengan rincian 7 dewasa dan 2 anak-anak. Anak-anak dihitung? Ya, sama saja, kata si perazia!

Itulah hasil analisis paman saya yang menjadi “juru bicara” dengan keluar mobil untuk mempertanyakan alasan kesalahan. Diberi tahu kesalahan seperti itu, paman saya rupanya tidak mau terlalu lama berbelit mengenai kesalahan itu. Langsung saja diakui, daripada bakal dicari-cari kesalahan lain; mungkin tidak ada kotak P3K, mungkin kurang apa lagi, tidak tahu lah. Kira-kira begitu pengalaman paman saya itu.

Supaya lebih cepat, paman saya pun langsung menanyakan berapa denda yang harus dibayarkan. Perazia yang berpakaian seraham polisi itu pun menyebut angka tiga ratus ribu rupiah. Kami yang berangkat dari kampung tentu merasa tiga lembar uang merah itu sangat besar. Karenanya, paman saya coba menawar, 100 ribu bagaimana? Kira-kira hanya ditertawakan. Dua ratus ribu pun masih geleng-geleng.

Pak polisi ngotot dengan angka 300 ribu. Paman saya pun tidak bisa berkutik. Dia selalu ingat: lebih mengalah daripada semakin parah dicari-cari apalagi yang salah. Ya sudah, paman saya buka dompet, ambil beberapa lembar uang biru. Barangkali pak polisi itu tidak mengecek lagi uang yang diterima karena ternyata paman saya hanya menyerahkan lima lembar 50 ribuan, alias hanya 250 ribu. Atau barangkali uang sebesar itu sudah cukup mengingat banyaknya kendaraan yang kena razia?

Begitulah kisahnya. Namun, sebenarnya bukan itu inti pembahasan tulisan ini. Kalimat utama dalam tulisan ini adalah ucapan salah seorang anak kecil dalam Avanza itu, keponakan saya, yang masih kelas 4 SD. Melihat pak polisi mencegat kemudian membiarkan kendaraan berjalan kembali setelah menerima sejumlah uang, keponakan saya berkomentar, “Bu, pak polisi kok kayak perampok ya?”

Ya, begitulah kenyataannya. Begitulah yang dilihat keponakan saya. Mungkin di benaknya selama ini, hasil belajar di sekolah, polisi adalah penolong masyarakat, pengayom masyarakat, gagah berani melawan penjahat, tegas menangkap pencuri. Dan kesan-kesan kebaikan lain yang muncul dari promosi verbal via pelajaran sekolah.

Beberapa waktu sebelumnya, adik ipar saya yang masih TK kecil, diajak jalan-jalan ke kantor polisi oleh pengelola tempatnya belajar. Saya kira, tentu pak atau bu polisi yang ada di kantor polisi akan memperkenalkan tugas dan kesan yang baik bagi anak-anak TK. Dan seperti yang saya bayangkan saat masih kecil, kira-kira semua anak TK akan semakin hormat dengan kegagahberanian para polisi.

Itulah promosi verbal. Namun, kalau kemudian keponakan saya melihat dengan mata kepalanya sendiri kejadian seperti dalam razia itu, bergunakan promosi verbal itu? Kalau kelak adik ipar saya juga mungkin harus melihat tingkah buruk lain dari oknum polisi, mungkinkah dia masih terkesan dengan kegagahberanian pak polisi?[]

Wonoyoso, 11 Juni 2012

1 comment:

DiEza Web said...

menarik sekali ceritanya...
dan sepertinya memang begitulah adanya wajah2 penegak hukum dinegara kita... semua UUD = UjungUjungnya Duit... hehhee...
jangan lupa mampir dimari sobat.. :)