suatu pagi, ditemani secangkir teh, ngobrol dengan seorang muslim filipina. tiba-tiba ia menanyakan kabar 177 calon jamaah haji indonesia yang "terdampar" di manila. menurut versinya, selain calon jamaah haji dari indonesia, rupanya ada 7 nama lain dari malaysia. kasusnya sama: menggunakan paspor filipina.
ia sendiri, yang telah melakukan ibadah haji tiga kali saat bekerja di arab saudi pada 2007-2010, menyatakan bahwa umat muslim filipina tak masalah jika ada kaum muslimin indonesia hendak berangkat haji dari filipina. tak dijelaskan lebih lanjut apakah memang peminat atau orang yang mampu haji dari filipina angkanya masih di bawah kuota yang diberikan pemerintah arab saudi.
intinya, ia sebagai sesama muslim mempersilakan warga indonesia untuk berangkat haji dari negaranya. saat dipertanyakan bahwa hal itu melanggar peraturan-peraturan antarnegara, ia malah menantang: lebih tinggi mana aturan Allah dengan aturan negara?
hmm.. baiklah. saya pun coba jelaskan bahwa masalahnya sebenarnya tak sesederhana itu. ia sempat menanyakan, kenapa warga indonesia itu bisa ketahuan di bandara manila? kenapa bukan syekhnya (semacam kiai atau ustadz yang menjadi ketua kelompok pembimbing haji) saja yang maju saat ditanya-tanya oleh petugas bandara?
nah, di sinilah rupanya kuncinya. ia mungkin mengira ini hanyalah masalah ibadah: ada orang yang ingin beribadah tapi dihalang-halangi oleh negara. saya pun mencoba jelaskan sebatas pengetahuan, bahwa 177 warga indonesia ini bukannya pergi secara "baik-baik" melalui syekh sebagaimana lazimnya jamaah haji dari filipina. kuat dugaan bahwa mereka ini dimanfaatkan oleh oknum atau kriminal yang hendak mengeruk keuntungan dari niat ibadah mereka. memang belum terendus atau belum dibuka siapa saja yang terlibat. semoga saja tidak melibatkan orang-orang yang selama ini dianggap sebagai "alim" atau "syekh" di filipina. semoga saja betul-betul hanya melibatkan mereka yang sehari-hari mengejar harta sehingga mudah bagi umat islam untuk berlepas diri dari tindakan tidak terpuji ini.
saya kemudian menanyakan bagaimana umumnya jamaah haji filipina mengatur perjalanannya. secara sederhana, ia menjelaskan bahwa biasanya warga muslim filipina yang hendak menunaikan haji mendatangi syekh. syekh pun bisa dititipi untuk jasa pembuatan paspor. selanjutnya, syekh yang akan berkoordinasi dengan "muslim affairs" (lembaga resmi di bawah pemerintahan filipina) di manila untuk pengurusan haji itu. dari situ nanti akan diurus visanya ke kedutaan besar arab saudi di manila.
dari obrolan ini, saya mendapat kesan bahwa muslim filipina sebenarnya menyambut baik jika warga muslim indonesia hendak berangkat haji dari filipina. lalu, mungkinkah itu?
mungkin saja, tentu dengan konsekuensi yang adil. misalnya, jangan mau enaknya saja menggunakan paspor filipina tapi tidak mau kehilangan kewarganegaraan indonesia. artinya, jika memang ngebet hendak melakukan haji, lalu tak sabar menunggu antrean haji indonesia, silakan dipelajari tata cara menjadi warga filipina, asal siap kehilangan kewarganegaraan indonesia.
sebenarnya filipina mengakui dwikewarganegaraan. tapi mari ikuti aturan tanah air bahwa indonesia tidak (setidaknya hingga saat ini) mengakui kewarganegaraan ganda. masih ngotot soal dwikewarnegaraan? silakan sampaikan aspirasi kepada wakil rakyat di senayan :)
so, bisa saja memiliki paspor filipina dengan risiko kehilangan paspor indonesia. sehingga kelak, saat semua berjalan mulus, termasuk ibadah hajinya, kemudian ingin kembali tinggal di indonesia, jangan mengeluh saat harus mengurus izin tinggal di indonesia secara rutin dengan paspor filipinanya.
saya pribadi, tetap menjadi warga indonesia adalah pilihan nomor satu. mungkin sangat subjektif, tapi soal keamanan, kebebasan berekspresi, kemudahan berinteraksi, saya masih merasa indonesia lebih baik. jadi, marilah bertanggung jawab atas semua pilihan kita. semua pilihan pasti ada konsekuensinya. jangan hanya memilih dan berharap enak-enaknya saja :)
iligan city, 4-9-16