Partai NasDem mungkin akan menjadi satu-satunya partai anyar pada Pemilu 2014 mendatang. Berdirinya Partai NasDem, meskipun mungkin berawal dari kekecewaan sebagian orang di partai lawas, sebenarnya bisa dijadikan model baru partai di Indonesia yang berbeda dengan partai-partai sebelumnya. Tentu saja ada beberapa hal yang harus dipersiapkan agar Partai NasDem ini mendapat simpati masyarakat.
Menurut survei-survei, kepercayaan rakyat Indonesia terhadap partai politik memang cenderung menurun. Partisipasi masyarakat pada Pemilu 2014, pun juga dikhawatirkan akan semakin lebih rendah dibanding pemilu sebelumnya. Hal itu tentu tidak mengherankan mengingat begitu banyaknya politisi yang tersandung kasus hukum dan utamanya tuduhan korupsi.
Nah, di sinilah Partai NasDem harus bisa menunjukkan suatu hal yang baru dalam dunia kepartaian Indonesia. “Hal yang baru”—tiga kata yang patut digarisbawahi—sebenarnya sempat diperlihatkan PKS sebelum Pemilu 2004. Berbekal kader partai militan di legislatif yang benar-benar memperjuangkan rakyat kecil, ditambah kader partai di luar lembaga resmi yang banyak membantu korban banjir dan bencana lainnya. Hasilnya, suara PKS naik berkali-kali lipat pada Pemilu 2004.
Sayangnya, PKS kemudian ikut terjebak dengan permainan partai-partai lain. PKS tak lagi menampakkan idealismenya, malah semakin terjerembab pada pragmatisme sebagaimana partai politik pada umumnya. Walhasil, pada Pemilu 2009, kursi yang mereka dapatkan di DPR tidak beranjak terlalu jauh. Memang tidak menurun, tetapi menunjukkan tidak ada peningkatan signifikan seperti dari 1999 ke 2004.
Untuk itu, jika benar-benar hendak menampilkan gaya baru dalam jagat politik, Partai NasDem harus bersungguh-sungguh meninggalkan gaya yang dianut semua partai yang ada di DPR saat ini. Dengan betul-betul memperjuangkan kebutuhan rakyat kecil, niscaya Partai NasDem akan mendapat simpati luas. Misalnya saja, dengan adanya BAHU (Badan Advokasi Hukum) dalam Partai NasDem, hal itu harus benar-benar dimanfaatkan untuk membela kepentingan rakyat yang terpinggirkan.
Jangan sampai BAHU hanya menjadi pembela kader partai jika ada yang tersangkut kasus hukum. Bahkan—jika perlu—demi menampilkan “hal yang baru” itu, Partai NasDem misalnya saja justru mengkhususkan BAHU ini untuk membela rakyat kecil. Kader partai, yang biasanya merupakan orang-orang elit, tidak perlu mendapat bantuan dari BAHU. Elit-elit partai (dan itu yang biasanya disebut sebagai kader partai) justru pada umumnya orang berduit yang mampu membayar sendiri para pengacara.
Dengan hanya mau membela orang di luar struktur partai, utamanya rakyat kecil, BAHU sebagai kepanjangan tangan Partai NasDem dapat membentuk image partai induknya yang betul-betul peduli pada wong cilik. BAHU juga sebaiknya tidak perlu memberi bantuan hukum kepada kader apalagi pengurus Partai NasDem. Hal ini untuk menjaga nama baik partai karena selama ini setiap nama yang sudah di-blow up media bahwasanya dia telah melakukan tindakan melawan hukum maka dengan sendirinya masyarakat umum langsung mengecap dirinya dengan gambaran aib. Tidak peduli apakah nanti blow up media itu dapat dibuktikan di pengadilan atau tidak. Apalagi, saat ini kepercayaan masyarakat terhadap dunia peradilan semakin menurun. Kesan-kesan peduli rakyat kecil dan tidak membela elit bersalah seperti inilah yang kiranya akan membuat para pemilih tertarik mencoblos partai pada Pemilu nanti.
Langkah lain yang perlu dilakukan Partai NasDem adalah jangan mengikuti irama yang selama ini dimainkan partai-partai yang sudah ada. Misalnya saja berkaitan dengan rekrutmen kader. PKS sebenarnya sudah memberikan contoh yang baik dengan menjadi partai eksklusif dalam hal pengelolaan partai. Kader partai yang kemudian menanjak menjadi pengurus hinggal elit partai adalah mereka yang benar-benar telah melalui serangkaian pembinaan dari awal. Tidak ada kader jadi-jadian yang sebelumnya membela partai lain tiba-tiba masuk sebagai pengurus apalagi caleg.
Hanya saja, PKS rupanya kemudian terbawa arus partai lain dan terlihat tidak sabar dengan model pembinaan terencana dan bertahap seperti yang sudah dijalankan sebelumnya. Padahal, masyarakat sebenarnya tidak mempermasalahkan eksklusivitas pengelolaan suatu partai. Asalkan hasil kerjanya bisa dinikmati secara luas alias inklusif, masyarakat tetap akan lebih memilih partai demikian daripada partai yang dikelola beragam kulit warna, tetapi justru memperkaya diri sendiri dan kelompoknya.
Beberapa hari yang lalu, sebuah televisi yang paling sering dijadikan media untuk mengiklankan Partai NasDem memberitakan bahwa seorang anggota DPR dari sebuah partai yang sudah cukup berumur rela meninggalkan partainya demi membela Partai NasDem. Berita demikian sesungguhnya tidak bisa dijadikan suatu bahan kebanggaan bagi Partai NasDem. Masyarakat tidak kemudian dengan mudah memiliki kesan bahwa Partai NasDem telah berhasil menarik minat politisi senior sehingga ke depan jalannya partai akan lebih baik. Sebaliknya, masyarakat justru bisa berkesan bahwa Partai NasDem tak ubahnya partai yang selama ini ada; yaitu menjadi batu loncatan untuk memperkaya dan melindungi diri sendiri serta kekayaannya.
Memang tidak ada salahnya merekrut tenaga-tenaga berpengalaman untuk memperkuat partai. Namun, semakin banyaknya politisi ternama yang dipenjara pengadilan atau ditahan kejaksaan, kepolisian, dan KPK, partai baru yang hendak bersaing seharusnya tidak perlu mendekati juga jangan mau didekati politisi yang justru sudah bergelut dengan dunia perpolitikan sebelumnya. Partai NasDem, jika memang ingin membawa slogan perubahan, tentu harus mengedepankan nama-nama baru dan tenaga-tenaga muda yang belum atau malah tidak terkontaminasi dunia kotor politik sebelumnya.
Intinya, Partai NasDem harus berhati-hati dalam rekrutmen kader. Jangan sampai Partai NasDem dihuni orang-orang oportunis yang hendak melipatgandakan kekayaan, mencari perlindungan, atau memperpanjang usia kekuasaannya. Jika betul niatnya adalah melakukan restorasi Indonesia, Partai NasDem harus menutup pintu serapat-rapatnya bagi politisi yang tidak bersih. Sebaliknya, Partai NasDem harus melakukan kaderisasi bertahap untuk menjaga partai agar tidak disusupi kepentingan pribadi dan sekelompok kecil golongan.[]
Pujut, 4 Maret 2012