Monday, September 22, 2008
Ulasan Buku: Amalan Hati
Judul Asli : A’mâlul-Qulûb au al-Maqâmât wal-Ahwâl
Penulis : Ibnu Taimiyah
Judul Terjemahan : Amalan Hati; Menjernihkan Jiwa Menyegarkan Amal
Penerjemah : Misbakhul Khair, Lc.
Penerbit : Pena Pundi Aksara
Cetakan : Kedua, 2008
Jumlah halaman : xii + 214
Harga : Rp33.000,00
Buku yang ditulis oleh seorang ulama besar berjuluk Syaikhul Islam ini merupakan salah satu pintu yang dapat dilalui menuju kejernihan batiniah. Batiniah yang jernih—sebagai pangkal segala gerakan lahiriah—merupakan salah satu prasyarat penting diterimanya ibadah seseorang. Hal itu karena suatu kebaikan, misalnya, yang dilakukan oleh seorang muslim pada suatu kesempatan dan dilakukan oleh seorang musyrik pada kesempatan yang lain, terlihat tidak ada bedanya. Namun, sejatinya terjadi perbedaan yang teramat jauh.
Amal seorang muslim dengan amal seorang muslim yang lain pun bisa memiliki perbedaan signifikan jika memang berlatar niat berbeda. Semua itu tidak lain dipisahkan oleh amalan hati. Barang siapa sejak awal dapat menyetir hatinya sesuai dengan perintah syariat, insya Allah tidak akan kesulitan untuk benar-benar menuai manfaat atas setiap gerakan yang dilakukannya. Ibadah dan semua amalnya tidak akan sia-sia jika ia memang mampu menjernihkan batiniahnya.
Syekh Ibnu Taimiyah sendiri sebelum melangkah jauh dalam penulisan buku ini mengungkapkan bahwa amalan hati merupakan bagian dari fondasi keimanan dan tiang agama. Di antara amalan hati yang harus diresapi setiap muslim adalah cinta kepada Allah dan Rasul-Nya, bertawakal dalam setiap ikhtiar, ikhlas menunaikan setiap ajaran agama, bersabar saat menghadapi ujian, takut akan siksa neraka, dan selalu mengharap rahmat dan ampunan-Nya.
Selain bahan-bahan fondasi itu, Syekh Ibnu Taimiyah mengurai tiga tingkatan manusia dilihat dari amalan hatinya; yaitu azh-zhâlim li nafsih alias orang yang berbuat zalim terhadap dirinya sendiri karena gemar melakukan maksiat; al-muqtashid atau orang yang memiliki tujuan, dengan senantiasa melaksanakan perintah Allah dan meninggalkan larangan-Nya; dan as-sâbiq bil-khairât sebagai tingkatan tertinggi yang melebihi tingkatan al-muqtashid karena juga melakukan hal-hal sunnah dan menjauhi hal-hal makruh. Tingkatan al-muqtashid dihuni oleh orang-orang awam, sementara tingkatan tertinggi tentu saja hanya dapat dilakukan oleh orang-orang khusus yang mampu mengendalikan hatinya sedemikian rupa.
Jika ingin mencapai tingkatan terbaik tersebut, tentu kita harus menapaki jalannya tangga demi tangga; bersabar dan selalu berusaha keras. Beruntung bagi kita karena Syekh Ibnu Taimiyah, melalui buku ini, telah memberikan petunjuk mana tangga-tangga yang harus kita lewati satu per satu. Di samping itu, buku ini menjelaskan trik-trik untuk menjauhi hal-hal yang patut kita waspadai, seperti bid’ah, mengikuti hawa nafsu, dan beberapa hal terkait akidah—terutama paham panteisme.
Jangan sampai hanya karena salah niat—terlihat remeh, padahal prasyarat paling penting—kemudian setetes keringat yang keluar dari gerakan kebaikan kita menjadi tidak memiliki arti sama sekali. Karena itu, adanya buku karya Syekh Ibnu Taimiyah ini dapat melempangkan jalan kita agar lebih menyadari arti pentingnya dasar segala ibadah, yakni amalan hati.[]
Kos Cempaka Warna, 21 September 2008
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment