Monday, April 09, 2007

Indomie Seleraku


Masih kental rasanya ingatan, di awal tahun 2000-an, setiap jamaah haji Masisir saat kembali dari tanah suci tak lupa membawa oleh-oleh khas makanan Indonesia. Yang paling laris tentu saja kerupuk, kecap, saos dan mi instan. Meski banyak macam dan mereknya, tapi yang paling mudah ditemukan tetap saja produk keluaran Indofood dengan mi instan Indomie menempati peringkat teratas most wanted.

Barangkali karena harganya lebih terjangkau sekaligus terlihat murah meriah, Indomie selalu jadi primadona. Baik jamaah haji Masisir maupun para "penunggu"-nya yang senantiasa berharap banyak buah tangan, sama-sama memandang Indomie-lah barang yang "wajib" dibawa. Maka tak mengherankan jika beberapa jamaah haji Masisir malah sebagian membawa sampai 3-4 kardus Indomie sebagai oleh-oleh andalan. Apalagi yang memiliki banyak teman, atau tinggal bersama banyak orang, tentu saja Indomie menjadi pilihan tepat agar semua dapat mencicipi secara lebih merata dan terasa.

Tidak hanya jamaah haji, bahkan mahasiswa yang liburan ke Indonesia, tak jarang yang kembali ke Cairo membawa 1-2 karton Indomie. Ya karena alasan murah meriah dan juga mudah dibagi secara merata itu. Selain itu, timbangan Indomie yang tak terlalu berat juga menjadi pertimbangan kuat mahasiswa yang balik dari mudik.

Itu di awal tahun 2000-an. Kini, seiring berjalannya waktu, Indomie rupanya tidak termasuk hal paling banyak dibawa jamaah haji ataupun mereka yang baru datang dari tanah air. Tak lain dan tak bukan karena memang sekarang Indomie sudah teramat mudah dijumpai di banyak supermarket maupun toko Mesir.

Sebagai makanan instan, Indomie memang benar-benar amat membantu mereka yang terlanjur kelaparan atau sekadar sedang malas masak. Saat tidak ada apapun di dapur, sementara perut mulai keroncongan dan anggaran belanja menipis, Indomie jadi sasaran utama. Cukup dengan modal satu seperempat pound sudah bisa memenuhi rongga perut. Atau kalau masih terlalu lapar, Indomie juga bisa dimasak sebagai lauk agar lebih mudah melarutkan nasi melewati mulut dan kerongkongan.

Di lain kesempatan, ketika jadwal piket masak tiba, sementara hati dan pikiran sedang tidak mood dibawa ke dapur, Indomie juga bisa jadi solusi. Daripada mengolah bahan mahal —mahal menurut ukuran mahasiswa tentunya— semisal daging, ikan dan semacamnya, lalu tidak "jadi" (baca: tidak enak), tentu sayang. Karenanya, mengolah Indomie yang sudah pas takaran bumbunya, kiranya tak perlu mengorbankan selera makan teman serumah.

Bahkan saat ini, di beberapa sekretariat organisasi, Indomie menjadi menu "wajib" saat makan bersama. Apalagi jika kantor sekretariat sering dihampiri banyak anggota, tinggal beli 2-3 bungkus Indomie, dihiasi aneka macam sayur, ditambah telur dadar —kalau perlu—campur tepung, dijamin tetap dapat menjangkau semua perut sekian banyak aktifis yang ada.

Selain amat menguntungkan dari sisi cepat sajinya, harga Indomie juga sangat pas di kantong mahasiswa. Meski Indomie yang tersedia di Cairo dan Mesir pada umumnya adalah merupakan impor dari Arab Saudi, tapi bandrolnya amat terjangkau. Dan lagi, sebagai warga negara Indonesia di luar negeri, tentu bangga dapat membeli barang hasil kerja keras bangsa sendiri. Karena meski diproduksi di Arab Saudi, tetap saja perusahaan asing di sana berada di bawah lisensi dan pengawasan PT Indofood Sukses Makmur dalam memproduksi merek Indomie. Semua juga pantas menepuk dada melihat hasil karya anak bangsanya diakui dan dijual bebas di negeri orang.

Bahkan menurut kabar yang ada, kini sedang dijajaki kemungkinan membuat pabrik Indomie di Mesir. Jika berita ini benar, pendirian pabrik Indomie tentu bukan karena hanya ingin memenuhi keinginan mahasiswa Indonesia dalam mengobati rasa rindu makanan tanah air. Apalagi jumlah komunitas mahasiswa dan masyarakat Indonesia yang tak bisa dibilang besar untuk ukuran bisnis pembuatan pabrik.

Karenanya, akan adanya produksi besar-besaran Indomie di Mesir, pastilah karena pasar di Mesir juga terbuka dan tertarik dengan mi instan khas Indonesia itu. Atau barangkali selain Indomie, banyak juga makanan dan bahan makanan dari PT. Indofood Sukses Makmur yang mampu merebut hati konsumen Mesir. Karena bagaimanapun juga, kecap dan saos Indofood juga laku keras di kalangan orang pribumi. Maka adanya produksi besar-besaran Indomie di Mesir, pastilah karena pasar di Mesir sudah kepincut dengan mi instan khas Indonesia itu.

Kalau sekarang ini yang banyak dikenal adalah mi instan Indomie, kecap dan saos Indofood, bukan tidak mungkin di masa mendatang akan semakin banyak produk Indonesia menjadi pajangan utama supermarket Mesir. Yang pasti, pekerjaan besar selalu dimulai dari hal terkecil. Di awal pengenalan Indomie, siapa yang akan menyangka produk makanan andalan PT. Indofood itu bakal melanglangbuana hingga ke negeri padang pasir seperti Mesir dan Arab Saudi? Bahkan mungkin dulu angan bisa menyaingi Sarimi (pioneer mi instan sekaligus merek paling dikenal di tahun 1990-an) saja sudah dianggap tinggi.

Peran setiap warga negara Indonesia di luar negeri dalam mempromosikan produk tanah air, tentu sangat membantu kampanye menghadapi era perdagangan bebas. Awalnya mungkin satu bungkus makanan sampai ke suatu negara, tapi jika respon penduduk setempat baik, "serangan" bergelombang membawa makanan berjenis sama dapat membuat ketagihan para penikmatnya. Berikutnya, produk jenis lain bisa menyusul belakangan.

Demikian juga dengan masuknya Indomie ke Arab Saudi dan Mesir, pastilah dimulai dari sedikit demi sedikit. Melihat Indomie sebagai produk paling mencolok dan paling sering ditemui di supermarket tanah Arab, maka mi instan itulah yang diyakini paling awal masuk. Bahkan karena cerita suksesnya, Indomie lantas dapat "mengajak" kecap, saos juga beragam produk lainnya menembus pasar mancanegara. Imbasnya, jika pasar benar-benar amat membutuhkan produk-produk dimaksud, ekspor besar-besaran tentu dapat menjadi salah satu penyumbang utama devisa negara. Atau kalau sudah dalam skala tinggi, pembuatan pabrik dengan lisensi perusahan asal di Indonesia juga terlihat lebih gagah membawa nama harum Indonesia.

Ekspor atau pembuatan pabrik, sama-sama menarik keuntungan bagi negara Indonesia baik secara materi maupun non-materi. Maka tak salah nyanyian dalam iklan yang sering kita dengar di televisi, "Indomie Indomie seleraku, Indomie dari dan bagi Indonesia".[]

1 comment:

Capten D.Al Warehousi said...

Saya setuju mas, tapi yg lebih untung itu bukan bangsa indonesianya, tapi si liem sio liongaa...hee..heee..