Friday, April 13, 2007

Makam Alim Ulama di Mesir Kurang Terawat

Catatan Perjalanan Holy Tour (2)


Di sekitar makam Syaikh Ibnu Atho'illah Assakandari, terdapat banyak juga makam para alim ulama dan salafusshaleh. Daerah pemakaman yang biasa disebut sebagai al-Qurrofah al-Kubro ini memang layaknya pemakaman umum. Namun karena umurnya sudah ratusan bahkan ribuan tahun, sehingga banyak juga orang istimewa yang dimakamkan di situ.

Selain makam Syaikh Ibnu Atho'illah yang terkenal dengan kitab Al-Hikamnya, di al-Qurrofah al-Kubro juga terdapat makam Syaikh Abu Jamra, seorang ahli hadis ternama yang juga salah satu guru Syaikh Ibnu Atho'illah. Makam Syaikh Abu Jamra ini terletak persis di depan masjid sekaligus makam Syaikh Ibnu Atho'illah.

Selain kedua ulama masyhur ini, masih banyak lagi tokoh zaman dulu yang dimakamkan di sekitar al-Qurrofah al-Kubro. Hanya saja karena guide utama belum juga nampak sementara saat dihubungi lewat ponselnya juga tak ada jawaban, peserta Holy Tour hanya menziarahi 2 tempat itu, serta satu lagi di samping kiri makam Syaikh Ibnu Atho'illah, yaitu makam Syaikh Taqiyyuddin bin Daqiquddin, sosok wirai yang hidup pada abad ke-7 Hijriyah.

Saat rombongan 5 bus sudah masuk ke armadanya masing-masing, barulah nampak M. Mukhlishin, guide utama datang dengan tergopoh-gopoh. Kepada panitia, mantan Ketua Jam'iyyah Ahli al-Thoriqoh al-Mu'tabaroh al-Nahdliyyah NU Mesir itu meminta maaf karena terlambat. Dijelaskannya, saat memasak air untuk mandi sebelum keberangkatan, dirinya tertidur secara tidak sengaja. Sementara tempat tinggalnya di asrama berjarak cukup jauh dari kantor sekretariat NU Mesir. Saat sampai di kantor sekretariat NU Mesir semua sudah sepi dan dirinya langsung berinisiatif mengejar ke makam Syaikh Ibnu Atho'illah, itupun dengan menumpang angkutan umum dan harus berganti bus 3 kali.

Dengan munculnya guide utama, ziarah pun lebih terarah. Tujuan kedua di sekitar makam Imam Syafi'i, dengan baik dan lancar diterangkan satu per satu oleh Mukhlishin. Mulai dari sejarah sang penghuni makam, hingga makam siapa saja yang berada di sekitarnya.

Masih di sekitar masjid dan makam Imam Syafi'i, terdapat makam Syaikh Zakaria al-Anshari. Sementara sebelumnya, dijelaskan bahwa bus sudah melewati makam guru Imam Syafi'i, yaitu Syaikh Imam Waqi', yang terkenal dalam sebuah syair yang dikarang oleh Imam Syafi'i saat imam madzhab itu berkeluhkesah tentang kesusahan saat menghafal.


Selesai berziarah di sekitar makam Imam Syafi'i, Mukhlishin mengajak semuanya berjalan kaki ke jalan di samping makam Imam Syafi'i. Sebelumnya, semua diberitahu bahwa perjalanan harus ditempuh dengan jalan kaki karena tidak memungkinkan untuk dilewati bus. Meski cukup jauh, tapi karena berjalan bersama 250-an orang, tak terasa capai.

Sekitar 750 meter dari makam Imam Syafi'i, Mukhlishin berhenti di sebuah makam dengan batu prasasti tertera nama Sayyidah Fathimah binti al-Qosim al-Thoyyib. Jika dirunut, Sayyidah Fathimah al-'Aina (disebut al-'Aina' karena konon matanya menyerupai kecantikan Fathimah putri Rosul Saw.) merupakan cicit dari Sayyidina Husain bin Ali bin Abi Tholib. Tak jauh dari situ, ada juga makam sang ayah, yaitu al-Qosim al-Thoyyib, serta 3 saudara Fathimah yang memiliki keistimewaan masing-masing, termasuk kakak kandungnya yang bergelar al-Syabih karena konon memiliki ciri tubuh seperti Nabi Saw.

Saat meneruskan perjalanan lagi dimana kanan-kiri merupakan daerah pemakaman umum, sekitar 500 meter kemudian sampai di makam ulama terkenal, Imam Ibnu Hajar al-Asqalani. Sayangnya karena berada di tengah pemakaman umum, makam ahli hadis ternama ini terkesan tak terawat. Hanya sebuah prasasti kecil di luar makam agak sempit yang menjelaskan sebuah nama masyhur di kalangan santri.


Menurut Mukhlishin, Imam Ibnu Hajar ini juga sangat dijunjung oleh kalangan Al-Azhar. Terbukti di samping batu nisannya, terdapat replika semacam peci kebesaran Al-Azhar dengan warna khas paduan merah dan putih. Sayangnya, jalanan di depan makam benar-benar memprihatinkan, becek bila terkena air dan amat berdebu jika musim panas.

Demikian juga ruang dalam areal makam yang terkunci itu, terkesan kotor tak terawat. Lebih mengenaskan lagi, Mukhlishin menceritakan bahwa pada setiap Jumat jalanan di sekitar situ dijadikan pasar kaget oleh penduduk setempat. Pernah pada satu kesempatan Mukhlishin berziarah ke makam Imam Ibnu Hajar ini pada hari Jumat. Tak disangka, rupanya jeruji pintu makam malah dijadikan pijakan tali penjual binatang ternak. Mukhlishin hanya bisa mengelus dada melihat itu. Karena kalau makam itu terletak di Indonesia, niscaya akan dihias sedemikian rupa sehingga para peziarah bisa lebih khusyuk menyelami dunia khazanah ilmu agama zaman dahulu.[]

Bawabah Tiga, 13 April 2007

No comments: