Saturday, December 30, 2006

Berakhir Sudah, Drama Penyanderaan di NU Mesir


Kalau boleh berandai, memiliki kantor sekretariat permanen jelas lebih nyaman. Selain tak perlu banting tulang tiap awal bulan mencari uang sewa, juga tak usah repot bertengkar dengan pemilik rumah --terutama jika pemilik rumah memang rese. Kejadian tak mengenakkan nyaris saja membuat aktifis NU Mesir bisa terganggu konsentrasi belajarnya, yang dalam beberapa hari mendatang bakal menghadapi ujian.

Kamis (29/12/2006) malam, NU Mesir merencanakan pindah sekretariat. Hal ini karena pemilik rumah yang dijadikan kantor sekretariat sejak 5 tahun terakhir hendak menaikkan harga sewa sampai seribu pound Mesir. Ditengarai, harga sewa dinaikkan sampai setinggi itu setelah tuan rumah kesengsem melihat cat baru dinding kantor NU Mesir yang memang mengkilap. Dinaikkan sampai 300 pound atau lebih dari 50 dolar AS itu tentu sangat memberatkan NU Mesir.

Karenanya, sejak 2 bulan terakhir pengurus NU Mesir mencari alternatif rumah lain. Setelah melalui pencarian yang cukup melelahkan, didapatilah sebuah rumah yang meskipun harganya juga seribu pound Mesir, tapi memliki space yang lebih luas serta fasilitas yang lebih baik. Maka, sebelum memasuki tahun baru yang bakal menandai naiknya harga rumah lama, aktifis NU Mesir sepakat berpindah rumah.


Malang tak dapat ditolak untung tak dapat diraih. Setelah melalui interaksi cukup baik --meski kadang dibumbui beberapa kejadian tak mengenakkan-- dengan pemilik rumah selama hampir 5 tahun, saat akan meninggalkan rumah justru hendak menjadi su'ul khatimah.

Selama ini pihak NU Mesir sebenarnya sudah mencoba sebaik mungkin berhubungan dengan empunya rumah. Baik dengan Mama dan terutama dengan anaknya yang bernama Musthafa. Sementara satu anak lagi yang bernama Syarif sering membuat tidak n
yaman penghuni kantor sekretariat NU Mesir. Bahkan pada sekitar Oktober 2003, Syarif sempat menggasak walkman dan ponsel aktifis NU Mesir.

Dan puncaknya terjadi pada saat akan pindahan itu. Malam itu, sekitar setelah magrib, sudah banyak aktifis NU Mesir berkumpul untuk bersiap menaikkan barang ke atas kendaraan pick-up yang sengaja disewa untuk pindahan itu. Barang-barang itu memang sudah dikemas sejak beberapa hari sebelumnya.


Tak dinyana, tiba-tiba Syarif datang dengan muka garang. Dengan mulut bau minuman keras, pemuda tanggung berbadan tinggi besar itu menuding-nuding para aktifis NU Mesir. Yang jadi sasaran utama tentu saja pengurus yang tinggal di kantor sekretariat, yakni Arif Ramadhan atau yang akrab disapa Adon. Dengan galak Syarif menghardik Adon untuk tidak pindah dulu sebelum akad sewa habis pada tanggal 15 Januari. Hal ini karena Syarif khawatir Adon --sebagai perwakilan NU Mesir-- tak bertanggungjawab atas beberapa kerusakan rumah yang memang dihuni sejak cukup lama itu.


Padahal, selama ini Adon maupun NU Mesir tak pernah ingkar janji ataupun sekadar menunggak membayar biaya sewa. Artinya, tak ada track record buruk dari pihak NU Mesir selama menyewa rumah itu sejak Februari 2002. Alasan Syarif dinilai mengada-ada dan sengaja membuat keributan.

Adon pun menelpon dan melaporkan kejadian ini pada Fakhruddin Aziz, Katib Syuriah yang sempat menjadi penghuni kantor sekretariat pada Juli 2003-Juli 2006 lalu. Dianggap sebagai senior yang sudah lebih kenal dengan tuan rumah juga Syarif, Aziz diharapkan dapat menengahi. Aziz mau membantu. Sayang saat ditanya Aziz soal nomor telpon Mama, Adon mengaku kelupaan.


Pertengkaran sengit terjadi antara Syarif dengan beberapa aktifis NU Mesir yang saat itu ada. Dan Adon tak lupa selalu kontak dengan Aziz per telpon melaporkan perkembangan. Di sisi lain Aziz mengontak Abi Lacon, panggilan Muhlashon Jalaluddin, Lc. Ketua Tanfidziyah NU Mesir yang juga seorang staf di KBRI.


Pertengkaran semakin memuncak, sampai Syarif mengambil sebuah pisau dapur. Tak ayal hal ini membuat suasana semakin tegang dan aktifis NU Mesir pun ciut nyalinya. Kalau mau adu kekuatan, barangkali para aktifis itu bisa saja menang keroyokan, tapi justru bisa menimbulkan masalah lebih besar. Sehingga diambil jalan tengah "mengalah". Adon pun berupaya menenangkan Syarif dengan mengatakan akan memanggil "orang yang lebih berwenang" dalam menentukan keputusan malam itu.

Syarif masih dalam gelagat kecurigaan. Maka, para aktifis NU Mesir yang berjumlah sekitar 8 orang, dilarang keluar rumah juga tak boleh ada orang masuk. Yang paling tegang saat itu adalah Adon, yang merasa paling bertanggungjawab, serta merasa terlalu lama menunggu kabar dari Aziz dan Abi Lacon. Karena setelah melihat Syarif yang membawa pisau itu, Adon berharap Aziz atau Abi Lacon segera dapat mendatangkan polisi ke tempat kejadian.

Sementara Aziz dan Abi Lacon berusaha mengontak kepolisian setempat, Adon makin tegang. Sedangkan teman-temannya yang juga dalam "penyanderaan" terlihat tegang tapi tak sampai seperti Adon yang mulai menitikkan butir-butir air mata.

Hampir 2 jam dalam keadaan seperti itu, akhirnya Haras Baco, Lc., staf Konsuler KBRI yang juga mustasyar NU Mesir setelah dikontak Abi Lacon datang ke tempat kejadian. Berbicara cukup keras dalam menggertak, ternyata malah dianggap sebelah mata oleh Syarif. Merasa disepelekan seperti itu, Pak Haras yang memang sering kontak dengan pihak kepolisian Mesir mengancam akan memanggil polisi, karena sebelumnya memang sudah dikontak meski belum datang juga. Dengan lantang Syarif mengatakan tidak takut. Pertengkaran pun berlangsung keras antara Pak Haras dengan Syarif.

Setelah cukup reda, Syarif pun tampak kelelahan karena selama dua jam lebih mengurung para aktifis itu di dalam rumah. Pamit untuk keluar sebentar yang katanya hanya 5-10 menit, Syarif sempat mengeluarkan instruksi agar tak ada orang di situ yang keluar juga tak ada orang luar masuk ke dalam rumah.

Tepat saat menutup pintu rumah, pihak keamanan Mesir datang. Karena menggunakan kendaraan angkutan umum (angkot), Syarif tak menyangka kalau mereka itu pihak keamanan yang berbaju preman. Dia berlalu saja, meski menurut sejumlah saksi mata Syarif juga sempat sedikit terperanjat dengan keberadaan angkot yang masih dinyalakan mesinnya itu di depan kantor NU Mesir.

Pak Haras lalu mendekati 2 pria berbadan tegap itu, karena yakin kalau mereka adalah pihak keamanan. Setelah salah seorang dari mereka selesai melakukan pembicaraan telpon, mereka lalu menyergap Syarif. Kaget dengan perlakuan itu, Syarif pura-pura tak tahu dan tanya ada apa.

Plakk!! Sebuah pukulan mendarat di wajah Syarif, ditambah gertakan seharusnya mereka yang tanya, bukan Syarif. Diperlakukan keras seperti itu, nyali Syarif jadi ciut. Rupanya dia baru menyadari kalau yang berada di depannya betul-betul pihak berwenang. Syarif pun digeledah dan sempat ditampar dan dijambak beberapa kali. Ketika itu, Syarif masih mengelak dari pertanyaan dan dakwaan, bahkan saat ditanya dimana ibunya (Mama), Syarif mengatakan sudah meninggal.

Syarif pun dibawa ke kantor polisi Nuqthoh Hay Ashir (setingkat Babinsa). Dari pihak pelapor, Aziz dan Adon juga ikut, ditemani Pak Haras. Saat di kantor polisi itulah, Syarif semakin memperlihatkan kecengengannya. Setelah sempat mengelak lagi dari pertanyaaan-pertanyaan yang diajukan, Syarif menjadi tersudut saat pernyataannya di-cross check pada Aziz dan Adon.

Mendapat angin segar, Aziz dan Adon yang selama ini hanya diam saja dengan perlakuan Syarif yang memang sering berbuat onar, meluapkan kekesalannya. Dan tentu saja polisi lebih percaya pada jawaban dari Aziz dan Adon. Karena saat digeledah, Syarif ternyata juga membawa sebilah pisau kecil di bagian belakang badannya. Hal ini membuat polisi makin curiga. Syarif yang mengelak hal itu sekadar sebagai alat pembelaan diri kalau terjadi sesuatu yang membahayakan, untuk ke sekian kalinya mendapatkan pukulan dari polisi.

Saat di kantor polisi itulah, Syarif mulai berubah 180 derajat. Yang selama ini menyepelekan keberadaan Aziz, Adon dan kawan-kawannya, mulai merengek-rengek meminta pengampunan dan pertolongan. Apalagi saat polisi menyerahkan keputusan penahanan Syarif pada Aziz dan Adon. Merasa mendapat durian runtuh, Aziz tanpa ragu menunjuk sel! Syarif pun menangis-nangis seperti anak kecil minta permen.

Dengan mencium-cium Aziz, Syarif meminta pengampunan. Bahkan Syarif mengatakan NU Mesir tak perlu melakukan perbaikan atas kerusakan yang ada. Karena masih kesal dan mendapatkan kesempatan itu, Aziz berpaling saja. Syarif pun tak putus asa, bahkan hendak diciumnya kaki Aziz.

Karena pihak pelapor minta terdakwa ditahan, polisi pun menyeret Syarif ke ruang tahanan, dengan kasar tentunya. Dimasukkan ke dalam ruangan pengap itu, Syarif menangis sejadi-jadinya. Bagaimana tidak, ruangan yang cukup sempit itu bahkan tak ada penerangan sama sekali. Dan dindingnya tak terbuat dari terali, melainkan tembok yang tertutup rapat. Begitu juga dengan pintunya yang terbuat dari besi. Hanya ada ventilasi kecil berukuran sekitar 5X30 cm.

Tak henti-hentinya Syarif menangis dalam sel. Sementara Aziz terus dimintai keterangan oleh pihak kepolisian. Saat ditanya paspor, Aziz sempat gelagapan, karena sudah cukup lama belum memperpanjang ijin tinggal atau visa. Karena paspor tertinggal di rumahnya yang tak jauh dari NU Mesir, Adon dan Abi Lacon yang tiba di kantor polisi sesaat sebelumnya mengambilkan paspor Aziz. Beruntung, kemudian polisi tak mengecek visanya, hanya menanyakan nomor paspor, entah karena tak paham dimana semestinya tertulis visa atau kenapa.

Ketika itu, Syarif sudah mulai melemah suaranya. Tapi dengan merengek-rengek seperti orang cengeng, masih mencoba meminta pengampunan dari Aziz. Aziz lalu diakuinya sebagai teman baiknya. Tak cukup dengan itu, Syarif juga merengek pada Aziz, supaya jangan sampai tega membiarkan dirinya melewati hari raya idul adha di sel tahanan. Syarif mengaku takut tak dapat menikmati hewan kurban yang bakal datang esok lusanya. Syarif lupa, dimana beberapa saat sebelumnya, menggertak aktifis NU Mesir dan juga mengaku sebagai orang Yahudi, ketika diingatkan bahwa sesama Muslim adalah saudara dan tak boleh berbicara lantang apalagi mengancam.

Setelah mendengar rengekan seperti itu, juga mendapat masukan dari Abi Lacon, hati Aziz pun mencair. Rasa kemanusiaanya kembali muncul, dan merasa kasihan pada Syarif.
Syarif pun dikeluarkan dari tahanan dan kembali menciumi Aziz, sembari mengungkapkan pujian-pujian, mengaku-aku bahwa Aziz adalah kawan baiknya dan mengatakan NU Mesir tak perlu repot melakukan perbaikan-perbaikan dalam rumahnya.

Tak mau kecolongan, Aziz pun cerdik, bahwa pernyataan itu harus dibubuhkan dalam hitam di atas putih. Polisi lalu menyediakan kertas dan pulpen, menuliskan poin-poin kesepakatan antara Syarif dan Aziz (mewakili NU Mesir). Setelah selesai, ditandangani keduanya dan juga diketahui oleh kantor polisi.

Ternyata tak cukup sampai di situ, Syarif dan Aziz juga harus ke kantor Syurthoh Qism Awal Nasr City (setingkat polsek). Di kantor polsek, suasana sudah tak setegang di kantor nuqthoh, meski Syarif sempat juga beberapa kali digertak petugas. Karena Aziz sudah mengajak berdamai, Syarif juga tak dapat mencicipi sel tahanan polsek. Namun, keduanya kembali diminta membuat surat kesepatakan, sama seperti saat di kantor nuqthoh.

Tak lama setelah itu, sekitar pukul dua dini hari, semuanya selesai. Syarif pun tak lupa kembali menciumi Aziz dan juga Adon.[]

Bawabah Tiga, 30 Desember 2006

2 comments:

fuddyduddy said...

hoi... ceritanya kurang komplit, gak ada klimaknya...
gambar juga donk, keadaan NU Mesir saat ini dengan sekretariat barunya...

Agus Hidayatulloh said...

duh, kbiasaan jelek!! apa2 mintanya klimaks :)) sengaja ga komplit, takut yg lain ga bisa nulis ttg hal ini, jd biar masing2 punya kelebihan lah;)

soal gambar, baru dapat nih, njepret rumah lama, untung ga ktahuan syarif:D tp susah bngt nih ng-uploadnya...