Wednesday, August 03, 2016

Silaturahmi ke 103rd Base Command MILF





Inilah kali kedua memasuki camp militer MILF. Sebelumnya, pada patroli pertama 19 Juli 2016, berkesempatan melihat-lihat camp Bilal di Munai, yang dikomandoi salah satu “jenderal” MILF penuh karisma, Commander Abdullah “Bravo” Makapaar. Namun, saat itu Camp Bilal sangat sepi dan tidak tampak sebagai pusat pelatihan milier, lebih terlihat sebagai perkampungan penduduk sipil biasa; jalan yang masih tanah liat dan minus pemenuhan listrik. Konon, camp tersebut memang masih layer terluar dari bagian pusat pelatihan militer. Adapun untuk mencapai tempat pelatihan dalam arti sebenarnya masih harus berjalan kaki berjam-jam lamanya.

Kali ini, 25 Juli 2016, berkesempatan memasuki Camp Ali bin Abi Thalib, juga layer terluarnya dan bahkan camp ini baru dibangun dikhususkan untuk menerima tamu-tamu pihak eksternal; tidak dikhususkan sebagai tempat pelatihan militer. Berada di tengah pegunungan dan mesti turun dari mobil dan berjalan kaki sekitar 1 km untuk mencapainya, camp ini dalam waktu dekat sepertinya akan segera terjangkau oleh jalan beraspal atau berbeton. Tampak pembangunan di sepanjang jalan menuju camp ini terus dikebut.

Oleh para anggota MILF, jalan ini disebut dikerjakan oleh para kontraktor yang ditunjuk oleh Pemerintah Filipina. Camp ini sendiri terletak di dekat jalan tembus baru—betul-betul menembus hutan lebat—antara Marawi City ke arah Wao City. Sebelumnya, jika dari Marawi hendak pergi ke Wao maka harus berputar ke arah utara dulu, lanjut ke timur, baru ke selatan menuju Wao. Kini, dengan adanya jalan baru ini, yang sementara baru bisa dilalui kendaraan bermotor saat jauh dari musim hujan, cukup lurus saja ke selatan dari Marawi menuju Wao.

Saat bulan April lalu rombongan Head of Mission IMT memasuki camp ini, bahkan jalan kaki ditempuh lebih jauh yakni sekitar 4 km, dikali dua karena saat berangkat dan pulang demikian adanya. Kini, dengan pengebutan pemadatan jalan itu, saat berangkat memang harus berjalan 1 km, tetapi pulangnya bisa langsung naik mobil dari dalam camp karena para driver mampu mengendalikan jalan tanah liat itu. Tentu saja harus dengan ekstra hati-hati.

Ketika sampai di 103rd Base Command MILF yang terletak di Municipality Maguing, tepatnya Barangay Dilimbayan, rombongan TS2 IMT langsung disambut dan dikalungi semacam medali oleh Aleem Mujahid M Dima-Ampao, komandan base command ini, dan jajarannya. Berikutnya, upacara militer ala Bangsamoro Islamic Liberation Front/BIAF-MILF dilaksanakan, sementara rombongan IMT dipersilakan naik ke panggung. Upacara militer dimulai dengan teriakan komandan upacara dengan slogan-slogan jihad muslim: Allahu ghoyatuna, al-qur’anu dusturuna, ar-rasulu qudwatuna, dst.

Selesai upacara militer, para tamu dari IMT yang terdiri dari TS2 dan Non-violence Peace-force (NP) ini dipersilakan singgah di kediaman Aleem Mujahid yang berada di belakang aula tempat pertemuan—yang juga biasa digunakan sebagai masjid. Di kediaman Aleem Mujahid ini, para tamu disuguhi sarapan. Beberapa anggota rombongan yang berpuasa pun, demi menghormati tuan rumah, terpaksa membatalkan puasa Senin itu. Mungkin karena rombongan TS2 IMT semuanya beragama Islam, suasana tampak sangat akrab, nyaris tanpa kekakuan atau formalitas.

Setelahnya, semua menuju aula pertemuan di mana sekitar 200 anggota BIAF/MILF telah menunggu. Tidak terlalu banyak yang disampaikan TS2 dalam pertemuan ini karena TS2 memang “sekadar” hendak melihat perkembangan situasi. Kol. Romi selaku TS Leader hanya menyampaikan perkenalan singkat, mengingat 3 dari 4 anggota TS2 yang hadir baru pertama kali ini berkesempatan silaturahmi ke Camp Ali bin Abi Thalib. Kol. Romi juga menegaskan bahwa IMT akan berusaha sekuat tenaga agar perdamaian di Moro homeland segera tercapai.

Pertemuan ini lebih dimanfaatkan oleh NP yang datang untuk memberikan memberikan penyuluhan mengenai hukum humaniter internasional dan penegasan kembali komitmen semua pihak, termasuk MILF, mengenai pencegahan rekrutmen anak-anak menjadi anggota militer. Selain itu, NP mempresentasikan substansi United Nations Convention on Protection of the Child (UN CPC).

NP sempat memancing usia berapakah anak-anak dianggap sudah melewati masa larangannya menjadi tentara. Sebagian anggota BIAF menyebut angka 15, ada juga 16 dan 17 tahun. NP pun kembali mengingatkan bahwa baru saat melewati usia 18 tahunlah seseorang boleh diajak bergabung dengan pasukan militer. Tidak semua percakapan di antara NP dan anggota MILF itu mudah dimengerti, mengingat sebagian besar percakapan mereka menggunakan bahasa lokal, Maranao. Kebetulan, dari 4 personel NP yang hadir, 3 di antaranya merupakan warga asli Mindanao. Hanya satu yang berasal dari luar, dan jauh sekali, Finlandia.

Selain ditemui oleh Base Commander, Aleem Mujahid M Dima-Ampao, rombongan IMT juga ditemui atasannya, yakni Commander Jannati Mimbantas, Komandan MILF North Eastern Mindanao Front (NEMF), yang selevel dengan Commander Bravo sebagai Komandan MILF North West Mindanao Front (NWMF). Pada pertemuan ini, Commander Jannati menginformasikan kepada para anggotanya bahwa MILF pada 12 Juli 2016 di Davao City telah menyepakati kerja sama dengan Pemerintah Filipina perihal pemberantasan peredaran narkoba. Dengan kesepakatan ini, BIAF memiliki kewenangan untuk turun tangan langsung dalam melawan individu ataupun geng-geng yang terlibat penyalahgunaan narkoba.

Dari pengamatan pada pertemuan itu, terlihat anggota BIAF, setidaknya yang hadir saat itu, didominasi kalangan orang-orang tua, dengan umur berkisar 50-60 tahun. Senjata yang mereka tenteng pun—yang dibeli oleh mereka masing-masing karena menjadi anggota BIAF ini sendiri merupakan langkah sukarela atas panggilan jihad—tampak tidak terlalu sophisticated. Konon, senjata mereka dibeli dari anggota militer Filipina, yang pada beberapa kesempatan justru menjadi pihak yang mereka hadapi di medan pertempuran.

Selain kalangan orang tua, tampak menonjol juga para tentara berjilbab, bahkan banyak juga bercadar, yang tergabung dalam MILF-Bangsamoro Islamic Women Auxiliary Brigade (BIWAB). Hanya saja, para anggota BIWAB ini tidak aktif menjadi peserta upacara sambutan militer, hanya menjadi penonton seperti tamu lainnya. Demikian pula tidak tampak di antara mereka yang menenteng senjata api. Konon, anggota BIWAB ini lebih banyak diandalkan di balik panggung pertempuran, seperti penyediaan logistik dan penanganan kesehatan. Namun, menurut pengakuan security IMT yang berasal dari MILF, para anggota BIWAB ini juga dibekali pelatihan militer selayaknya kaum laki-laki. Tentunya pelatihan mereka terpisah, hanya instrukturnya yang juga terdiri dari sebagian laki-laki.

Dominasi kalangan tua di BIAF ini dapat ditengarai sebagai indikasi mengendurnya semangat atau militansi generasi muda MILF. Atau, bisa jadi para generasi muda MILF kini memandang bahwa menjadi tentara yang konotasinya adalah berperang sudah tidak relevan lagi saat ini. Hal ini bisa menjadi pisau bermata dua: jika perdamaian tercapai maka itu sangat bagus dan mudah untuk langkah demiliterisasi, tetapi di sisi lain akan menjadi kerugian bagi MILF seandainya di masa depan harus terjadi kontak senjata lagi dengan pihak luar. Tentu saja harapannya adalah yang pertama: perdamaian permanen tercapai dan biarlah yang menjadi tentara mengikuti jalan persatuan bersama militer Pemerintah Filipina. []

Illigan City, 26 Juli 2016

No comments: