islam untuk dki-1
saya adalah orang yang tak alergi jika dki dipimpin oleh ahok. tapi sebagai santri, rasanya saya juga berkewajiban untuk berusaha menampilkan bahwa "oke ahok memiliki prestasi, tapi kami juga punya deretan nama yang tak kalah baik".
maka kemudian muncullah dalam benak cara-cara mengalahkan ahok. sebenarnya lebih tepatnya cara memenangkan dki-1 dan kekalahan ahok adalah bonusnya. kekalahan ahok dijadikan akibat, dengan sebab kemenangan kita.
1. jangan fokus pada gerakan ahok dan pendukungnya. biarkan mereka berjalan atau hanya diam, sementara kita kerjakan langkah kita, jangan hanya diam. fokuslah pada persiapan sendiri: siapkan calon terbaik. pendukung ahok sudah sedemikian rapi dan sudah jauh-jauh hari melangkahkan kaki, sementara kita masih jalan di tempat, atau bahkan baru berpikir mau melangkah menggunakan kaki yang mana. sungguh kontradiktif dengan keinginan menggebu untuk "menampilkan islam sebagai terbaik dan terdepan" (ingat, bukan "menyingkirkan ahok").
2. ada perbedaan mencolok antara "menampilkan islam sebagai terbaik dan terdepan" dan "menyingkirkan ahok". jika kita hanya ingin "menyingkirkan ahok" maka, kalau dalam sepak bola, kembali kita hanya fokus menampilkan permainan defensif. tak sempat menyerang, kecuali hanya melalui serangan balik, itu pun kalau sempat. adapun jika kita kedepankan "menampilkan islam sebagai terbaik dan terdepan" maka kita akan lebih peduli pada menampilkan kebaikan-kebaikan, serta menambal kelemahan-kelemahan kita. dengan sendirinya, kesempurnaan semakin didekati, dan jika itu berhasil, sudah otomatis islam betul terbaik dan terdepan, serta ahok akan tersingkir. jadi, "tersingkirnya ahok" adalah bonus, jangan dijadikan tujuan.
3. saring calon-calon kandidat muslim, misalnya sandiaga uno, risma, dan anies baswedan. nama lain tentu saja bisa ditambahkan. ketiga nama ini muncul secara subyektif saja.
sandiaga uno
+ sudah ada dukungan resmi pengusung, gerindra, disusul dpw pkb (mesti menunggu surat resmi dpp tentunya)
+ santun
+ muslim taat, konon rajin puasa senin-kamis juga
+ pengalaman sukses memimpin perusahaan
- dukungan partai belum cukup
- belum ada pengalaman birokrasi/pemerintahan
--> cari tambahan dukungan partai
--> cari calon wakil yang berpengalaman di bidang pemerintahan/PNS; tonjolkan kemampuan manajerial (meski beda konteks, antara birokrasi/pemerintahan dan swasta, tentunya ada kesamaan tantangan "mengatur banyak orang")
risma
+ sukses memimpin surabaya dalam 6 tahun terakhir
- belum genap setahun mengucap sumpah sebagai walikota surabaya periode kedua
anies baswedan
+ kalem
+ berpengalaman memimpin dan memajukan organisasi yang cukup besar: universitas paramadina dan kemendikbud (meski hanya 20 bulan)
+ sedang "menganggur"
- belum ada partai yang menyatakan siap mendukung
ketiga nama ini tidak harus dipilih satu. mari berpikir logis saja, menyatukan suara umat islam pada masa sekarang sangatlah sulit, atau malah seperti nyaris mustahil, apalagi di masa-masa awal kontestasi. terlalu banyak orang yang ingin maju sendiri, atau memajukan pilihannya sendiri. rasionalnya, ketiganya bisa sama-sama maju, tentu asal masing-masing memiliki syarat yang cukup untuk mendaftar: didukung partai atau gabungan partai dengan jumlah minimal 22 kursi di DPRD DKI.
hanya saja, jika sejak awal sudah ada kesepakatan bersama untuk mengusung satu nama saja, mungkin memang akan lebih baik. namun, melihat begitu cairnya pergerakan politik di jakarta, muncul 2-3 nama lawan ahok menjadi sangat masuk akal. munculnya lebih dari satu nama mungkin memang akan membuat plus-minus sih: satu nama terlihat lebih solid, tetapi juga akan semakin mengesankan ahok "dikeroyok". di indonesia, kesan dikeroyok kadang malah mendatangkan simpati, terutama dari swing voters.
so, menghindari "simpati gratis" untuk lawan politik dengan membuat 2-3 nama untuk diajukan bisa menjadi alternatif pilihan. hanya, memang risikonya juga cukup besar: jangan-jangan ahok bisa langsung mendapat 50% plus satu suara. di sinilah kejelian para pembuat keputusan diuji. maka tak mengherankan jika hingga kini PDI-P tak jua memutuskan apakah akan mendukung ahok, mengusung calon sendiri, atau bergabung dengan partai lain--terlepas dari kelebihan sebagai satu-satunya partai yang memiliki kemampuan untuk mengusung calon secara mandiri.
mudah dilihat, sungguh tidak sederhana menyiapkan "islam terbaik dan terdepan" untuk DKI-1 ini. maka sepertinya tak akan dalam waktu dekat pula kita dapati nama-nama definitif dari "deretan nama yang lebih baik dari petahana". semua terus berproses di tangan para pemegang kuasa (kursi) itu. kita hanya bisa meminta dan mengarahkan mereka untuk memilih nama-nama terbaik dari kita itu. dan harus tetap diingat bahwa kita tidak bisa mencegah pemilik kursi lainnya yang telah menetapkan pilihan yang tak sesuai harapan kita.
4. jika sudah ada nama definitif untuk maju dalam pilkada, maka saatnya untuk terus menaikkan pamornya. konon, cara merebut kekuasaan adalah dengan naikkan diri dan menjatuhkan orang lain. itu di politik secara umum. tapi jika hendak membawa islam dalam politik, mari kita gunakan cara-cara islam: menaikkan diri tanpa menjatuhkan orang lain. penuhi medsos dengan kebaikan. jauhkan diri dari mengurusi orang lain.
dalam berpolitik pun, fitnah tetap diharamkan oleh islam. bahkan islam juga mengajarkan untuk menutupi aib orang lain. maka jangan senang saat mendengar kabar tentang aibnya orang lain. turut menyebarkannya adalah dosa: jika aib itu benar maka termasuk ghibah, dan jika aib itu salah malah jatuhnya menjadi fitnah. naudzu billah min dzalik.
kembali lagi: fokus pada perbaikan diri, atau menyebarkan kebaikan diri untuk menstimulus kebaikan-kebaikan berikutnya. berpikirlah bahwa kalaupun ahok tidak pantas menjadi gubernur, itu bukan karena dia bermata sipit, bukan pula karena tidak/belum bersyahadat, melainkan karena: ini loh calonku lebih baik, jauh lebih baik! jadi mari tunjukkan kebaikan itu. kebaikan islam. islam yang ramah kepada nonmuslim. islam yang adil memberi kesempatan kepada nonmuslim untuk fastabiqul khoirot juga.
5. proporsional juga perlu dikedepankan. jika masih juga tak tahan untuk mengirim kritikan (semoga bukan cacian) kepada pemimpin petahana, sebaiknya jangan menahan diri juga untuk bisa mengakui capaian yang ada. klaim 1 juta KTP (terlepas belum ada pembuktian riil di lapangan) menunjukkan bahwa cukup banyak juga yang mengakui hasil kinerjanya. faktanya, tidak ada satu pun kandidat yang berani atau mampu mengumpulkan jumlah dukungan KTP yang sama, bagaimana pun caranya. semua pemimpin patut mendapat pujian untuk kinerja baiknya, juga kritik atas kinerja buruknya. sebagai rakyat, kita hanya perlu menyikapinya secara proporsional. hanya memujinya adalah racun baginya, sementara hanya mengkritik, apalagi mencaci, adalah racun bagi kita.
6. jalin komunikasi yang baik dengan siapa pun. tidak ada gunanya memusuhi kandidat atau pendukung lawan. terutama kepada para kandidat, sangat penting rasanya untuk memperlihatkan "kemesraan" dengan para kandidat lainnya. karena jika satu saja kalimat negatif atas lawan keluar dari muncul salah saut kandidat, maka otomatis satu kalimat itu akan bergaung beribu atau bahkan berjuta kali sesuai jumlah pendukungnya. sebaliknya, jika kata-kata adem yang muncul dari para kandidat maka hangatlah suasana kontestasi.
7. the last but not least, setelah semua ikhtiar, kita hanya bisa berdoa. saat palu KPU akan diketok nanti, saat ikhtiar dan doa "tertutup", maka saatnya untuk berpasrah. siapa pun yang terpilih, termasuk jika itu adalah orang yang sangat tidak kita inginkan untuk terpilih, ya harus kita hormati. sudah tidak ada lagi ikhtiar dan doa untuk berebut kursi, kecuali disiapkan untuk 5 tahun mendatang. bahkan yang terpilih pun, asal bukan incumbent, mungkin juga langsung bersiap untuk kontestasi periode berikutnya!
8. sandi, risma, anies, ahok, ya, AHOK, atau siapa pun yang terpilih, mari kita dukung, atau setidaknya biarkan ia bekerja selama 5 tahun. jika kita masih sakit hati juga rasanya, acuhkan saja ia. merecokinya, termasuk membahas kekurangan-kekurangannya, apalagi yang sifatnya belum terkonfirmasi, hanya akan menambah rasa sakit hati. na'udzu billah min dzalik.
menutup tulisan ini, mari resapi pesan KH Ulin Nuha Arwani Kudus: jadilah pemimpin yang ditaati atau pengikut yang taat; janganlah menjadi orang ketiga yang sering berkeluh kesah atau tidak sabar.
iligan city, 27-8-16
No comments:
Post a Comment