Wednesday, November 08, 2006

Kangen Bergelantungan

Dengan semangat empat lima, aku bangun pagi. Tidak terlalu pagi sebenarnya, karena satu jam lebih terlambat dari waktu sahur. Masih untung lah tidak bablas terlewat shalat subuh. Tapi, menyesal juga karena niat puasa Syawal yang malam harinya didengungkan terpaksa dibatalkan; takut tidak kuat atau sakit maag.

Setelah bersih-bersih diri dan sedikit bersolek seperlunya, dandanan necis tebal siap melawan dinginnya udara Kairo. Di halte --sementara hawa sejuk terus berhembus--, sempat bertemu teman-teman seperjuangan dengan berbagai arah; ada yang mau kuliah, mengurus perpanjangan visa, bikin kartu mahasiswa atau sekadar jalan-jalan.

Sempat menunggu beberapa menit di halte, akhirnya bus menuju kampus datang juga. Wouw... tampaknya sudah tak ada tempat walau hanya untuk berdiri. "Khuz, khuz gowwa..," demikian kondektur memerintahkan orang-orang untuk mengisi beberapa jengkal lahan yang masih ada di dalam bus.

Meski sudah begitu, tampaknya tak juga cukup untuk menampung beberapa orang yang hendak naik dari halte yang sama denganku. Beruntung, aku dapat melangkah lebih cepat sebelumnya sehingga tak perlu memaksa diri bergelantungan di luar pintu. Sementara 2 orang di belakangku terpaksa beberapa saat harus mengaitkan tangannya pada pegangan di samping pintu, meski tubuhnya masih tertinggal di luar badan bus.

Halte berikutnya yang berjarak tak lebih dari 300 meter, sudah ada beberapa calon penumpang lagi. "Mafisy makan ya kapten," kata salah seorang penumpang protes pada kondektur. Ya, sebelum kondektur memaksa mereka yang di dalam untuk lebih berhimpitan lagi, salah seorang di antaranya sudah keberatan bahwa di dalam sudah terlalu sesak dan tak ada tempat lagi untuk penumpang berikutnya, kecuali ada yang turun.

Tapi, bus ini adalah spesialis langganan mahasiswa Al-Azhar, sementara kampusnya masih berkilo-kilo meter lagi. Memang ada satu-dua penumpang yang turun di tengah perjalanan, tapi tetap saja jumlah yang membutuhkan bus itu lebih banyak dari jumlah dan kuota armadanya. Apalagi sekarang adalah masa-masa aktif kuliah.

Masih sedikit beruntung sebenarnya, karena saat ini adalah musim dingin. Kalau saja harus berhimpitan seperti itu pada musim panas, tentu saja berharap hidung pilek dan tahan bau. Bagaimana tidak, peluh keringat bercampur debu dan semua berhimpitan saling menempel, sungguh suatu "teror" tersendiri bagi mereka yang hendak rajin kuliah.

Kalau saat berangkat kuliah, barangkali sebenarnya tak terlalu dirisaukan, musim panas juga orang bisa mandi tiap hari. Tapi pulang kuliah? Hmmm, bisa dibayangkan seperti apa bau orang-orang mesir yang suka makan bawang dan sayuran mentah, serta setelah sekian jam berada dalam kecimpung aktifitas.

Hal ini mengingatkanku pada masa-masa awal datang di Kairo dulu. Saat masih baru-barunya menyandang predikat sebagai mahasiswa Al-Azhar, datang ke kampus lumrah dilakukan tiap hari. Tapi seiring dengan usia di Kairo yang makin lama, serta "ideologi" tak wajib kuliah yang kian tertanam dalam hati, hal seperti ini jadi makin terlupakan.

Maka, setelah sekian lama tak "menikmati" indahnya berjubel dalam bus menuju kampus, adalah menjadi kenangan tersendiri berangkat kuliah pada jam sibuk seperti itu. Apalagi, tahun sebelumnya aku sempat tinggal di asrama, yang jaraknya tak terlalu jauh dengan kampus, sehingga tak perlu berdesakan dalam bus dulu sebelum menghadapi "teror" berikutnya; bagaimana mendengarkan penjelasan dosen yang selalu menggunakan bahasa Arab pasaran.


Bawabah Tiga, 7 November 2006

No comments: