Memori Rihlah Luxor-Aswan (10)
Setelah lengkap semuanya masuk ke dalam bus di pelataran parkir Kum Ambo Temple, pariwisata dilanjutkan lagi menuju kota Aswan. Karena tak terlalu jauh, sekitar 30 menit kemudian kota Aswan sudah menyapa. Kesan pertama ketika memasuki kota Aswan adalah perbedaan yang cukup mencolok dibanding dengan kota Luxor. Aswan yang merupakan provinsi paling selatan di Mesir, terlihat lebih tertata rapi. Kebersihan juga tampak menonjol di kota yang berada di sekitar sungai Nil ini.
Sampai di hotel sekitar pukul 13.00, anggota rombongan tersenyum lega karena hotelnya lebih megah daripada saat di Luxor. Cleopatra Hotel, demikian nama hotel itu, sama-sama bertaraf bintang tiga --sesuai yang tertera di bagian resepsionis--, tapi lobinya jelas jauh lebih mentereng daripada Karnak Hotel, Luxor. Di situ juga tampak sebuah televisi berlayar jumbo. Lobi hotel berdekatan dengan restoran/kafetaria, sehingga mereka yang sedang makan juga dapat ikut menikmati siaran televisi.
Menunggu Ustad Majdi yang mengurus pembagian kamar hotel, rombongan Nadi Wafidin dipersilakan menuju kafetaria untuk makan siang. Saat menunggu makan siang itulah, datang rombongan Nadi Wafidin gelombang kedua. Rupanya, gelombang kedua yang didominasi wajah-wajah IKPM (alumni Pondok Gontor) sudah check-out pada pagi harinya, sementara barang mereka dititipkan di petugas hotel, gelombang kedua ini berkeliling kawasan-kawasan wisata di Aswan.
Saat kami ajak ikut makan siang, mereka mengatakan ada jatah sendiri dan itu tak lama lagi. Melihat kami menerima hidangan dari petugas kafetaria, mereka pun pamit diri untuk menonton televisi. Yang tampak sedikit mengganggu keceriaan di antara mereka, ternyata peserta rihlah dari orang Indonesianya hanya terdapat kaum adam saja. Tapi mereka tak kurang akal untuk menutupi kekurangan itu dengan mengaku mereka sudah banyak berkenalan dengan bidadari-bidadari dari mancanegara. Ada-ada saja.
Usai makan siang, distribusi kamar dipimpin Ustad Majdi. Karena kamar hotel amat beragam dari kelas biasa hingga suitroom, maka 1 kamar dihuni antara 2-6 orang. Pembagian kamar juga tak sama persis dengan pembagian saat berada di Luxor. Disebutkan paling akhir, Adon, Aghi dan Ulya rupanya mendapatkan bagian suitroom yang harus dihuni 6 orang, bersama 3 orang dari geng DN. Meski konon kamarnya besar, karena takut kelak bakal rebutan kamar mandi, protes pada Ustad Majdi pun dilakukan. Namun malah disarankan melihat kamarnya dahulu, baru kalau tidak cocok boleh protes lagi, begitu kata Ustad Majdi.
Tak apalah mengikuti saran ketua rombongan. Baru setelah melihat kamarnya, dipikir-pikir lagi rasanya tetap lebih baik kalau sekamar bertiga, karena kamar sebesar apapun toh kamar mandinya tetap satu. Tahu kamar Ustad Majdi berada tak jauh dari suitroom nomor 307 itu, protes kedua pun diungkapkan. Dengan bahasa yang halus, Ustad Majdi pun luluh dan langsung datang ke resepsionis.
Di resepsionis, dijawab sudah tak ada kamar kosong lagi. Kecuali kalau mau menunggu hingga menjelang magrib atau sekitar 2-3 jam lagi. Setelah Adon, Aghi dan Ulya berbincang-bincang sebentar, diambil kesepakatan tidak apa-apa harus menunggu asalkan maksimal sekamar 3 orang. Benar saja, malah tak sampai 2 jam menunggu, sudah ada kamar kosong di lantai 4. Justru kamar itu lebih dekat dengan anggota geng lainnya, Yayah (malah pintu kamarnya sejajar) juga Alfi dan Meri (agak jauh tapi masih satu lantai).
Kamar di Cleopatra Hotel memang terlihat cukup luas dan berkelas. Hanya saja kamar mandinya lebih sempit dibanding Karnak Hotel, begitu juga dengan bathtubnya. Kran air pun tidak sebaik yang ada di Luxor, tapi sama-sama lancar menyemprotkan air panas. Sementara pemandangan dari balkon, tidak lebih baik daripada Karnak Hotel, karena di sisi-sisi hotel adalah kawasan huni dan pertokoan.
Hari pertama di Aswan, Ustad Majdi menginstruksikan untuk istirahat saja alias tak ada program khusus dari Nadi Wafidin, kecuali malam harinya pukul 20.00, ada pertunjukan kebudayaan rakyat Mesir. Beberapa peserta rihlah pun tak nampak keluar lagi setelah masuk ke dalam kamarnya masing-masing, tidur barangkali. Sedangkan geng Adon, Aghi, Ulya, Meri, Alfi dan Yayah sepakat untuk jalan-jalan saja. Jauh-jauh rihlah Luxor-Aswan, tentu saja sayang kalau hanya pindah tidur.
Sepakat akan keluar jam 15.00, Alfi dan Meri molor karena malah sempat tertidur tak kuat menahan kantuk dan lelah. Baru sekitar pukul 16.30, semua sudah siap memulai petualangan "swasta". Tepian sungai Nil yang tak jauh dari Cleopatra Hotel jadi sasaran utama. Sempat terjadi salah paham sedikit di antara anggota geng, tapi setelah dimusyawarahkan kembali, semua sepakat untuk menyambut sunset dengan menaiki perahu layar.
Meski cukup alot saat bernegosiasi dengan beberapa pemilik perahu yang memberikan tawaran, akhirnya disepakati perahu layar disewa sebesar LE 30,00 untuk pelayaran selama 1 jam. Perahu yang ukurannya terlihat makin besar karena hanya dinaiki 6 orang plus 2 kru, memang tidak memakai mesin sama sekali. Kebetulan saat itu tidak banyak angin berhembus, sehingga perahu berjalan lambat dan tak begitu jauh.
Walau demikian, para penumpang tak merasa rugi, malah asyik menjepretkan fotonya ke berbagai sudut yang dapat ditangkap dari atas perahu. Apalagi saat menjelang tiba waktunya sunset, kilatan blitz maupun suara "klik" makin sering terdengar, diselingi suara-suara yang menunjukkan betapa bersemangatnya berebut mencari sasaran terbaik.
Setelah satu jam berpuas-puas di atas perahu layar, geng 6 orang ini mencari sasaran selanjutnya. Sempat jalan-jalan sebentar di trotoar yang menjadi pembatas antara jalan raya dan tepian sungai Nil, semua sepakat untuk kemudian naik dokar keliling kota. Kembali dengan bermodalkan LE 30,00 sebuah dokar disewa untuk mengantarkan anggota geng berkeliling kota. Lampu indah warna-warni di sepanjang tepian Nil --apalagi lampu-lampu yang tampak kerlap-kerlip di seberang sungai sana-- menghiasi kota Aswan. Demikian juga keramaian pasar yang sempat dilewati dokar, juga sebuah masjid yang berada di puncak bukit, disorot lampu yang barangkali berkekuatan ribuan watt.
Karena dokar berjalan santai, kesempatan untuk foto-foto pun terbuka lebar. Sayangnya, karena malam hari, hasil jepretan kamera tak begitu jelas. Hasil foto pun tak terlalu menggembirakan. Tapi menikmati malam kota Aswan dengan berkeliling dan tak begitu menguras tenaga sungguh menjadi sensasi tersendiri.
Sekitar pukul 19.30, dokar yang disewa diminta mengantarkan ke Cleopatra Hotel. Sesampainya di hotel, melihat orang lain sudah tampak segar setelah istirahat tadi. Mereka pun tampak berbenah untuk segera ke lantai 5 di gedung samping dimana terdapat kolam renang dan halaman cukup luas.
Saat yang lain kembali ke kamar untuk shalat, Aghi memutuskan untuk survei dulu ke lantai 5 tempat bakal diadakannya pertunjukan seperti yang disebutkan Ustad Majdi. Sayangnya, saat kembali turun menuju lantai dasar, lift yang ditumpangi macet di tengah jalan. Apesnya lagi, telpon di lift tak berfungsi sementara ponsel Aghi tak ada pulsanya. Beruntung seorang teman yang sama-sama terjebak dalam lift mau meminjamkan ponselnya untuk menelpon Ulya. Ulya lalu bergegas ke petugas hotel. Setelah sedikit diutak-atik, lift kembali berjalan. Akhirnya tidak lebih dari 10 menit Aghi terjebak dalam lift macet.
Karena rada kelelahan setelah berputar-putar dengan perahu layar dan dokar, terpaksa terlambat datang di acara pertunjukan. Hiburan yang dimulai tepat pukul 20.00 itu diisi oleh sebuah kelompok teater tradisional Mesir. Mulai dari tarian khas Mesir dengan berbagai gayanya yang ditampilkan secara bergantian, hingga beberapa atraksi yang kiranya memang hanya dapat dilihat di Mesir.
Dalam beberapa adegan, para entertainer itu juga mengajak peserta rihlah untuk ikut maju ke panggung. Sekitar satu jam saja hiburan itu, peserta lalu bubar menuju kafetaria untuk santap makan malam. Setelah itu, beberapa orang tampak keluar ingin belanja oleh-oleh khas Aswan, seperti cabe Aswan dan kacang Sudan. Sementara bagi yang kelelahan langsung menuju kamar masing-masing untuk beristirahat.[]
No comments:
Post a Comment