Friday, April 21, 2006

Gak Rugi Jayyid Jiddan di KSW!


Selasa (18/4) malam, sebagaimana malam-malam sebelumnya, Griya Jateng dimanfaatkan untuk bimbingan belajar. Mahasiswa tingkat satu Fakultas Ushuluddin dan Syariah Islamiyah, banyak yang datang untuk mendengarkan penjelasan dari para tutor. Ust. Mua'ammar Kholil, peraih gelar jayyid jiddan dua kali, membimbing para yuniornya dalam mata kuliah manthiq.

Sementara Ust. Mahmudi Muhson, Lc., yang kini sedang menyelesaikan tulisan thesis magisternya di Jurusan Ushul Fiqih Fakultas Syariah, menjelaskan banyak hal tentang isi buku Qadhaya Mua'shirah. Para peserta bimbingan pun mendengarkan dan memperhatikan dengan seksama.

Hari-hari biasa bimbingan digelar di aula Griya. Karena luas, aula 'dibelah' jadi dua dengan sekat. Satu bagian untuk Ushuluddin dan satunya lagi untuk Syariah. Namun karena hari itu ada yang menyewa aula Griya, bimbingan dipindah ke lantai dasar di Sekretariat KSW. Fakultas Ushuluddin menempati ruang showroom, sementara Fakultas Syariah ada di ruang kantor.

Di tengah kesunyian yang hanya diiringi suara lembut Ust. Mu'ammar dan Ust. Mahmudi, tiba-tiba datang Badan Pengawas Griya Jateng. Bpk. Sudarmawan (Pejabat Fungsi Penerangan KBRI) dan Bpk. Harda Wahana (Atase Perdagangan KBRI) yang menjadi Badan Pengawas Griya Jateng, didampingi pengelola Griya rupanya baru saja menggelar rapat gabungan di KBRI.

Setelah rapat itu, Badan Pengawas ingin melihat secara langsung wajah Griya mutakhir, sekaligus melihat gebyok yang sudah lama datang dari tanah air dan kemungkinan bagaimana pemasangannya. Di tengah melihat-lihat Griya, Badan Pengawas yang juga Dewan Penasehat KSW itu rupanya memperhatikan beberapa orang yang tengah duduk bersila dengan buku dan pulpen di tangan masing-masing. Semua terlihat khusyuk melingkari seorang senior di tengah-tengah mereka.

Setelah dijelaskan bahwa mereka sedang bimbingan, tak lupa dua pejabat KBRI itu memberi semangat untuk lebih giat belajar. Setelah selesai melihat-lihat Griya, keduanya yang amat peduli dengan KSW dan Griya itu mengajak Badan Pengelola untuk makan malam. Sebelum meninggalkan Griya, salah seorang peserta bimbingan diminta menghitung jumlah seluruh peserta bimbingan yang hadir malam itu. Rupanya, mereka semua akan dibelikan makanan oleh Bpk. Sudarmawan. Tentu saja semua sangat senang. Kalau biasanya hanya ada teh yang menemani, kali ini ketiban rejeki dengan adanya makan 'berat'.

Lebih jauh, saat berada di warung makan, Bpk. Sudarmawan kembali memberikan berita bagus buat warga KSW. Kelak, tambahnya, kalau ada mahasiswa KSW yang berprestasi tinggi harap dilaporkan kepadanya dan akan diberikan penghargaan khusus. Dengan meminta Bpk. Harda dan seluruh Badan Pengelola Griya untuk jadi saksi kalimat yang diucapkannya itu.

Setelah ditafsirkan sesuai dengan pemahaman umum, yang dimaksud dengan berprestasi tinggi itu barangkali mereka yang dapat memperoleh jayyid jiddan dan imtiyaz. Jadi, kalau tahun sebelumnya yang jayyid jiddan mendapatkan penghargaan dari KBRI, barangkali tahun akademik 2005-2006 ini, warga KSW yang jayyid jiddan bakal mendapatkan tambahan penghargaan. Makanya, mari belajar rajin untuk bersama-sama meraih prestasi terbaik![]

Tuesday, April 18, 2006

Siapa Mau Jadi Broker TKW?

Dalam paruh pertama bulan April ini, sudah belasan atau mungkin puluhan kali, KSW mendapatkan telpon dari warga negara Mesir (WNM). Bukan salah sambung atau langsung ditutup saat kita mengucapkan salam, tapi memang benar adanya mencari penghuni Gria Jateng. "Safaarah Andunisia?" Tentu saja seringnya kita menjawab pasti, "Ayyuwa..."

Obrolan pun kemudian berlanjut. Beberapa kali ada yang bertanya tentang prospek kerjasama bidang perdagangan. "Mumkin kallim mustasyaar tigaari?" Tentu saja kemudian dijelaskan bahwa memang Griya Jateng tertera atas nama Sifarah Indonesia, namun ditambahkan bahwa kantor Kedutaan Republik Indonesia berada di Garden City.

"Fii tilfuun?" WNM kemudian meralat obrolannya, menanyakan telpon kantor KBRI. Lalu kita sampaikan dua nomer telpon KBRI yang biasanya langsung diterima petugas piket.

Selain pertanyaan tentang perdagangan, ternyata ada juga yang menanyakan apakah ada orang Indonesia yang siap dipekerjakan. "Ihna 'aizin khaadimaat," begitu kata mereka yang berharap KBRI memiliki pembantu rumah tangga siap pakai.

Pernah ketika ditelusuri lebih jauh, mereka memang sebenarnya membutuhkan PRT yang resmi. Namun ketika kita sampaikan bahwa kecil kemungkinan di KBRI ada tenaga kerja pengangguran yang dapat disalurkan secara resmi, dia malah lebih jauh menanyakan bagaimana cara legal mendapatkan tenaga kerja Indonesia.

Memang tidak hanya TKW yang dibutuhkan, beberapa penelpon dari WNM juga ada yang mencari tenaga kerja laki-laki. Namun tetap disampaikan bahwa semua hal bisa ditanyakan secara langsung kepada kantor KBRI di Garden City sesuai nomer telpon yang telah diberikan.

Pertanyaandemi pertanyaan sering muncul di antara penghuni Griya Jateng. Entah ini pertanda apa. Apakah memang semua orang Mesir tahu tenaga kerja Indonesia berharga murah? Ataukah memang banyak tenaga kerja (ilegal?) lain yang sudah banyak bekerja? Darimana mereka tahu nomer telpon Safarah Andunisia dan kemudian malah menelpon KSW?

Hmm... jangan-jangan ini adalah sinyal bahwa penghuni di Griya Jateng memang 'disiapkan' menjadi broker tenaga kerja (wanita). Hahaha...[]

Saturday, April 15, 2006

Ternyata Benar, Memang Ada Temus Kairo yang Khilaf

Selama ini banyak yang tidak percaya bahwa petugas temus haji dari Kairo berbuat salah. Semua terkesan adem-ayem. Kalaupun ada gejolak, banyak mahasiswa Kairo yang lebih mempersoalkan 'apa di balik gejolak itu'? Termasuk kejadian adanya unjuk rasa temus mahasiswa di Jeddah, beberapa tahun silam. Ditengarai, hal itu terjadi karena temus mahasiswa memang dizailimi pihak tertentu.

Maka ketika Menteri Agama —waktu itu— Sayyid Agil Munawwar menyatakan bahwa temus Kairo tidak berakhlakul karimah, kontan seluruh mahasiswa dan masyarakat Indonesia di Kairo menolak habis-habisan. Pernyataan itu dianggap mengada-ada dan disinyalir hanya datang dari informasi sepihak.

Nah, kali ini kita semestinya tidak bisa menolak mentah-mentah sinyalemen Sayyid Agil Munawwar. Mungkin memang benar waktu itu Sayyid Agil kurang mempertimbangkan masak-masak sebelum memberikan pernyataan yang amat menampar muka mahasiswa Kairo itu.

Tapi sekarang, nampaknya kita juga tidak bisa menahan keinginan Manteri agama Maftuh Basyuni yang menginginkan terjadi perubahan dalam mekanisme temus Kairo. Bagi yang hadir pada acara silaturahmi dengan alumni-alumni Al-Azhar yang diseleggarakan di lapangan parkir KBRI tempo hari, berita mengenai perubahan mendasar dalam mekanisme temus Kairo tidaklah mengagetkan. Apalagi bagi sebagian kecil perwakilan organisasi yang sebelumnya ikut hadir dalam silaturahmi dengan Menteri Agama Maftuh Basyuni di rumah dinas KUAI KBRI Kairo di Ma'adi, Rabu (5/4).

Ketika KBRI menggelar silaturahmi dengan alumni-alumni Al-Azhar, Kamis (13/4) termasuk di dalamnya Dr. Nursamad Kamba yang kini menjabat kepala Badan Urusan Haji di Jeddah, di situ tercetus sinyalemen kuat Menteri Agama yang tidak puas dengan kinerja temus Kairo. Lebih pedas lagi, saat bertatap muka langsung dengan jajaran DPP-PPMI dan beberapa perwakilan organisasi, dengan lantang Menteri Agama mengatakan kecewa dengan temus Kairo. Hal ini jauh berbeda dengan harapan Presiden PPMI yang dalam sambutan sebelumnya berharap agar temus Kairo ditambah. Bahkan Menteri Agama pernah menginstruksikan kepada Kepala BUH agar temus Kairo cukup 10 saja.

Hal ini ternyata bukan tanpa sebab. Kalau dulu mahasiswa Kairo bisa membuktikan bahwa Sayyid Agil salah persepsi, mungkin sekarang akan kesulitan menjawab tudingan Maftuh Basyuni. Sebuah informasi dari sumber terpercaya mengatakan, saat berlangsungnya musim haji beberapa saat lalu, memang ada temus Kairo yang 'nyambi' berjualan secara gila-gilaan.

Yang namanya berjualan, tentu ingin mengeruk untung sebanyak-banyaknya. Ternyata hal inilah yang dilakukan sebagian kecil temus Kairo. Naasnya, hal ini kemudian dikomplain oleh pembeli yang merasa tertipu.

Ceritanya, ada temus Kairo yang berjualan kartu perdana handphone di Jeddah, sebagai pusat kedatangan para jamaah haji. Normalnya, setiap paket harganya 130 riyal Saudi (SR) dengan pulsa sebesar SR.200. Nah, ternyata ada temus Kairo yang berjualan sesuai isi pulsa: SR.200! Hitung saja keuntungan yang didapat, belum lagi satu hari kadang bisa sampai terjual 20 paket kartu perdana!!!

Tentu saja hal ini tidak menjadi masalah kalau pembeli ikhlas. Nyatanya, ada pembeli yang merasa dibohongi dan melaporkan hal ini kepada pihak yang berwenang. Karena ketika sampai Mekkah, dia tahu jamaah haji yang lain membeli hanya dengan sedikit selisih dari harga resmi, masih jauh di bawah angka SR.200. Tahu dikebiri seperti itu, jamaah haji melakukan protes dan ternyata terdakwanya adalah temus Kairo.

Sebenarnya hanya sebagian kecil dan teramat kecil yang melakukan praktek kurang baik seperti ini. Namun, semua tidak mau tahu, kesimpulannya adalah bahwa yang melakukan praktek penipuan adalah temus Kairo!!! Benarlah kata pepatah, karena setitik nila, rusak air susu sebelanga.

Idealnya kita mungkin bisa protes ketika pihak Menteri Agama mengecap semua temus Kairo kinerjanya mengecewakan, karena yang melakukan hanya satu-dua orang saja. Tapi dalam hal ini, mungkin sebaiknya kita mesti mendahulukan untuk introspeksi diri terlebih dahulu. Posisikan bahwa yang butuh temus adalah kita, bukan Menteri Agama, terbukti bahwa Menteri Agama tadinya mencukupkan 10 orang saja temus dari Kairo. Akan sangat bijak rasanya kalau PPMI mau mengumpulkan tim temus untuk diajak evaluasi diri. Kira-kira apa yang perlu diperbaiki untuk menjaga nama baik mahasiswa Kairo. Sedikit disayangkan, ada sumber yang menyatakan bahwa PPMI seperti tidak mau tahu selepas tim temus memberikan iuran wajib. Habis manis sepah dibuang, begitu kira-kira kata sebagian orang yang menjadi temus PPMI. Karena setelah iuran wajib itu, semua seperti tak ada kaitannya sama sekali dengan PPMI.

Barangkali, kejadian memalukan seperti di atas juga belum diketahui PPMI. Karena kalau PPMI sudah tahu, tentu mestinya sudah mengambil langkah tegas agar hal semacam ini —tidak hanya kejadian yang persis sama— tidak terulang di masa mendatang. Bagaimanapun juga, meski yang berangkat temus hanya 100 orang, tapi di pundak mereka semuanya lah seluruh muka mahasiswa Kairo dititipkan. Apa yang mereka (atau sebagian dari mereka) kerjakan, itu pulalah yang dianggap dikerjakan oleh 4000 mahasiswa Kairo.[]


Griya Jateng, 15 April 2006

Friday, April 14, 2006

Temus Kairo Harus Lulusan S1

Bagaimana jadinya kalau empat orang tokoh nasional duduk dalam satu panggung? Hal langka ini terjadi di Kairo, Kamis malam (13/4). Tepatnya di lapangan parkir KBRI Kairo, keempat orang yang semuanya alumni Al-Azhar ini berdialog dengan masyarakat Indonesia di Mesir. Keempatnya baru saja mengikuti temu alumni Al-Azhar seluruh dunia yang pertama kalinya diselenggarakan pada tahun ini, bertempat di JW Marriott Hotel Suez St., Cairo.

Prof. Dr. Quraish Shihab, MA., Dr. KH. Abdullah Syukri Zarkasyi, MA., Prof. Dr. Huzaimah Tahido Yanggo, MA. dan Dr. Nursamad Kamba, MA. mengajak hadirin yang sebagian besar masih berstatus mahasiswa Al-Azhar, baik strata satu maupun dua, agar memanfaatkan waktu sebaik-baiknya. Maklum, belakangan makin terasa banyak mahasiswa yang terlena berleha-leha tidak cepat-cepat meyelesaikan studinya dengan berbagai macam alasan.

Empat orang tokoh itu masing-masing memberikan wejangannya di depan sekitar 500-an hadirin. Kesempatan pertama diberikan moderator kepada Prof. Dr. Quraish Shihab, MA. Mantan Rektor IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang juga pernah menjabat sebagai Duta Besar RI di Kairo ini menceritakan bahwa eksistensi alumni Al-Azhar di Indonesia kurang terasa.

Penulis buku best seller “Membumikan Al-Qur’an” ini menjelaskan bahwa keunggulan alumni Al-Azhar dan Timur Tengah pada umumnya adalah dalam dua hal: bahasa Arab dan pengetahuan agama. Karena memang Mesir dan Timur Tengah merupakan pusat kedua bidang itu. Naifnya, belakangan mahasiswa Indonesia yang belajar di Al-Azhar kurang memperhatikan hal ini. “Jadi ketika pulang ke tanah air, tanpa membawa dua hal ini, ya sia-sia saja,” ujarnya menyayangkan.

Sekadar napak tilas, ahli tafsir yang datang ke Kairo sejak tahun 1978 ini menjelaskan bahwa saat kuliah dulu, dirinya jarang bergaul dengan sesama orang Indonesia. Hal ini sesuai pesan dari dosennya, yang khawatir jika terlalu banyak bergaul dengan mahasiswa satu negara, bahasa Arabnya kelak tidak berkembang.

Pada kesempatan kedua, Dr. Abdullah Syukri Zarkasyi, MA. mengingatkan mahasiswa agar giat mencari ilmu. “Kalau di Mesir tidak mencari apa-apa, terus juga tidak berbuat apa-apa, ya tidak akan memperoleh apa-apa,” ujar kiai yang baru saja mendapatkaan bintang kehormatan dari Presiden Mubarak ini. Di Pondok Modern Gontor yang dipimpinnya sejak 1985, banyak tertera tulisan, “Ke Gontor Apa yang Kau Cari?” Hal ini dimaksudkan agar setiap santri ingat tujuan datang ke Gontor. Begitupun mahasiswa yang datang ke Kairo, diharapkan selalu memperbaharui niatnya setiap saat; rethinking, “Ke Mesir apa yang kau cari?”

Sementara Prof. Dr. Huzaimah Tahido Yanggo, MA. memulai pembicaraannya dengan mengklarifikasi nama belakangnya yang ditulis “Tanggo” oleh panitia di background acara. Lebih lucu lagi, oleh panitia temu alumni Al-Azhar seluruh dunia, nama belakangnya itu ditulis “Manggo” yang berarti buah mangga. Kontan hal ini membuat hadirin tertawa terpingkal-pingkal.

Mantan Dekan Fakultas Syariah IIQ Jakarta ini memberikan semangat agar mahasiswa bisa segera menyelesaikan studinya dan segera pulang ke tanah air. Menurut salah seorang Guru Besar UIN Jakarta ini, dirinya menyelesaikan studi S2 dan S3nya dengan cukup cepat. Bahkan, saking bangganya sampai hafal bahwa selama di Kairo membutuhkan waktu 7 tahun 1 bulan dan 17 hari untuk memperoleh gelar magister dan doktor dari Al-Azhar.

Tidak jauh berbeda dengan tiga pendahulunya, Dr. Nursamad Kamba, MA. yang memperoleh kesempaan terkahir berbicara menyatakan bahwa mahasiswa Kairo harus meningkatkan kualitas intelektual. Mantan Atdikbud KBRI Kairo ini juga menginformasikan bahwa Menteri Agama Maftuh Basyuni sudah mengambil inisiatif untuk menghentikan pengiriman mahsiswa yang belajar studi Islam ke Barat. Hal ini terkait dengan makin maraknya trend liberalisme yang muncul di Indonesia.

Informasi penting lainnya yang disampaikan kepada mahasiswa Kairo adalah berkaitan dengan persoalan tenaga musiman haji (temus). Diceritakannya, ketika evaluasi haji nasional baru-baru ini, peraih gelar doktor dalam bidang filsafat ini mengatakan dirinya sempat dipanggil Menteri Agama yang memberikan kabar buruk bagi mahasiswa Kairo. “Temus Kairo tahun 1427 nanti cukup 10 orang tenaga penerjemah saja,” ujarnya menirukan ucapan Menteri Agama. Sebagai bawahan Menag, ketika itu Dr. Nursamad diam saja.

Namun, saat Menag berkesempatan datang ke Jeddah beberapa waktu kemudian, dirinya yang menjabat Kepala Badan Urusan Haji (BUH) Jeddah sejak pertengahan tahun lalu itu menjelaskan betapa pentingnya jatah temus bagi Kairo. “Setelah berdialog panjang lebar, akhirnya Manteri Agama mau mempertahankan jatah 100 orang untuk temus Kairo,” ujarnya sambil tersenyum. Namun, sebagai ‘imbalan’nya kelak mekanisme temus Kairo perlu mendapatkan beberapa perubahan. “Barangkali untuk tahun depan temus akan disyaratkan minimal lulusan strata satu,” tambahnya.

Setelah semua pembicara menyampaikan sambutannya, moderator membuka sesi dialog. Sayangnya, karena keterbatasan waktu, hanya ada 5 orang penanya yang dipersilakan menyampaikan uneg-unegnya. Setelah sesi tanya-jawab itu selesai, acara dengan format lesehan itupun ditutup sekitar pukul 22.00.[]


Griya Jateng, 14 April 2006

Wednesday, April 12, 2006

KSW Sebagai Duta Jawa Tengah di Timur Tengah

Sejarah KSW

Kelompok Studi Walisongo (KSW) bermula dari sebuah forum diskusi yang dikenal dengan Hadits al-Ahad. Saat itu forum ini adalah forum diskusi keagamaan yang memfasilitasi bermacam kegiatan seperti, penulisan makalah, diskusi berbahasa Arab, penerjemahan koran, dll. Sebagai sebuah forum diskusi keagamaan, memang pada awalnya sangat diminati oleh banyak aktifis yang tidak hanya didominasi orang-orang yang berkultur Jawa. Bahkan para aktifis keagamaan dari Negara tetangga seperti Malaysia juga ikut mengeksiskan Hadits al-Ahad.

Forum ini mula-mula beranggotakan 13 orang yang terdiri dari berbagai aktifis di Nusantara, meskipun mayoritas anggotanya adalah orang Jawa. Hal inilah yang sepertinya mengilhami munculnya ide untuk membentuk sebuah organisasi bernama Kelompok Studi Walisongo. Di antara para aktifis yang sempat memprakarsai terbentuknya Kelompok Studi Walisongo adalah; Munawir Abdurrahim, A. Tohirin, Syarifuddin Abdullah (Sulawesi), Amal Fathullah, Bahruni Inas (Kalimantan), Noor Kholis Mukti, Zuhid Mukhson, Jakfar Rosyidi, Sobri Agung (Palembang), Maktum Jauhari (Madura), Anas Maulana, Jakfar Busyiri (Madura), Nuruddin Marbo (Kalimantan), Joban (Jawa Barat), Abdul Manan (Sulawesi) dan Sujadi.

Tahun 1987 adalah peralihan PPI menjadi HPMI, masa peralihan inilah yang barangkali ikut mempengaruhi terbentuknya Kelompok Studi Walisongo. Saat itu orang-orang Jawa belum memiliki perwakilan atau utusan yang mengatasnamakan sebagai organisasi kedaerahan Jawa di HPMI. Nampaknya hal ini menumbuhkan kekhawatiran bahwa kelompok ini akan bersifat kesukuan dan kemudian disibukkan dengan urusan-urusan sosial kemasyarakatan Jawa, serta menggeser permasalahan akademis.

Dilema yang terjadi adalah kebutuhan berkiprah di HPMI dan ketakutan terjerumus dalam kesukuan yang primordial. Maka pada pertemuan perdana di kediaman Bapak Abdul Manan Utsman, pada tanggal 31 Jan 1987 M / 1 Jumadi Tsaniyah 1407 H diputuskan 3 konsensus umum sebagai jalan keluar dari dilema di atas dan selanjutnya Hadits al-Ahad berubah menjadi Kelompok Studi Walisongo, & dalam bahasa Arab diterjemahkan menjadi Usrah al-Auliya at-Tis’ah.

Saat itu, KSW beranggotakan masyarakat dari berbagai daerah di nusantara. Tiga konsensus umum yang hari itu diputuskan adalah:
1. Agar organisasi ini menonjolkan akademis, bukan semangat sosial.
2. Diharapkan tidak terlalu bersifat “kesukuan” sehingga kelompok ini tidak hanya orang Jawa.
3. Diharapkan selalu tanggap terhadap perkembangan sosial politik di tanah air.

Namun konsensus ini mulai pudar, ketika dinamika Kairo “memaksakan” terbentuknya organisasi-organisasi kedaerahan lain, sehingga para aktifis KSW pun juga aktif di kekeluargaannya masing-masing. Di samping itu sebagian “senior” KSW sebagai saksi sejarah juga mulai pulang ke tanah air, dan “terpaksa” KSW semakin mengecil, didominasi masyarakat Madura, Jawa Timur, Jogjakarta dan Jawa Tengah.

Pada tahun 1993 terbentuk FOSGAMA (Forum Silaturahmi Keluarga Madura). Kemudian pada tahun 1997 sebagian anggota dari Jawa Timur berinisiatif untuk memisahkan diri, karena tidak ada kesepakatan argumentasi, terutama alasan ukhuwah dan persatuan masyarakat Jawa. Maka, meskipun terbentuk GAMA JATIM (Keluarga Masyarakat Jawa Timur), saat itu sekitar 50% aktifis KSW dari masyarakat Jawa Timur tetap memilih maslahat untuk tidak memisahkan diri hingga sekarang. Anggota tercatat sekarang telah mencapai 371 orang (sekitar 80% berasal dari Jawa Tengah), menempatkan KSW sebagai kekeluargaan dengan anggota terbanyak saat ini. Secara de jure, menurut peta organisasi mahasiswa Indonesia di Kairo, KSW diakui sebagai pusat berkumpulnya mahasiswa Jawa Tengah, meski secara de facto anggotanya juga berasal tidak hanya dari Jawa Tengah.

Sekilas Hasil Konkret Kegiatan KSW

Meski menurut sejarah KSW adalah organisasi diskusi atau kajian, namun seiring perkembangan zaman dan melihat kondisi Masiko, dari tahun ke tahun rasanya semakin banyak kegiatan non-akademik yang diselenggarakan KSW. Bahkan harus diakui, pada masa tertentu, KSW terkadang seperti terlena dengan kegiatan non-akademik. Namun yang pasti, dari setiap periode kepengurusan selalu ada hasil konkret yang membedakan keunggulan antar generasi. Sebut saja pada 2 periode terakhir.

Pada periode 2003-2004, KSW dapat mencetak buku hasil diskusi rutin dwi mingguan, berjudul Diskursus Kontekstualisasi Pemikiran Islam. Buku setebal 212 halaman ini merupakan salah satu hasil nyata apa yang sudah dilakukan mahasiswa Jawa Tengah yang sedang menimba ilmu di Kairo ini. Ke depan, bukan tidak mungkin untuk kembali mengkodifikasikan hasil-hasil kajian rutin, dengan meningkatkan kajian pada tataran tematis, dalam rangka meningkatkan mutu pembelajaran.

Sementara periode 2004-2005, yang dikomandoi oleh Sdr. Rois Mahfudz, KSW atas bantuan Dubes RI Pof. Dr. Bachtiar Aly, MA. juga atas perhatian dan jasa besar Gubernur Jawa Tengah H. Mardiyanto, dapat mewujudkan impian memiliki rumah sebagai sekretariat sendiri secara permanen. Bahkan lebih dari itu, rumah yang ada ternyata juga memiliki nilai amat tinggi sebagai pusat pelatihan keterampilan dan juga "showroom" wisata-budaya Jawa Tengah. Adalah kebahagiaan tak terkira bagi mahasiswa Jawa Tengah di Kairo khususnya, dan seluruh warga KSW pada umumnya, Gubernur memiliki rasa perhatian yang amat besar terhadap warganya yang berada jauh di negeri gurun pasir ini.

Pengelolaan Rumah Daerah Jawa Tengah

Yang sekarang perlu menjadi perhatian KSW tentunya adalah bagaimana mengelola amanah yang amat besar ini secara profesional. Sebagai bahan pertimbangan, mungkin kita dapat menengok pengalaman yang sudah dijalani oleh ICMI Orsat kairo dengan Wisma Nusantara-nya, dan Gamajatim dengan Graha Jatim-nya.

ICMI Orsat Kairo, yang mendapat amanah dari ICMI Pusat berupa gedung 5 lantai di bilangan Rabea el-Adawea, dalam pengelolaannya menunjuk satu badan khusus yang terpisah dari struktur ICMI. Pada praktiknya, ICMI hanya menjadi badan pengawas, bersama dengan DPP PPMI Mesir dan KBRI Kairo, dalam hal ini diwakili oleh Atase Pendidikan dan Kebudayaan. Dengan badan pengurus yang diawasi oleh tiga lembaga ini, Wisma Nusatara dapat mencapai perkembangan cukup pesat. Terbukti, aula Wisma Nusantara tiap harinya hampir tak pernah istirahat digunakan untuk acara mahasiswa. Sementara hotelnya, juga dapat menarik income lumayan besar. Dalam hal ini, ICMI Pusat terlihat sama sekali tidak mencampuri pengelolaan Wisma Nusantara, semuanya diserahkan pada ICMI Kairo dibantu dua lembaga tadi.

Contoh kedua adalah Gamajatim. Warga Jawa Timur boleh berbangga karena mereka adalah pihak pertama yang mendapatkan bantuan dari Pemda, merunut pada ide Duta Besar soal pengadaan rumah daerah di Kairo ini. Gamajatim menamakan bantuan Pemda berupa sebuah flat di kawasan Hay Tasi ini sebagai Graha Jatim. Dengan 3 kamar penampilan futuristik, Graha ini dijadikan sebagai hotel. Dalam pengelolaannya, Gamajatim membentuk badan semi otonom. Melalui badan semi otonom ini, Graha Jatim dikelola secara profesional dan sebagian hasilnya diperuntukkan bagi kegiatan Gamajatim itu sendiri. Bahkan pada Agustus lalu, Gamajatim dapat membagi-bagikan sembako pada para anggotanya, sekadar hasil dari pengelolaan Graha Jatim itu. Badan semi otonom pengelola Graha Jatim ini, secara struktur tetap di bawah Gamajatim. Sementara pihak Pemda Jatim sendiri sama sekali sudah tidak turut campur dalam pengelolaannya.

Melihat dua contoh di atas, Rumah Daerah Jawa Tengah (RDJT) kiranya tidak harus meniru persis salah satu di antaranya. Apalagi, kondisi —terutama fisik, fasilitas dan kegunaan— yang ada pada RDJT amat berbeda dengan Wisma Nusantara dan Graha Jatim. RDJT, selain memiliki 5 kamar hotel, juga memiliki aula dan showroom. Ini jelas merupakan hal baru di Kairo, terutama dengan bakal adanya Tourisme Information Centre (TIC). Sebagai ujung tombak promosi pariwisata Jawa Tengah di Kairo khususnya dan mungkin Timur Tengah pada umumnya, TIC ini tentunya harus dikelola secara modern.

KSW Sebagai Duta Jateng

Timur Tengah adalah salah satu sumber terbesar penghasil minyak. Dengan hasil minyak itu, banyak negara-negara Teluk Arab menjadi negeri petro dolar bergelimang harta. Sayang, kebanyakan tanah mereka justru tandus dan gersang. Dengan padang pasir di sejauh mata memandang, banyak dari mereka mencari tempat rekreasi yang 'hijau'. Salah satu sasaran empuk mereka adalah negara-negara Asia Tenggara. Malaysia dengan promosi begitu gencar, hingga saat ini dapat disebut sebagai contoh yang paling baik dalam penguasaan pasar wisata di Timur Tengah.

Selama ini, yang dikenal luas oleh kalangan Timur Tengah mungkin hanya Malaysia dan Singapura, mengingat besarnya alokasi dana mereka untuk promosi wisata di Timur Tengah ini. Indonesia, jika ingin menyamai mereka mungkin butuh waktu panjang, selain butuh dana promosi yang tentu tidak kecil. Padahal dari segi alam, tentunya Indonesia menyimpan potensi wisata dan budaya yang tak kalah dari Malaysia dan Singapura. Asal mau mempromosikan potensi alam yang dimiliki, bukan tidak mungkin Indonesia —atau Jawa Tengah khususnya— dapat mendatangkan turis Timur Tengah untuk berlibur.

Nah, sebagai wujud sense of belonging terhadap tanah air, mahasiswa Indonesia di Kairo sebenarnya banyak juga yang dapat diandalkan untuk memperkenalkan wisata-budaya Indonesia. Hanya mungkin kurangnya koordinasi dengan induk pemerintahan di tanah air yang cukup menjadi kendala. Oleh karena itu, tanpa bermaksud tinggi hati, KSW menawarkan diri untuk menjadi duta wisata Jawa Tengah di Kairo khususnya, bahkan tidak menutup kemungkinan mengincar pasar Timur Tengah pada umumnya.

Hal ini bukannya tidak mungkin, tapi memang butuh kejelian dan perhatian serius. Salah satu hal yang membuat KSW berani memimpikan hal ini adalah karena Mesir merupakan salah satu objek terbesar dalam pariwisata. Banyak turis Timur Tengah berlibur ke kota-kota di seantero Mesir, jadi kiranya terbuka luas jalan bagi Jawa Tengah untuk promosi wisata-budaya daerah pada pasar Timur Tengah dengan membangun fasilitas TIC di Kairo.

Dengan asumsi promosi wisata-budaya ke pasar mancanegara butuh biaya besar, maka jika mampu mendayagunakan mahasiswa Indonesia di Kairo ini sebagai salah satu corongnya tentu dapat menekan biaya itu. Tanpa mengurangi keterbatasan yang ada, KSW insya Allah siap membantu Pemda Jawa Tengah untuk mempromosikan wisata-budaya daerah.

Masa Depan TIC

Pada tataran praksisnya, gambaran awal adalah promosi lewat website. KSW saat ini telah memiliki website mandiri yang isinya kegiatan-kegiatan organisasi. Kalau kemudian juga dimanfaatkan untuk promosi wisata-budaya Jawa Tengah, tentu akan makin menarik. Memang, selama ini website ini banyak dikunjungi oleh mahasiswa saja. Jika ingin diperluas manfaatnya sebagai salah satu corong TIC, kiranya tinggal mempromosikan alamat website yang ada pada warga Timur Tengah. Suatu hal yang tak terlampau sulit kiranya, mengingat sumberdaya anggota KSW yang menguasai ilmu teknologi informasi ini cukup mapan. Ke depan, KSW akan dengan senang hati menerima masukan dari Pemda Jateng mengenai materi yang akan ditampilkan di website. Atau jika misalnya Pemda Jateng lebih berkenan agar TIC memiliki website tersendiri, KSW siap membantu membangun dan mengelola website dimaksud. Hal yang mungkin agak menjadi kendala mungkin terjemah materi ke dalam bahasa Inggris, sementara bahasa Arab kiranya bisa tertangani oleh KSW.

Pada tataran berikutnya, bukan tidak mungkin kita dapat menggelar semacam "JatengExpo" untuk promosi wisata-budaya kita. Jika materi, bahan dan fasilitas nanti dapat terpenuhi atas kerjasama Pengurus KSW—Pengelola RDJT/Griya—Pemda Jateng misalnya, akan sangat memungkinkan pagelaran "JatengExpo" dapat ditampilkan pada musim panas mendatang (mungkin Juli 2006). Pada awal Agustus lalu, Keluarga Pelajar Jakarta (KPJ) berhasil menampilkan suasana khas Betawi di Kairo, dengan mahasiswa Indonesia di Kairo sebagai objeknya. Kalau misalnya ada dukungan penuh dari Pemda, tentu KSW akan makin bersemangat menggelar program acara serupa (bisa berbentuk seperti "JatengExpo" itu), atau malah lebih dikembangkan dengan menggaet objek hingga warga Mesir.

Sementara pada tataran berikutnya lagi, kalau TIC dapat berjalan stabil seperti yang diharapkan, bisa jadi para petugas di TIC perlu mendapatkan training khusus dari Pemda Jateng, demi peningkatan kualitas kerja. Tapi yang pasti, apa yang ada dulu cukup digunakan secara maksimal. Kalau kiranya mendapat respon bagus dari pasar, baru dapat dipikirkan kelanjutan tingkat profesionalismenya, baik peningkatan kualitas manajemen, pengelolaan dan mungkin juga honor.

Itu sekadar gambaran dari apa yang kiranya dapat diberikan oleh KSW untuk kemajuan Jawa Tengah. Sementara TIC ini, secara mapan sudah dapat diterapkan di belahan bumi yang lain, tentunya Pemda Jawa Tengah dapat mengkombinasikan pengalaman yang ada itu dengan usulan program yang dapat kami berikan.[]

Nonton Gratis a la Mahasiswa


Banyak jalan menuju Roma. Itulah kiranya yang menjadi inspirasi bagi beberapa mahasiswa Indonesia di Kairo yang hobi menonton bola. Piala Afrika ke-25 yang digelar di Mesir, tentu tak luput dari incaran perhatian mereka. Apalagi, negara-negara peserta Piala Afrika rata-rata memiliki bintang-bintang yang banyak berlaga di kompetisi Eropa. Hal ini tentu saja menambah semangat mereka untuk datang ke stadion.

Hanya saja, karena pertimbangan ekonomi, sementara harga tiket yang sebenarnya tidakterlalu mahal tetap susah dijangkau, ada saja akal-akalan para mahasiswa ini untuk menyalurkan hobinya. Dengan beasiswa yang rata-rata hanya sebesar 160 pound Mesir (atau sekitar 230 ribu rupiah) per bulan, mereka mencari cara bagaimana dapat menonton pertandingan-pertandingan bergengsi itu sehemat mungkin.


Nah, gayung bersambut. Di Kairo, terdapat sebuah asrama mahasiswa asing yang dihuni sekitar 2000 jiwa, berasal dari 83 negara. Asrama milik lembaga pendidikan Al-Azhar ini, kebanyakan penghuninya adalah orang-orang berkulit hitam dari berbagai negara Afrika. Maka pihak kedutaan besar negara-negara peserta Piala Afrika 2006 pun banyak mengandalkan asrama ini sebagai salah satu pusat pemberangkatan supporter mereka.


Beberapa mahasiswa Indonesia yang sehari-hari banyak bergaul dengan mahasiswa Afrika pun kena getahnya. Demi memperkuat tim supporter mereka, mahasiswa asal negara seperti Pantai Gading, Senegal, Nigeria dan lainnya yang tinggal di asrama itu juga mengajak teman-teman kenalannya untuk ikut datang ke stadion. Tentu saja, kompensasinya adalah tiket gratis. Transport dan bahkan kadang juga diberi makan kalau harus bertanding di luar kota Kairo, dan berangkat sebelum siang.


Warso Winata, mahasiswa asal Cirebon, mengaku lebih dari 3 kali ikut rombongan supporter dari negara-negara yang berbeda. Dia yang tinggal di asrama sejak pertengahan tahun lalu, juga sempat menonton pertandingan yang digelar di kota Port Said, sekitar 300 km barat laut Kairo.


Sementara Apep, yang di Kairo menjadi ketua Keluarga Paguyuban Mahasiswa Jawa Barat, mengaku sudah tiga kali ikut menonton pertandingan Mesir melawan lawan-lawannya. Dia pun juga selalu gratis alias tak pernah membeli tiket untuk memasuki area stadion. Namun caranya berbeda Warso, mengingat dia tidak tinggal di asrama. “Kita masuk saja, kalau ditanya pendukung mana, kita bilang pendukung lawannya Mesir, dijamin tak ditanyain tiket,” ujarnya mengungkapkan rahasia.


Benar saja, ketika final yang mempertemukan Mesir dan Pantai Gading, cara yang dipakai oleh Apep banyak ditiru teman-temannya. Meski ada juga beberapa mahasiswa yang rela merogoh kocek sebesar 40 pound Mesir untuk tiket third class final itu, tapi tetap tampak sekitar 30-an orang berwajah Melayu berbaur di tribun yang diduduki para pendukung Pantai Gading. Menariknya lagi, sebenarnya tribun yang terletak di sebelah kiri gawang yang digunakan untuk adu penalti ini adalah tribun second class, yang tiket masuknya seharga 100 pound Mesir.


Selain dua cara di atas, ada juga jalan lain yang memungkinkan untuk menonton pertandingan secara gratis. Jawwada Mumtaz, mahasiswa asal Purwodadi, saat mengunjungi Pameran Buku Internasional yang lokasinya persis di samping stadion, sempat ditawari seorang pendukung Mesir untuk ikut ke stadion. Tiketnya tentu saja dibayari, pun syaratnya tidak sulit: sekadar wajahnya dicat bendera Mesir. Sebagai mahasiswa baru, rupanya dia tidak terlalu menanggapi ajakan itu, malu barangkali. Tak pelak, hal ini jadi bahan ejekan kawan-kawannya yang menyayangkan peristiwa itu. “Kalau saya yang ditawari, pasti mau lah,” ujar Nurrohim yang asal Boyolali.


Ada satu lagi peluang yang melempangkan jalan menuju stadion secara cuma-cuma. Chipsy, sebuah produk makanan ringan, ikut memeriahkan Piala Afrika dengan menyebarkan ratusan kupon dalam bungkusnya. Kupon itu dapat ditukar dengan tiket menonton pertandingan tertentu dari penyisihan hingga final. Salah seorang mahasiswa asal Solo bernama Ari Wibowo, bahkan mendapatkan kupon yang dapat ditukar dengan tiket final.


Begitulah sebagian pernik-pernik yang menghiasi Piala Afrika tahun ini. Kalau saja Piala Dunia tahun 2010 jadi digelar di Mesir, barangkali sekitar 4000-an mahasiswa Indonesia di Mesir dapat ikut menikmati perhelatan akbar itu.[]


*Tulisan ini dimuat di tabloid BOLA, lumayan... rekeningku bertambah 350 ribu rupiah ;-) sayang, ketika dikonfirmasi ulang ke pihak redaksi BOLA tanggal berapa dipublikasikan, sampai sekarang tak ada balasan email lagi. Padahal saya kan pingin liat secara langsung tulisan sendiri nampang di tablod nasional sekelas BOLA.

PPMI Mesir Minta Pimpinan DPR Kontrol Anggotanya

Persatuan Pelajar dan Mahasiswa Indonesia (PPMI) di Mesir mendesak pimpinan DPR untuk lebih mengontrol anggotanya agar tidak memanfaatkan anggaran kunjungan kerja untuk sekedar jalan-jalan ke luar negeri.

"Kami menyampaikan keprihatinan yang mendalam atas kedatangan 15 anggota DPR ke negeri Kinanah. Pimpinan DPR harus lebih mengontrol anggotanya," ujar Presiden PPMI Rio Erismen dalam siaran persnya kepada SM CyberNews, Selasa (20/12).

Sebelumnya, PPMI mengundang seluruh elemen mahasiswa Indonesia yang ada di Kairo untuk mendiskusikan kasus kunker anggota DPR. Sebagaimana diketahui, mahasiswa Indonesia di Mesir berjumlah sekitar 4000 orang. Karena banyaknya itu, maka dibentuk juga organisasi-organisasi kedaerahan, afiliatif dan lain-lain untuk memudahkan apresisasi keaktifan setiap mahasiswa. Namun untuk menjaga persatuan dan kebersamaan, PPMI dijadikan sebagai organisasi induk yang mengayomi seluruh organisasi itu.

Pada pertemuan Sabtu (17/12) sore, hampir seluruh elemen mahasiswa hadir. Memang ada beberapa yang absen, tapi rata-rata izin karena persiapan menghadapi ujian. Dalam pertemuan itu, PPMI meminta pertimbangan ke berbagai pihak untuk merespon kedatangan wakil rakyat ke Mesir. Meski diakui agak terlambat, tapi paling tidak ada niat baik dari PPMI untuk peduli terhadap kondisi kekinian di tanah air.

Dalam pertemuan itu, Agus Hidayatulloh, Ketua Kelompok Studi Walisongo (KSW) yang menjadi organisasi reprsentasi mahasiswa asal Jawa Tengah dan DIY juga mengusulkan adanya desakan dari PPMI kepada KPK agar mengusut penyelewengan penggunaan dana negara itu. Apalagi, kegiatan semacam ini dilakukan sudah berkali-kali, dan menghabiskan uang negara miliaran rupiah, meski baru kali ini terlihat ke permukaan.

Sementara Aang Asy'ari, yang datang sebagai pejabat sementara Ketua Tanfidziyah PCI-NU Mesir mengusulkan agar PPMI Mesir juga dapat menghimbau Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) di seluruh dunia agar kelak menolak kehadiran setiap anggota DPR yangdatang ke negara tujuan masing-masing, atas dalih kunker tapi tidak memiliki agenda yang jelas.

"Setelah musyawarah, disepakati bahwa PPMI harus segera menyebarkan press release merespon kehadiran anggota DPR itu ke Mesir," ujar Rio Erismen.

*Tulisan ini berjudul asli "PPMI Mesir Desak KPK Telusuri Kepergian Anggota DPR ke Mesir" kemudian diedit oleh pihak Suara Merdeka Cyber News dan mereka publikasikan pada 20 Desember 2005

Wagub Resmikan Rumah Daerah Jawa Tengah di Kairo


Wakil Gubernur Jawa Tengah Drs. H. Ali Mufiz, MPA dan istri berkunjung ke Kairo meresmikan Rumah Daerah Jawa Tengah (RDJT) atau Griya Jateng, Ahad (25/9) siang. Rumah senilai 2,6 milyar rupiah itu akan dijadikan sebagai pusat pelatihan keterampilan dan showroom Jawa Tengah di Kairo. Rencananya, pengelolaan rumah (yang terdiri dari 3 flat yang dijadikan satu) itu akan dipercayakan pada Kelompok Studi Walisongo (KSW), sebuah organisasi kemahasiswaan di Kairo yang anggotanya berasal dari Jawa Tengah.

Wakil Gubernur bersama rombongan tiba di Cairo International Airport pada Ahad (25/9) dini hari waktu setempat menumpang pesawat KLM dari Amsterdam. Rombongan disambut oleh Agus Hidayatulloh selaku Ketua KSW dan beberapa jajaran pengurusnya.

Rombongan Wakil Gubernur sejumlah 7 orang langsung menuju ke hotel Sheraton Gezira di pusat kota Kairo. Sejumlah staf dari Pemda Jateng mendampingi kunjungan resmi Wagub ke Kairo. Nampak dalam rombongan Kepala Biro Pembangunan Daerah dr. Anung Sugihantono, Kabid Ekonomi Bappeda Prasetyo Ariwibowo, ajudan Wakil Gubernur Agus Sulaksito dan seorang pengusaha yang juga Ketua Kadin Jateng Solehadi S. Asror. Selama dalam perjalanan kunjungan di Kairo dan beberapa negara Eropa sebelumnya mereka didampingi tour leader Andi Tjipta H.

Sebelum meresmikan RDJT, Wakil Gubernur diterima Duta Besar Prof. Dr. Bachtiar Aly, MA di Wisma Duta di wilayah Garden City Kairo. Dalam pertemuan itu juga dilangsungkan agenda laporan singkat dari pimpinan proyek RDJT Drs. Priyatno, yang juga Kepala Bidang Administrasi KBRI Kairo. Priyatno menjelaskan, pembangunan rumah itu melalui tiga tahap. Pertama, tahap pembelian yang menghabiskan dana sekitar 935 ribu pound Mesir (kurs 1 dolar AS=5,75 pound). Kedua, tahap pemlesteran gedung yang masih berupa bata merah, menghabiskan dana sekitar 445 ribu pound Mesir. Terakhir, tahap finishing berupa pembelian meubelar, karpet, komputer dan pernik-pernik rumah yang lain. Tahap finishing ini menghabiskan dana sekitar 700 pound Mesir.

Selesai pertemuan di KBRI, Wakil Gubernur didampingi Duta Besar dan para stafnya langsung menuju RDJT di bilangan Nasr City. Datang sekitar pukul 12.00, rombongan langsung disambut shalawat badar yang dibawakan oleh group rebana "Sapu Jagad". Setelah menyampaikan prakata dan beberapa pesan dari Gubernur Mardiyanto, Drs. Ali Mufiz, MPA meresmikan RDJT, ditandai dengan pemotongan pita dan penandatanganan batu prasasti. Selain itu, juga ada pemotongan tumpeng yang kemudian diserahkan kepada Rois Mahfud, Ketua KSW periode sebelumnya.

Setelah itu, Wakil Gubernur beserta rombongan melihat-lihat keadaan rumah. Dimulai dari lantai satu yang terdiri dari ruang showroom, ruang resepsionis, ruang tunggu/lobby, kantor sekretariat KSW, kamar mandi dan dapur. Lalu dilanjutkan ke lantai dua yang terdiri dari 5 kamar penginapan, 3 kamar mandi, dapur, ruang makan, dan aula seluas sekitar 100 meter persegi.

Selesai melihat-lihat seisi rumah, Wakil Gubernur langsung menuju aula dimana sekitar 200 anggota KSW sudah menunggunya untuk berdialog. Dalam dialog yang berlangsung santai itu, Ali Mufiz kembali menegaskan pesan Gubernur tentang pengelolaan RDJT yang diharapkan dapat dimanfaatkan secara maksimal untuk pengembangan potensi daerah. Pria kelahiran Jepara itu dengan gurauan-gurauannya yang renyah juga berbicara mengenai prospek pengembangan kebudayaan di Kairo khususnya dan Mesir pada umumnya. Tak lupa juga menyampaikan keadaan Jateng secara global yang tentunya sedikit mengobati kerinduan mahasiswa dan masyarakat Jateng yang berdomisili di Mesir.

Dalam dialog itu juga, muncul ide-ide untuk pengenalan budaya Jawa Tengah di Kairo khususnya dan Timur Tengah pada umumnya. Secara konkret, salah seorang mahasiswa mengusulkan adanya gamelan Jawa di RDJT. Selain itu, muncul juga tawaran adanya tenaga haji dari Kairo, mengingat sebagian besar anggota KSW juga sudah pernah melaksanakan haji, jadi kiranya dapat membantu jamaah haji Jawa Tengah. Selain itu, kemampuan berbahasa Arab mahasiswa Jawa Tengah di Kairo tentunya juga dapat menambah pelayanan jamaah yang belum bisa berbicara lansgung dengan penduduk setempat.

Selain dialog, juga dilangsungkan pengukuhan pengurus KSW periode 2005-2006 yang baru menjabat sejak akhir Agustus lalu. Di samping itu, Wakil Gubernur juga memberikan penghargaan kepada 10 mahasiswa berprestasi. Tahun ini, Jawa Tengah memiliki cukup banyak mahasiswa berprestasi di Universitas Al-Azhar Kairo, bahkanmungkin terbanyak dibanding propinsi lainnya.

Dalam kunjungan dua hari selama di Kairo, rombongan Wakil Gubernur juga menyempatkan bertemu dengan direksi PT Orascom Egypt. Selasa (27/9) dinihari pukul 03.00 waktu setempat, rombongan dijadwalkan meninggalkan Kairo dengan maskapai KLM menuju tanah air.


*Tulisan ini adalah tulisan kolaborasi antara goeshid dengan Mahlul Ghufron, dimuat dalam Suara Merdeka Cyber News, 28 September 2005

Menimbang Kekuatan Politik 4 Capres

lebih meriah dari tahun lalu, kali ini pemilu raya diikuti 4 calon
presiden. dengan latar belakang pengalaman organisasi yang berbeda,
persaingan merebut suara masiko tentu akan ramai. bahkan, munculnya
calon dari perorangan juga membuat pemilu raya makin seru.

bagaimana kekuatan masing-masing capres menggaet massa, penulis
akan mencoba membuat prediksi. namanya juga prediksi, bisa salah
tapi jangan anggap penulis adalah dukun kalau akan sesuai kenyataan
di lapangan nanti. tulisan ini juga tidak ada maksud sama sekali
untuk kampanye bagi capres tertentu, apalagi membuat black
campaigne bagi capres lainnya. tulisan ini murni prediksi dan atas
dasar pengetahuan terbatas dari penulis.

untuk lebih mudah menjauhkan dari negative thinking, penulis
menggunakan dasar abjad untuk memprediksi masing-masing capres.
hamzah amali, calon yang diusung oleh perwakilan istimewa pelajar
islam indonesia (pii) di mesir, adalah salah seorang yang amat
populer belakangan ini di lingkungan ppmi. sosok yang menjabat
sebagai sekjen mpa ppmi sejak tahun lalu ini juga terlihat amat
aktif membantu roda kegiatan
organisasi puncak ppmi ini, terutama dalam hal administrasi.

nama hamzah tak bakalan asing dari telinga mereka yang ikut terlibat
dalam setiap rapat bpa maupun mpa, baik peserta apalagi panitia.
penampilannya yang kalem, ramah tapi kadang terlihat cool ini
kiranya dapat memikat sebagian masiko untuk memilihnya. dilihat
dari basis massa, pwi pii tentu akan semaksimal mungkin mengerahkan
seluruh anggotanya untuk datang ke arena pencoblosan esok tanggal
30 juli.

selain itu, pwk persis, yang juga menjadi salah satu ajang aktivitas
hamzah, sudah tentu bahu-membahu berupaya mengegolkan salah seorang
kader terbaiknya itu menuju kursi ppmi-1. meski bukan berasal dari
kpmjb, terlihat hamzah cukup akrab dengan banyak anggota paguyuban.
hal ini juga bisa menjadi salah satu sumber suara potensial, jika
tim suksesnya dapat memanfaatkannya secara maksimal. sementara
gamajatim, asal kekeluargaannya sendiri, setahu penulis belum
terstruktur mendukung pencalonannya.

sebagai seorang penasehatnya, al-maida, generasi masisir angkatan
2004, juga menyatakan mendukung pencalonan hamzah. dengan 1000
lebih anggota al-maida, tentu organisasi ini menjanjikan suara
menggiurkan. hanya menurut penulis, — tanpa bermaksud mengecilkan
jerih payah pengurus al-maida— organisasi ini tak akan solid 100%
mendatangkan semua suaranya untuk hamzah. apalagi melihat sejarah,
dalam setiap generasi, selama ini tak mungkin rasanya seluruh
mahasiswa angkatan terbaru datang semuanya ke arena pencoblosan.
hemat penulis, hamzah dan timnya bisa menggaet 20% massa al-maida
saja, itu sudah bagus. tapi akan kita lihat saja nanti.

calon kedua, muhammad thanthawi jauhari. salah seorang pengurus
teras ppmi era limra, menjadi corong hmm untuk 'menguasai' dpp
ppmi. dengan menjadi pengurus dpp ppmi 2003-2004, cukup menjadi
bukti kuatnya pengalaman thanthawi. apalagi, dia jualah yang
menjadi tulang punggung dua megaproyek limra: konferensi bk-ppi
timteng dan orientasi karya. terlepas dari berbagai macam penilaian
atas kinerjanya, tapi paling tidak itu cukup membuatnya yakin dapat
melayarkan perahu ppmi tahun depan.

hmm, tentu akan mengeluarkan seluruh kekuatannya untuk menyolidkan
barisan, sembari kampanye ke sana ke mari. beberapa kelompok massa
yang mungkin akan didekati tim sukses thanthawi mungkin Nelda 2002,
sebagian teman pcim dan pci- nu mesir, dimana thanthawi juga pernah
aktif di sana.

yang ketiga, adalah rio erismen. calon dari kmm ini namanya makin
dikenal setahun belakangan ini. jabatan wakil presiden dpp-ppmi
2004-2005, mungkin belum cukup baginya untuk berkhidmat menjadi
abdi masisir, sehingga ikut maju menjadi capres.

melihat asal kekeluargaannya, mungkin jumlah anggotanya masih berada
di papan tengah. namun jangan itu saja yang dilihat. sudah menjadi
buah bibir, atau malah menjadi rahasia umum, rio inilah yang
menjadi
tumpuan kaum tarbiyah untuk kembali 'menguasai' ppmi. soliditas
kelompok massa ini sudah terbukti saat pemilu (raya) 2002, pemilu
legislatif dan pilpres 2004, juga (mungkin) pemilu raya 2004.

penulis sendiri pernah mendengar, pada pemilu legislatif 2004,
paling tidak ada 500 orang yang teramat solid bahu-membahu
mengegolkan calon yang mengikuti setiap pemilihan. jumlah yang
besar bukan? apalagi kalau kita mau melihat partisipasi masisir
dalam setiap pemilu raya. kalau massa sejumlah itu akan datang
seluruhnya ke arena pemilihan, maka siap-siap saja tim sukses
capres lain gigit jari. namun, perang belum juga dimulai, segala
kemungkinan masih bisa terjadi.

calon terakhir, dan ini yang paling mengejutkan adalah Rodilansyah,
atau yang akrab disapa Roland Gunawan. Roland, adalah satu-satunya
capres perorangan pada pemilu raya tahun ini. melihat background-
nya yang hampir tak pernah nampak di organisasi ppmi, orang bisa
saja mengerdilkannya. namun, tentu saja ikbal dan fosgama, sebagai
tempat mangkal aktivitasnya, —meski roland bukan utusan resmi dari
mereka— tak bakal membiarkan itu.

tim suksesnya tentu berupaya sekuat tenaga menjamin dan menjaga
soliditas ikbal dan fosgama dalam mendukung pencalonan roland.
belum lagi, roland juga sering terlibat dalam kegiatan lakpesdam nu
mesir, maka ini juga bisa menjadi jalan bagi tim suksesnya untuk
juga merangkul teman-temannya di sana.

melihat kekuatan masing-masing capres di atas, penulis memprediksi
Rio akan berada di urutan pertama dalam pemilihan nanti, sementara
hamzah dapat membuntutinya. sedangkan peringkat ketiga akan seru
diperebutkan oleh roland dan Thanthawi, namun penulis lebih
menjagokan thanthawi.

sekali lagi penulis ingatkan, tulisan ini hanyalah prediksi
subjektif, atas dasar sejauh pengetahuan penulis pula. apapun yang
akan terjadi nanti, mari kita songsong pemilu raya 2005 ini dengan
partisipasi sebaik mungkin. selamat berpesta (demokrasi)!

*Pengamat Politik Masisir, Litbang Informatika

** Tulisan ini dimuat dalam buletin Informatika Interaktif, akhir Juli 2005

Tuesday, April 11, 2006

Menlu RI: Perlu Reformasi di Tubuh OKI dan DK PBB


[Dalam Nostalgia dengan Mahasiswa Indonesia di Kairo]

Auditorium Al-Azhar Conference Center di Nasr City, Cairo, menjadi saksi betapa kuatnya hubungan emosional mahasiswa Indonesia di Kairo (Masiko) dengan salah seorang mantan Dubesnya, Dr. Nur Hassan Wirajuda, yang kini menjabat Menteri Luar Negeri Kabinet Indonesia Bersatu. Beberapa saat setelah shalat maghrib, Sabtu (25/6) petang, mahasiswa berbondong-bondong memasuki auditorium yang cukup megah itu. Meski banyak yang harus berjalan kaki dari tempat jamuan makan di Wisma Nusantara, sekitar 1 km dari tempat acara, mahasiswa terlihat antusias untuk bertatap muka dengan salah seorang diplomat ulung asli Banten itu. Tepat pukul 21.00 waktu setempat, Menlu RI didampingi Dubes RI untuk Mesir Prof. Dr. H. Bachtiar Aly, MA., memasuki podium.

Acara bertajuk "Dialog dan Silaturahmi Bersama Menlu RI Dr. Nur Hassan Wirajuda" itu pun segera dimulai. Pembawa acara yang sekaligus bertindak sebagai moderator mengajak hadirin membaca basmalah, lalu mendengarkan lantunan ayat-ayat suci Alquran. Sebelum acara inti, Presiden Persatuan Pelajar dan Mahasiswa Indonesia (PPMI) Mesir Suhartono TB., Lc. dan Dubes Bachtiar memberikan sambutan. Dalam sambutannya, Suhartono menyatakan bahwa meskipun Dr. Nur Hassan tidak pernah mengenyam pendidikan pesantren, namun terlihat betapa perhatian Menlu yang sudah menjabat di dua periode pemerintahan ini begitu besar terhadap kaum santri. "Terbukti, mahasiswa Indonesia di Kairo yang hampir semuanya berasal dari kalangan pesantren, dapat begitu melekat di hati Menlu," katanya.

Sementara Dubes Bachtiar menekankan, "Acara yang digelar khusus untuk menyambut kehadiran kembali Dr. Nur Hassan di tengah Masiko ini, bertujuan agar Masiko dapat bernostalgia kembali dengan doktor lulusan Amerika ini." Karena memang Menlu Dr. Nur Hassan Wirajuda pernah menjadi Duta Besar RI untuk Mesir, antara tahun 1997-1998. Meski hanya beberapa bulan menjadi Dubes di Mesir, namun karena perhatian yang besar Dr. Nur Hassan terhadap warga negara Indonesia di Mesir, maka ikatan yang terjalin pun begitu melekat di hati.

Menguatkan apa yang dinyatakan Dubes Bachtiar, Menlu Hassan pun membuka pembicaraannya dengan cerita semasa menjabat Dubes RI di Kairo. Ketika itu, negara Indonesia tengah hangat-hangatnya dihantam badai krisis moneter, sehingga banyak di antara mahasiswa, terutama yang mengandalkan kiriman dari orang tua, mengalamai kesulitan membiayai hidup dan belajar di Al-Azhar. Beberapa mahasiswa yang orang tuanya hanya berpenghasilan pas-pasan, tentu kalang kabut melihat harga dolar AS yang menjulang tinggi, sementara mata uang rupiah tentu tak laku untuk ditukar dengan pound Mesir (LE). "Pun, bagi mahasiswa yang orang tuanya cukup mampu meski di tengah krisis, merasa kesulitan juga karena banyak bank-bank yang sirkulasi keuangannya terhambat atau bahkan macet," kenang Menlu Nur Hassan.

Hal itulah yang mendorong Dubes Nur Hassan ketika itu, untuk memutar otak guna memberikan solusi bagi sebagian besar warga negara RI yang kebanyakan sedang menuntut ilmu. "Alternatif pertama dan yang menjadi target adalah pemulangan separuh jumlah mahasiswa Indonesia yang ketika itu mencapai 2500 orang," pikirnya ketika itu. Bahkan Dubes Nur Hassan sudah mengontak koleganya di Departemen Agama, meminta agar pesawat yang membawa jamaah haji ke Saudi, sebelum pulang dibelokkan dulu ke Kairo menjemput mahasiswa, daripada pulang ke tanah air kosong tak berpenumpang.

Cara lain juga ditempuh, yakni dengan pembentukan Tim Penanggulangan Krisi Mahasiswa (TPKM). Tema yang diangkat oleh tim ini adalah "kepedulian dan keberpihakan". Setelah sekitar dua bulan bekerja membanting tulang, tim ini pun membuahkan hasil. Sebagian besar mahasiswa Indonesia yang beberapa di antaranya sempat tak kuat membeli makanan, akhirnya mendapatkan cukup beasiswa. Dus, pada tanggal 3 Februari 1998, setelah yakin tak ada seorang pun mahasiswa yang kelaparan atau kebingungan karena tak ada biaya hidup, diselenggarakanlah tasyakuran.

"Bertempat di Auditorium Fakultas Tarbiyah Universitas Al-Azhar yang sederhana, sekitar 1500 mahasiswa Indonesia berkumpul untuk menunjukkan kebahagiaan mereka, karena akhirnya tak ada satu pun teman mereka yang harus dipulangkan karena tak ada biaya hidup," sambungnya.

Dalam hal ini, menurut Dubes Nur Hassan, kunci keberhasilan menghadapi krisis moneter ketika itu adalah kebersamaan dan kerjasama. Hal itu tidak hanya terkait antara Perwakilan Pemereintah RI dalam hal ini KBRI dengan mahasiswa, tapi juga dengan masyarakat Mesir. Seperti diketahui bersama, kuatnya hubungan RI-Mesir sudah berlangsung lama, dimana Mesir termasuk negara pertama yang mengakui kemerdekaan RI. "Kentalnya hubungan baik antara Indonesia dengan Mesir, baik antar masyarakat maupun pemerintahannya juga merupakan terjemahan dari ukhuwah Islamiyah," jelasnya.

Menlu Nur Hassan mengakui, pengalaman yang paling mengesankan selama berkarier di Departemen Luar Negeri adalah ketika menjadi Dubes di Kairo itu. Dr. Nur Hassan lalu menceritakan juga, betapa besarnya dana yang dapat terkumpul ketika itu, yang mencapai angka 40.000 dolar AS. Yang lebih mengesankan dana sebesar itu tidak hanya didapat dari para dermawan Mesir yang kaya. Bahkan ada suatu ketika, seorang tua Mesir berpakaian lusuh datang ke KBRI di kawasan Garden City, menyumbangkan uang sebesar LE 143. Setelah ditelusuri ternyata orang itu datang jauh-jauh dari luar kota. Ada juga seorang Mesir yang tak mau menyebutkan jatidirinya, mengatakan akan memberikan beasiswa kepada 50 mahasiswa Indonesia dengan besaran LE 150 per bulan selama 2 tahun. Setelah dicari identitasnya, ternyata dia seorang pemilik kios buah di salah satu pojok Kairo. Hal ini menunjukkan betapa kuatnya hubungan antara masyarakat Indonesia dengan Mesir.

Saking suksesnya kinerja TPKM yang didukung penuh oleh segenap lapisan masyarakat Indonesia di Mesir, bahkan dapat menyumbang mahasiswa asal Malaysia dan Rusia, juga 50 mahasiswa Indonesia yang ada di Sudan. "Luar biasa, seperti mukjizat saja," Dubes Nur Hassan seperti tak percaya.

Merujuk keberhasilan penanggulangan selama krisis itu, Dr. Nur Hassan ketika awal menjabat Menlu RI pun mengusung tema "kepedulian dan keberpihakan" ini ke dalam departemen yang dipimpinnya. Maka semua perwakilan RI yang berada di seluruh penjuru dunia harus dapat menunjukkan dua tema ini untuk melindungi warga negara RI yang berada di luar negeri.

Sebagai cerita flashback, Menlu Nur Hassan menyebutkan bahwa menjadi Dubes untuk Mesir pada tahun 1997-1998 itu adalah untuk yang kedua kalinya ia dinas di Kairo. Sebelumnya, pada November 1977 hingga Desember 1981, alumni 4 universitas di Eropa dan Amerika ini menjadi Konsuler, juga di KBRI Kairo. Bahkan ketika itu, adalah untuk pertama kalinya ia bertugas di luar negeri. Ketika itu, ia juga sudah sejak awal bertekad mempermudah segala urusan warga negara Indonesia di Kairo yang mayoritas mahasiswa. "Jangan sampai lebih dari 15 menit mahasiswa menunggu di kantor Konsuler," brifiengnya pada staf-stafnya ketika itu. Karena tahu juga warganya sebagian besar masih belajar, Kasubbid Konsuler Nur Hassan pun menekankan tidak bolehnya memungut uang dari para mahasiswa.

Jadi, mengulangi pernyataannya, Menlu Nur Hassan mengatakan bahwa tema kepedulian dan keberpihakan yang kini dibawanya di Deplu, bukanlah basa-basi. Ia merupakan saripati pengalaman yang ada.

Menjelaskan keadaan Indonesia sekarang, menurutnya, sebenarnya yang jadi permasalah kini adalah masalah psikologi. Dimana banyak di antara warga negara yang tidak percaya diri, merasa rendah di hadapan bangsa lain. Padahal, menurut catatan, sekarang ini devisa negara dapat mencapai 35 milyar dolar AS, jauh di atas angka yang rata-rata diperoleh ketika masa Orde Baru yang kurang dari 14,5 milyar dolar AS. "Jadi sebenarnya sekarang ini kita telah keluar dari krisis," jelasnya. Penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan kini juga bisa ditekan hingga 16 persen. "Bahkan sekarang kita sudah capek menerima hutang," tambahnya sembari melepaskan senyum.

Menjelaskan lagi, Menlu Nur Hassan menunjukkan angka 5,13 persen untuk pertumbuhan ekonomi negara tahun 2004 lalu. Tahun 2005 ini, diharapkan target 5,5 persen dapat tercapai. Bahkan pada kwartal pertama tahun ini saja, justru angkanya mencapai 6,35 persen sehingga tidak mustahil pertumbuhan ekonomi nanti akan dapat melebihi target yang dipasang.

Mengenai program pemerintah, Menlu Nur Hassan menjelaskan bahwa sekarang pemerintah tengah membedah diri. Introspeksi atas kesalahan yang terjadi di dalam tubuh pemerintahan. "Sebenarnya hal ini juga sudah dimulai sejak masa Mega-Hamzah," jelasnya.

Seperti halnya rekonstruksi Aceh pasca bencana Tsunami, pemerintah tidak banyak campur tangan dalam bantuan asing. Banyak sumbangan asing yang tidak diterima pemerintah dalam bentuk cash. Bahkan berkenaan dengan bantuan Australia dan Jepang untuk Aceh, dibentuk badan bilateral yang anggotanya terdiri dari Indonesia-Australia dan Indonesia-Jepang untuk mengatur aliran dana bantuan. Jepang dan Australia, juga dapat menunjuk sendiri para pengambil tender atas proyek mereka untuk rekonstruksi Aceh. Semuanya dilakukan secara transparan dan nantinya diaudit oleh lembaga tersendiri.

Seperti misalnya juga UNHCR, yang dapat dengan tangan mereka sendiri membangun 35.000 rumah, atau Amerika Serikat yang menyalurkan dana sebesar 245 juta dolar AS untuk pembangunan jalan sepanjang Aceh-Meulabouh dengan menunjuk sendiri pelaksana proyeknya. Pemerintah RI dalam hal ini hanya menawarkan bentuk rekonstruksi Aceh. Terserah negara donor untuk memilih apa yang akan mereka bangun.

Tak terasa, hampir satu jam Menlu Nur Hassan berpanjang lebar bernostalgia dan menjelaskan kondisi mutakhir tanah air. Beberapa hadirin mengaku sempat trenyuh bahkan ada yang menitikkan air mata mendengarkan cerita Dubes Nur Hassan yang mengharukan itu.

Dalam sesi tanya jawab, hadirin nampak berebut mendapatkan kesempatan menyampaikan pertanyaan dan pernyataan. Karena keterbatasan waktu, moderator hanya mempersilakan 10 orang penanggap.

Tak kalah menarik, Menlu Nur Hassan tampak antusias menjawab setiap tanggapan maupun pertanyaan dari hadirin. Sengaja tak dibatasi pada yang sudah dibicarakan, mahasiwa pun kritis menanggapi berbagai permasalahan. Mulai dari penerimaan PNS di Deplu, pulau Ambalat, Organisasi Konferensi Islam (OKI), diplomasi Indonesia di mata internasional, pandangan Menlu RI atas keanggotaan Dewan Keamanan (DK) PBB, bahkan hingga pertanyaan yang sifatnya pribadi seperti bagaimana Menlu Nur Hassan melewati masa mudanya.

"OKI memang perlu direformasi," katanya mengenai keberadaan organisasi yang anggotanya terdiri dari negara-negara Islam itu. Selama ini, menurutnya, OKI kurang tersentuh angin demokrasi. Karena nyatanya negara-negara kaya (utamanya negara-negara Teluk Arab), yang memang sebagai penyumbang terbesar jalannya organisasi ini, selama ini terlihat mendominasi pengambilan setiap keputusan. "Bersyukurlah, karena tahun lalu untuk pertama kalinya sejak 1977 OKI memilih seorang Sekretaris Jendral melalui voting," jelasnya atas memulainya demokrasi di tubuh OKI. Hal itu, diakuinya, juga karena keterlibatan aktif Indonesia atas reformasi di tubuh OKI.

Sementara langkah lain yang ditempuh OKI dalam reformasi diri adalah membentuk sebuah badan, yang nantinya memikirkan bagaimana reformasi OKI. Badan ini, terdiri dari beberapa orang bijak di antara negara-negara OKI. Tak ketinggalan, Indonesia menunjuk KH. Hasyim Muzadi, yang juga Ketua Umum PBNU, sebagai utusan pada badan ini.

Selain itu, lanjutnya, Indonesia juga sudah mempelopori untuk mengkampanyekan Islam yang rahmatan lil alamin, Islam yang sama sekali tak mentoleransi terorisme. "Salah satu bentuk konkretnya, pada Februari 2004, Deplu RI bekerjasama dengan PBNU menyelenggarakan konferensi International Conference of Islamic Scholars (ICIS), untuk meneguhkan citra Islam yang sejuk dan toleran," katanya. Dalam konferensi ini, sambungnya, hadir sekitar 200 orang intelektual Muslim dari berbagai belahan dunia. "Adanya ICIS ini, tentu semakin memperkuat diplomasi Indonesia di mata internasional," tambahnya.

Kini, Indonesia juga punya dua modal besar untuk menguatkan diplomasi di luar negeri, yaitu adanya demokrasi dan pencitraan Islam yang moderat. Pemilu 2004 yang cukup sukses pelaksanaannya tentu menjadi cukup bukti adanya demokrasi yang berjalan baik. Sementara meskipun terjadi bom-bom yang selama ini pelakunya dikaitkan dengan organisasi Islam, namun justru banyak tokoh-tokoh Islam di seluruh tanah air yang mengecamnya, menolak adanya ajaran terorisme dalam Islam.

Mengenai pandangannya soal DK PBB, Menlu RI menyatakan perlunya keterwakilan dunia Islam untuk duduk dalam DK PBB. Selama ini, anggota DK PBB hanya diambil untuk mewakili kawasan. Kebetulan lima anggota tetap DK PBB tak ada satu pun yang berasal dari negara Islam. "Minggu lalu, saya sudah bertemu dengan Sekjen Liga Arab, Amr Mousa, di Doha Qatar, membicarakan hal ini," jelasnya. Keduanya sepakat untuk memperjuangkan adanya anggota DK PBB yang tidak hanya mewakili kawasan, tapi juga mewakili bentuk lintas budaya dan peradaban, termasuk juga agama.

Sementara ditanyakan mengenai pribadinya, Menlu Nur Hassan hanya menyebut sebagian kecil, untuk memberi semangat pada mahasiswa agar rajin belajar. "Saya ini anak Kepala Sekolah, jadi belajar sudah menjadi hal yang tidak aneh bagi keluarga saya," ceritanya. Ketika di sekolah menengah, Nur Hassan muda sebenarnya lebih condong ke ilmu eksakta, tapi oleh kepala sekolahnya dimasukkan pada jurusan sosial. Mulanya Nur Hassan menentang, tapi setelah mendapatkan penjelasan dari ayahnya, ia menerima.

"Bukan bermaksud sombong, selama empat tahun kuliah, saya dapat mebiayai diri sendiri, meski hanya bermodalkan ilmu yang didapat di SMP," kenangnya. Menurutnya, ilmu apapun, kalau ditekuni secara baik, pasti akan banyak manfaatnya. Di akhir pembicaraannya, Menlu Nur Hassan berpesan pada mahasiswa untuk menggunakan kesempatan yang ada dengan sebaik-baiknya. "Jangan buang waktu," sindirnya pada mahasiswa, dimana Menlu Nur Hassan tahu ada beberapa di antaranya yang sengaja berlama-lama belajar di Mesir. "Saya berharap banyak pada kalian," katanya mengakhiri pembicaraan. Acara pun ditutup oleh moderator sekitar pukul 23.30. (aghi)


Agus Hidayatulloh

503 El-Sya'rawy Bld., 27 Juni 2005

LKNU sebagai Ujung Tombak Ke-NU-an Masisir

Sudah cukup lama, PCI-NU Mesir terpaksa 'menabrak' struktur NU yang sudah tertata di pusat. Sabtu, 7 Agustus 2004, peserta Konfercab III PCI-NU Mesir sepakat untuk membuat lembaga baru guna menangani penataan kaderisasi di internal PCI-NU Mesir. Berikutnya, tim formatur pun menyepakati membentuk lembaga bernama LKNU (Lembaga Kaderisasi Nahdlatul Ulama) untuk mewujudkan aspirasi warga dalam Konfercab III yang telah lewat.

Dikatakan 'menabrak', karena memang lembaga bernama LKNU tidak ditemukan dalam kamus NU sebelumnya. Padahal, menurut aturan yang berlaku di NU, semua lembaga dan lajnah yang dibentuk di setiap tingkat kepengurusan harus menginduk pada PBNU. Itu artinya, nama lembaga dan lajnah juga harus sama dengan apa yang dibentuk oleh PBNU. Dan hingga detik ini, PBNU tidak pernah mengenal lembaga bernama LKNU.

Namun, berdasarkan kebutuhan lokal NU Mesir, dibentuklah lembaga yang khusus menangani bidang kaderisasi ini. Alasan lain, juga setelah melalui komunikasi intens selama ini dengan pihak PBNU, utamanya Ketua Umum Tanfidziyah PBNU Drs. KH. Hasyim Muzadi. Dalam beberapa kali kesempatan, Cak Hasyim pernah menyinggung tidak perlu kakunya PCI-NU Mesir membaca AD/ART. Dengan begitu, atas dasar pertimbangan internal NU Mesir, bisa diartikan, adanya LKNU di struktur PCI-NU Mesir tidaklah menjadi permasalahan yang harus menguras tenaga untuk sekadar diperdebatkan.

Mengurangi Beban Lakpesdam

Dalam periode 2002-2004, bahkan sejak sebelum periodenya duet dr. Mustafid Dahlan-Bukhori SA., Lc. ini, bidang kaderisasi selalu ditangani oleh Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Lakpesdam). Dalam penanganannya, karena Lakpesdam lebih intens menggeluti bidang kajian keilmuan kontemporer, maka dibuatkan lagi divisi kaderisasi, bersandingan dengan divisi kajian dan riset. Dalam kenyataannya, bidang kaderisasi ini kurang bisa digarap seriusa. Akibatnya, cukup telak buat PCI-NU Mesir, yakni tidak sedikitnya kader potensial NU Mesir harus 'lari' mencari tempat aktivitas lain.

Minimal ada dua hal yang menjadikan sebab kurang maksimalnya penggarapan bidang kaderisasi ini. Pertama, karena kebanyakan staf Lakpesdam, bahkan sampai mereka yang duduk di divisi kaderisasi pun, lebih giat dan enjoy beraktivitas dalam bidang kajian dan riset. Kedua, stigma yang sudah kadung menempel kuat di benak kebanyakan masyarakat Indonesia di Mesir, bahwa Lakpesdam adalah sarang orang-orang yang dianggap berpikiran liberal (kiri). Padahal, kita tahu bahwa warna ideologi Masiko -yang nahdliyin pun- sangat majemuk. Atas dasar itu pula, kemudian diusulkan pemisahan bidang kaderiuasi dari Lakpesdam yang kemudian memunculkan makhluk baru bernama LKNU.

Hingga saat ini, program paling riil yang sudah dilaksanakan LKNU adalah penyelenggaraan Opaba (Orientasi dan Penerimaan Anggota Baru) pada awal Februari lalu. Sama seperti tahun-tahun sebelumnya, Opaba diminati cukup banyak mahasiswa baru. Bahkan tahun ini juga menunjukkan angka cukup menggembirakan: sekitar 170 hingga 200-an.

Sebagai follow-upnya, dibentuklah wadah kumpulan anggota PCI-NU Mesir alumni Opaba 2005 yang menamakan diri mereka angkatan Sapu Jagad. Cukup menggembirakan, angkatan Sapu Jagad ini sudah melakukan beberapa aktivitasnya seperti kajian dwi mingguan. Belum diketahui pasti, apakah bisa ditingkatkan mienjadi kajian setiap akhir pekan misalnya, sebagaimana yang dilakukan oleh angkatan Rabbani alumni Opaba 2002. Melihat, jumlah anggota Sapu Jagad jauh di atas anggota Rabbani yang hanya berkisar 50-an. Sehingga, diharapkan lebih banyak anggota lagi yang berkesempatan menguji kemampuan diri mereka membuat makalah dan berdiskusi. Mungkin memang, tidak usah muluk-muluk dulu, yang penting kajian ini dapat diaktifkan secara, kontinu tentu akan baik sekali dan banyak manfaatnya.

Yang perlu diperhatikan di sini, adalah sangat dibutuhkannya perhatian dari pengurus, dalam hal ini LKNU tentu saja. Sebagai anggota baru, meski dengan segala kemampuan dan bakat -yang kebanyakan mungkin masih terpendam-, tentu untuk mengasah kemampuan diperlukan bimbingan dan arahan yang tepat. Sedikit saja ada yang tidak terperhatikan, dikhawatirkan bakal makin memperpanjang kader handal NU yang mencari aktivitas di luar NU.

Ini merupakan satu garapan besar yang tepat berada di depan mata seluruh staf LKNU. Dibutuhkan soliditas dan loyalitas tinggi dari seluruh staf LKNU untuk menggarap bidang yang amat urgen ini. Secara internal, Ketua LKNU harus mampu mengkoordinir para stafnya untuk berbagi tugas dan saling mengisi secara baik. Tentu saja, kerjasama antara ketua dan para staf LKNU menjadi hal yang sangat urgen. Bukan tanggungjawab ketua saja, tapi seluruh staf juga harus merasa memiliki kewajiban dan dapat meluangkan waktu untuk sekadar memikirkan bagaimana baiknya LKNU.

Urgensi Data Base

Jika sudah bisa solid secara internal, tentu tidak akan terlampau sulit bagi LKNU untuk meneruskan seluruh program-programnya. Semua tugas dibagi secara adil dan dikerjakan bersama-sama. Data base misalnya, yang selama ini kurang terperhatikan -bahkan tidak hanya di lingkup PCI-NU Mesir saja, tapi sudah menjadi permasalahan cukup pelik bagi kepengurusan NU di mana saja-, harusnya dapat digarap secara lebih baik.

Bekerjasama dengan Sekretaris Tanfidziyah misalnya, data base dirapikan dengan semestinya. Kotak-kotak kosong yang masih banyak menghiasi tabel anggota NU Mesir, sudah seharusnya segera dilengkapi. Jika kebetulan staf LKNU sudah cukup menjadi representasi kewilayahan dari seluruh nusantara, antar staf dapat saling berbagi tugas mencari kekurangan data anggota, terutama dari daerahnya masing-masing. Mulai dari nama, foto, nama orang tua, tempat tanggal lahir, alamat di Indonesia dan Mesir (lengkap dengan nomor telpon dan handphone), almamater, kekeluargaan, nomor paspor, alamat email, fakultas/jurusan dll.

Bukan tugas mudah memang dan butuh waktu, tapi karena melihat urgensi data base ini sebagai pijakan kuat untuk semakin memperbaiki administrasi PCI-NU Mesir, diharapkan tidak mengendurkan semangat kerja LKNU. Tentu akan semakin baik misalnya, jika kemudian dilanjutkan dengan penelusuran minat dan bakat masing-masing anggota yang sudah ada dalam data base. Dari sini, PCI-NU dapat lebih mengembangkan sayapnya lagi untuk menumbuhkembangkan setiap kemampuan anggotanya.

Jika dapat digarap secara rapi, teliti dan telaten, tentu akan menjadi warna baru dan prestasi tersendiri bagi PCI-NU. Ke depan, jika setiap kemampuan anggota dapat terdata dan tergarap secara baik, angan-angan untuk menempatkan kader PCI-NU di tanah air tinggal menunggu waktu. Memang masih jauh, tapi bukan tidak mungkin hal ini dapat dijadikan kenyataan.

Manfaat lain dari diketahuinya bakat dan minat setiap warga NU, adalah memudahkan bagi lembaga dan lajnah lain dalam mengkader stafnya. Selama ini, kaderisasi di setiap lembaga/lajnah belum tertata secara rapi. Jika kemudian pemetaan kemampuan warga NU benar dapat diwujudkan, tentu akan lebih mudah bagi PCI-NU Mesir untuk menyusun kepengurusan pada masa-masa mendatang, karena setiap lembaga/lajnah sudah memeiliki kader khusus. Hal ini juga mengundang perlunya koordinasi dan kerjasama yang baik antar lembaga/lajnah. Terlebih, antara setiap lembaga/lajnah dengan LKNU, supaya terjadi pembagian jumlah aktivis secara adil dan tepat di setiap lembaga dan lajnah.

Tulisan ini bukan menggurui sekadar mengingatkan saja.
Cairo, 12 April 2005

* Tulisan ini dimuat dalam buletin Afkar PCI-NU Mesir, April 2005

Amien: 2 Agenda Reformasi Belum Sesuai Harapan


Sabtu (16/4) malam, lapangan parkir KBRI Kairo terlihat sesak, bukan karena banyaknya mobil yang diparkir, tapi oleh ratusan mahasiswa yang ingin bertatap muka dan berdialog dengan mantan Ketua MPR-RI Prof. Dr. H. Amien Rais, MA. Sejak menjelang maghrib, mahasiswa banyak berdatangan dari Nasr City, sekitar belasan kilo meter dari tempat acara, maupun daerah yang lebih dekat ke lokasi, seperti Asrama Internasional maupun wilayah lainnya.

Meski agak lama menunggu, mahasiswa tidak bergeming, banyak yang mengobrol dengan kawannya masing-masing untuk sekadar mengisi kekosongan. Baru pada sekitar pukul 20.20, Amien beserta rombongan datang ke tempat acara. Beberapa orang pun berebut bersalaman, meski agak dibatasi karena memang kedatangan sudah telat dari yang dijadwalkan semula, pukul 19.00.

Setelah beristirahat beberapa saat di ruang tamu yang berdekatan dengan panggung, Amien pun memasuki panggung didampingi Dubes RI di Kairo Prof. Dr. Bachtiar Aly, MA., Ketua Pimpinan Cabanng Istimewa Muhammadiyah (PCIM) Iswan Kuria Hasan, Lc. dan moderator Fahmi Salim, Lc. Pembawa acara pun kemudian mengajak hadirin membaca basmalah menandakan dimulainya acara.

Setelah pembacaan beberapa ayat suci Alquran, dilanjutkan dengan sambutan Ketua PCIM. Dalam sambutannya, Iswan mengucapkan banyak terima kasih kepada Dr. Amien karena berkenan bertatap muka menemui mahasiswa Indonesia di Kairo, meski kedatangan Amien ke Kairo sendiri sebenarnya sangat bersifat pribadi. Tak lupa, Iswan juga menghaturkan terima kasih tak tyerhingga kepada Dubes Bachtiar yang menyediakan tempat dan memfasilitasi acara itu.

Sementara dalam sambutannya, Dubes cukup membuat kaget hadirin, dengan sambutan mukaddimah bahasa Arabnya. Padahal, selama ini, diketahui Dubes sama sekali tidak punya background bahasa Arab. Maka ketika memberikan sambutan dengan bahasa Arab yang agak panjang itu, kontan mendapat tepuk tangan meriah dari mahasiswa. Untuk acara itu, Dubes menilai meruapakan aacara luar biasa. Selain karena kedatangan Amien, tapi juga karena acaranya digelar dengan duduk lesehan. Sebab hal itu pula, acara ini diberi tajuk “Dialog Lesehan Bersama Prof. Dr. H. Amien Rais, MA.” Menurutnya, ini adalah pertama kalinya kedutaan menggelar acara secara lesehan. “Bahkan, bisa jadi ini adalah yang pertama kali digelar kedutaan di mana saja, bukan hanya di Kairo,” tambah Dubes yang lama menjadi Guru Besar di FISIP UI ini. Menambahkan itu semua, Dubes Bachtiar yang juga pernah terkenal sebagai pengamat politik, juga mengungkapkan feelingnya bahwa kedatangan mantan Ketua Umum DPP PAN yang baru saja lengser itu ke Kairo karena akan membuat sebuah keputusan penting.

Setelah sambutan Dubes, acara sepenuhnya diserahkan kepada moderator Fahmi Salim. Tidak terlalu memperpanjang mukaddimah, Fahmi hanya sedikit mengulas sejarah singkat biografi Dr. Amien. Disebutkannya pula, Amien sempat datang dan cukup lama berada di Kairo sekitar akhir dekade 1970-an untuk penelitian tesisnya tentang Ikhwan Muslimin yang didirikan Hasan Al-Banna.

Dalam mukaddimahnya, Amien mengatakan pertamna kali datang ke Kairo pada tahun 1978. Saat itu, ujarnya, Dubes RI untuk Kairo juga bergelar profesor doktor, yakni Prof. Dr. Fuad Hassan. Hanya saja, menurutnya, Dubes sekarang masih lebih populer dibandingan dengan Dubes Fuad Hasan. Tepuk tangan pun bergemuruh untuk ke sekian kalinya, seperti biasanya.

Melanjutkan pembicaraannya, Amien mementahkan feeling Dubes bahwa kedatangannya kali ini membawa misi untuk membuat keputusan penting. Menurutnya, dia bersama 6 anggota rombongannya, hanya datang sekadar untuk refreshing atau intermezzo, melepas lelah setelah selama ini lebih banyak tegang. “Tidak ada tujuan apapun selain bernostalgia dengan kota yang terkenal dengan sebutan negeri para nabi ini,”tegas amien. Kebetulan, 2 orang anggota rombongannya juga merupakan kawan karib Amien saat di Kairo dulu.

Setelah menjelaskan maksud kedatangannya di Kairo itu, Amien menceritakan pada hadirin tentang perjalanan bangsa Indonesia. Terutama yang ditekankannya adalah, peristiwa Mei 1998. Waktu itu, bersama kawan-kawan mahasiswa dan berbagai elemen masyarakat, berencana mengadakan syukuran reformasi pada 20 Mei 1998 di Monas. Hanya saja, ternyata hal itu tidak diizinkan pemerintah. Bahkan, pada 19 Mei, Monas sudah ditutup oleh tentara. Lebih dari itu, bahkan ada yang mengancam jika acara yang dijadwalkan pada pagi atau siang 20 Mei itu tetep dilaksanakan, tidak menutup kemungkinan bakal terjadinya Tragedi Tiananmen (China) yang terkenal itu.

Akhirnya, melihat maslahat yang lebih besar, melalui radio dan televisi, acara pun diimbau untuk dilaksanakan di musholla, masjid dan rumah masing-maisng, berdoa untuk keselamatan bangsa Indonesia dan suksesnya reformasi. Berikutnya, pada hari itu juga, konstelasi politik mulai berubah, di mana Soeharto yang sudah berkuasa sekian lama mulai berpikir iuntruk undur diri dari kursi presiden. Dan benar, pada 21 Mei 1998 sekitar pukul 11.00 serah terima jabatan presiden dilakukan.

“Itu merupakan anugerah buat bangsa Indonesia. Namun, kita bangsa Indonesia dituntut tidak hanya berhenti di situ,”ingat Amien. Apalagi sampai sekarang, menurutnya, masih banyak agenda reformasi yang belum berjalan maksimal. Ditambahkannya, ada 5 agenda penting dalam reformasi Indonesia. Yaitu amandemen UUD 1945, pencabutan Dwi Fungsi ABRI, pelaksanaan Otonomi Daerah, penegakan supremasi hukum dan perwujudan clean government dan good government.

Menurut Amien, tiga agenda pertama berjalan sudah cukup baik, meski ada kendala di sana-sini. Amandemen UUD 1945, sudah dilakukan oleh MPR RI, kebetulan saat dipimpin olehnya, yang merubah UUD sampai 4 kali amandemen. Dwi Fungsi ABRI, juga sudah dilaksanakan secara bertul-betul, di mana TNI sekarang tidak ikut berpolitik, atas kelegawaan para perwira TNI itu sendiri. “Sementara Otda, seperti sudah diketahui bersama, sudah mulai diterapkan sejal 1 Januari 2001 lalu dan dilaksanakan secara bertahap,” jelas Amien.

Hanya saja, masih ada dua agenda besar yang belum bisa dilaksanakan dengan baik, yaitu penegakan hukum dan penyelenggaraan clean and good government termasuk di dalamnya pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme. Tidak seperti tiga amanat yang sudah lumayan tertunaikan, dua masalah ini memang sangat susah. Dikisahkan oleh Amien, Bung Hatta, wapres RI pertama, juga dulu sudah menyatakan bahwa sejak saat itu korupsi sudah mulai mendarah daging dengan budaya masyarakat Indonesia. Sehingga sangat sulit ditemukan sendi-sendi kehidupan di Indonesia yang bebas dari nuansa korupsi ini.

Hingga saat ini, dibentuknya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga belum berjalan maksimal. Menurutnya, KPK dan pemerintahan SBY baru bisa menyeret koruptor-koruptor kecil yang ‘hanya’ merugikan negara berkisar antara ratusan juta dan milyaran. Sementara pengemplang dana BLBI misalnya, yang merugikan negara mencapai puluhan atau bahkan ratusan trilyun, masih bisa hidup makmur bebas dari jeratan hukum. “SBY belum berani melawan pelaku korupsi skala besar,” katanya.

Namun secara umum, Amien menilai kinerja SBY sudah cukup baik. “Kita harus objektif juga, bahwa pemerintahan SBY hingga saat ini bisa dinilai dengan di atas lumayan,” katanya. Hanya, tambahnya, perlu kiranya pemerintahan SBY ini menambah rasa percaya diri. “Dosisnya perlu ditingkatkan,” tambahnya.

Selain permasalahan itu, Amien juga memprihatinkan martabat bangsa Indonesia yang makin lama rasanya kian terpuruk. Bahkan, di hadapan Singapura pun Indonesia harus tertunduk. Dicontohkan oleh Amien, bagimana pembangunan gendung, jembatan dll di Singapura yang bahan bakunya, seperti pasir misalnya, merupakan hasil curian dari Indonesia. Bukan singapura yang mencuri secara langsung memang, namun mereka membeli dari para pencuri yang menjual murah.

Pernah pada suatu kesempatan, Amien sebagai Ketrua MPR-RI bertemu dengan PM Singapura Goh Chok Tong. Pada kesempatan itu, Amien mempermasalahkan pencurian pasir. Namun PM Goh hanya menjawab bahwa mereka membeli, bukan mencuri. Dibalas lagi oleh Amien, yang namanya kejahatan itu ada dua macam. Pertama, kejahatan yang dilakukan oleh pelakunya. Kedua, mendiamkan kejahatan itu sendiri juga merupakan bentuk kejahatan. “Dengan demikian, Anda juga telah bertindak jahat,” balas Amien. Sementara PM Goh ketika dibalas demikian, tidak bisa menjawab.

Sekarang, masih menurut Amien, menjadi tugas bangsa Indonesia bersama adalah meneruskan dua agenda reformasi yang belum sesuai harapan itu. “Untuk jangka pendek (short term), dua agenda itu harus segera diselesaikan”, ujarnya. Semntara untuk long term atau jangka panjang, bangsa Indonesia harus dapat membangun sumber daya manusia yang kompetitif. “Sekarang ini, ya target kita harus bisa bersaing dengan SDM-SDM dari negara ASEAN. Itu dulu. Karena kalau kita mau melihat Jepang, Korea, Taiwan atau Hongkong, apalagi Eropa atau Amerika, tentu saja itu musy ma’uul (bahasa Mesir, artinya tidak masuk akal-red),” tambahnya.

Setelah panjang lebar menceritakan perjalanan bangsa Indonesia, Amien menutup pembicaraannya dan mempersilakan 5 orang hadirin untuk berdialog, menanggapi atau bertanya atas apa yang disampaikan Amien. Sontak, puluhan orang mengacungkan jarinya untuk berebut mendapatkan kesempatan menyampaikan pertanyaan atau pernyataannya. Dalam sesi dialog, hadirin masih tetap konsen mendengar apa yang disampaikan Amien. Di tengah tanggapan balik dari Amien, datang Ketua MPR-RI Dr. Hidayat Nur Wahid, MA. yang baru saja menyelesaikan tugas kenegaraannya.

Selesai Amien, Hidayat dipersilakan memberikan sambutannya. Diceritakan Hidayat, dirinya baru saja bertemu rektor Universitas Al-Azhar. Segala pesan dan uneg-uneg yang sudah disampaikan beberapa mahasiswa yang sudah ditemuinya saat Dialog Inter Partisipoatif sehari sebelumnya, Jumat (15/4) malam di Auditorium Shalih Abdullah Kamil Universitas Al-Azhar, disambungkan kepada Rektor Prof. Dr. Ahmad Thoyyib. Dr. Thoyyib lalu menjawab akan mempertimbangkan keringanan biaya kuliah bagi beberapa mahasiswa Indonesia yang keluarganya terkena Tsunami akhir tahun lalu. Untuk konkretnya, Dr. Thoyyib meminta kerjasama lanjut dengan KBRI Kairo.

Seperti biasa, setelah dialog antara narasumber dengan mahasiswa, Dubes Bachtiar tak lupa menyampaikan catatan akhirnya. Ia menambahkan, dalam masa-masa reformasi, terutama medio Mei 1998, susah mengenali kawan maupun lawan. Dirinya dengan Pak Amien pun, yang sempat bersama-sama bahu-membahu saaat berdirinya ICMI di Malang pada saat reformasi sempat direcoki semacam ‘musuh dalam selimut’. Dimana saat itu, banyak juga berdiri di antara mereka orang-orang yang pro-status quo.

Ia juga menegaskan betapa keberanian Pak Amien yang amat besar. Pernah suatu ketika, Amien menulis berita cukup pedas tentang proyek Freeport di Papua, yang dikatakannya malah merugikan negara, dan hanya memberikan keuntungan bagi segelintir orang pengusaha saja. Tak pelak, tulisan Amien ini membuat Pak Harto berang, dan meminta pada Habibie untuk mengundurkan Amien dari Ketua Dewan Pakar ICMI Pusat. Setelah melalui perdebatan panjang, Pak Amien yang melihat kemaslahatan lebih besar, akhirnya legawa melepaskan jabatannya di ICMI itu.

Suasana yang berlangsung gayeng dan penuh joke segar itupun akhirnya harus diakhiri, meski sebenarnya banyak mahasiswa yang berharap mendapatkan kesempatan untuk menyampaikan pendapatnya. Sayang, waktu pun semakin larut, sehingga moderator harus mengakhiri acara. Sekitar pukul 23.00, acara pun ditutup dengan membaca doa kemudian dilanjutkan dengan diberikannya kesempatan kepada mahasiswa untuk bersalaman dengan para narasumber.◙


Agus Hidayatulloh
503 El-Syaarawy Bld., 17 April 2005